Opini

Naiknya Biaya Haji, Benarkah ada Kapitalisasi Ibadah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Apt. Nur Wanasari Hamzah, S.Farm.

wacana-edukasi.com, OPINI– Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menurunkan biaya haji tahun 2023 ini sebesar 30% dibandingkan tahun lalu. Namun Kementerian Agama (Kemenag) malah mengusulkan biaya haji Indonesia tahun 2023 naik. Kemenag mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 ini naik dibanding 2022. Kenaikan biaya haji 2023 sebesar Rp 514.888,02 (kontan.co.id,23/1/2023).

Dilansir dari cnnindonesia.com, Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta. Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta.

Adapun usulan kenaikan itu adalah demi keadilan dan keberlangsungan manfaat dana haji. Faktanya,kenaikan biaya ibadah haji ini justru menimbulkan silang pendapat dan tentunya memberatkan rakyat dan mengesankan pemerintah mendudukkan rakyat sebagai objek bisnis. Apalagi kondisi perekonomian masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi. Perjuangan untuk mengumpulkan dana bertahun-tahun untuk kalangan menengah ke bawah pun wajib diperhitungkan. Wajar jika banyak pihak yang menyayangkan adanya usulan tersebut dan meminta Menag mengkaji ulang.

/ Polemik Dana Haji /

Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam. Hukumnya adalah wajib bagi yang mampu. Pelaksanaannya amat dinantikan oleh setiap kaum muslimin. Maka, tak sedikit dari mereka yang berjuang sedemikian rupa demi bisa melaksanakan kewajiban tersebut, mulai dari menabung puluhan tahun, hingga sabar menunggu antrean keberangkatan yang tak sebentar.

Ibadah di dalam pandangan Islam adalah perkara wajib untuk ditunaikan. Namun, Semangat para calon haji (calhaj) sering kali tidak terakomodasi dengan baik. Itu tecermin pada daftar tunggu jemaah haji Indonesia yang kian tahun kian membengkak. Bahkan, waktu tunggu keberangkatan mencapai puluhan tahun. Hal itu makin diperparah dengan adanya pembatasan kuota jemaah haji.

Namun, saat ini, mayoritas negara muslim justru menerapkan kapitalisme berbasis sekuler sebagai paradigma berpikir dan asas dalam membuat seluruh sistem dan hal kebijakan, sedangkan ideologi ini tidak relevan dengan motif haji dalam pandangan Islam. Berbagai kebijakan penyelenggaraan haji justru terkesan menyulitkan bagi kaum muslim. Termasuk Kenaikan biaya yang tentu menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim.

Ditengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memberikan akses kemudahan untuk lebih mudah beribadah. Kenaikan biaya justru menimbulkan dugaan adanya kapitalisasi ibadah, di mana negara mencari keuntungan dari dana haji rakyat.

Dalam pandangan kapitalisme, dorongan terbesar melakukan sebuah perbuatan adalah untuk mendapatkan manfaat berupa materi. Itulah sebab, bukan hal aneh ketika untung dan rugi menjadi pertimbangan dasar dalam menyusun berbagai sistem dan kebijakan, termasuk haji.

Fakta mahalnya biaya haji ini kian menegaskan bahwa di sistem kehidupan sekuler kapitalistik, ibadah pun dikapitalisasi alias dijadikan komoditas bisnis. Sungguh memprihatinkan. Umat Islam seperti digencet dari segala lini hidupnya.

/ Khilafah Mewujudkan Penyelenggaraan Haji /
Negara berkontribusi besar dalam mewujudkan kemudahan penyelenggaraan haji bagi rakyatnya. Bahkan, ini menjadi kewajiban yang harus ditunaikan negara terhadap rakyatnya.

Pelaksanaan ibadah haji seharusnya tidaklah memunculkan karut-marut seperti hari ini . Jika mengacu kepada sistem Islam, penyelenggaraan ibadah haji itu tidak perlu mahal dan tidak membutuhkan antrian yang cukup lama. karena sumber pemasukan negara melimpah yang berasal dari sumber daya alam yang bisa dialokasikan sebagiannya untuk subsidi biaya haji.

Dalam sistem pemerintahan Islam, negeri-negeri muslim adalah satu kesatuan. Maka Mekkah dan Madinah adalah negeri Muslim yang akan masuk dalam kesatuan wilayah Islam sehingga tidak dibutuhkan visa dan paspor.
Dengan begitu, biaya akomodasi bisa ditekan, sehingga akan sangat memudahkan rakyat menunaikan ibadah haji. Sehingga Tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak mana pun sebab Tanah Haram adalah tanah seluruh kaum muslim.. Maka sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan pelayan terbaik kepada rakyatnya. Oleh karena itu negara harus mengubah mindset dari orientasi bisnis menjadi orientasi pelayanan.

Khilafah akan membangun departemen khusus untuk menangani pelaksanaan haji dan umrah. Nantinya, setiap wilayah ada penanggungjawab untuk mengurus administrasi, manasik haji, dan keberangkatan jemaah.
Khilafah akan menyelenggarakan ibadah haji sesuai prinsip syariat, melakukan pelayanan maksimal kepada para jamaah, membangun infrastruktur, serta menyediakan berbagai fasilitas sebagai bentuk riayatusy syu’unil ummah. Prinsip syariat yang dijalankan oleh institusi pemerintahan Islam meniscayakan penyelenggaraan ibadah haji akan efisien dan berkah bagi seluruh kaum muslim.

Keseriusan negara dalam pelayanan terhadap rakyatnya dalam hal memudahkan pelaksanaan ibadah haji terlihat pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Pada saat itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid membangun jalur transportasi haji dari Irak hingga Hijaz. Di setiap titik, dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik dan dana zakat bagi jemaah yang kehabisan bekal. Begitu juga pada masa Kekhilafahan Ustmaniyah, Khalifah Abdul Hamid II membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus, hingga Madinah.

Demikianlah pengurusan negara Khilafah terhadap rakyatnya yang sungguh mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Betapa tidak, Khilafah tegak di atas landasan sistem Islam yang agung dan bersumber dari Allah Swt, maka sudah tentu akan mampu merealisasikan kebaikan dan kemuliaan bagi manusia. Sangat bertolak belakang ketika negara mengadopsi sistem yang jauh dari aturan agama, maka kesempitan dan penderitaan lah yang pasti akan terasa. Allah Swt berfirman: “Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh baginya kehidupan yang sempit, dan Kami menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS Thoha ayat 124).

Wallahu ‘alam bishowab[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 13

Comment here