Opini

Mengakhiri Drama Minyak Goreng

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Bunda Ameera

wacana-edukasi.com–Drama minyak goreng di Indonesia masih terus berlanjut hingga hari ini. Kebijakan pemerintah seolah tak berdaya mengatasi gempuran para mafia dalam perebutan minyak goreng.

Melansir Kompas.com, Jum’at, 18/03/2022, Pemerintah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan. Pencabutan ini dibuktikan dengan dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi memohon maaf karena tidak dapat mengontrol harga minyak goreng. Kemendag mengklaim telah melakukan berbagai kebijakan untuk mengontrol harga minyak goreng di pasaran. Sayangnya, kebijakan tersebut tidak efektif karena ulah oknum mafia minyak goreng. Lutfi mengaku memiliki keterbatasan kewenangan untuk mengusut tuntas masalah mafia dan para spekulan minyak goreng.

Setelah pencabutan kebijakan HET dilakukan, warga kembali menemukan banyak minyak goreng di swalayan. Namun tentu saja harganya tidak lagi murah, melainkan melambung tinggi hingga menyentuh nominal Rp 23.000 per liter.

Kata Mereka

Sementara itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berkomentar dan mempertanyakan ibu-ibu yang terlalu banyak menggoreng.

“Saya tuh sampai ngelus dodo, bukan urusan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng, saya tuh sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu rebutannya? Apakah tidak ada cara untuk merebus, atau mengukus, atau seperti rujak?” kata Megawati dalam webinar “Cegah Stunting untuk Generasi Emas” yang disiarkan Youtube Tribunnews, Jum’at (18/3/2022).

Mega mengatakan, seandainya almarhum suami menyuruhnya untuk ikut mengantre atau berebut membeli minyak goreng, sudah pasti dia tidak mau. Ketimbang menggoreng, Mega bilang lebih memilih memasak di rumah dengan cara lainnya. Selain enggan menghabiskan waktu, kata Mega, terlalu banyak mengonsumsi makanan yang digoreng juga tak baik bagi kesehatan tubuh (Kompas.com, Senin, 21/03/2022).

Sungguh, permasalahan utamanya bukanlah “nggak apa-apa mahal, asal kebeli,” atau “insyaAllah dikasih rezeki sama Allah” atau “mulai hidup sehat dengan rebus dan kukus”. Ini adalah permasalahan hak yang seharusnya diperoleh masyarakat. Ini permasalahan para pedagang kecil yang berjuang untuk hidup dari menjual makanan yang menggunakan minyak goreng. Ini permasalahan kelapa sawit yang ditanam di tanah rakyat namun ujungnya dinikmati oleh para oligarki untuk kenyangnya perut tujuh turunan mereka.

Negeri ini adalah negara penghasil kelapa sawit terbesar dunia. Bagaimana bisa rakyat negeri malah mengais tetesan minyak di tengah lautan minyak sendiri? Mengapa rakyat hanya mendapat jatah asap yang menyesakkan saat musim kemarau ketika para pengusaha itu membakar lahan rakyat untuk ditanami sawit? Mengapa rakyat hanya memperoleh banjir ketika serapan air berkurang akibat pengalihgunaan lahan berlebihan untuk perkebunan sawit? Mengapa pula penguasa bisa tegas menembak di tempat tersangka teroris bahkan tanpa bukti kuat dan tanpa peradilan, tapi tidak mampu tegas kepada para mafia minyak yang menimbulkan keresahan, bahkan setelah jatuhnya korban jiwa. Ada apa ini?

Semua ini adalah mengenai sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini, dimana yang kuatlah yang akan menang. Seperti hukum rimba. Begitulah cara para pengusaha besar memberikan tekanan kepada para penguasa sehingga mampu melemahkan ketegasan mereka. Inilah cara kerja hutang budi demokrasi. No free lunch. Penguasa tunduk di bawah kaki pengusaha dan oligarki. Hanya mampu berdalih dan terus berdalih ketika menghadapi rakyat yang hak-haknya dirampas.

Inilah konsep mekanisme pasar yang telah direkayasa. Minyak dipatok dengan harga terendah, maka berbondong-bondong ditimbun. Tidak peduli teriakan ibu-ibu yang meradang karena kelangkaan minyak goreng. Ketika aturan HET dicabut dan harga kembali normal bahkan naik berlipat, tidak sampai dua hari minyak mejeng manis di mall dan minimarket.

Solusi Tuntas

Padahal Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Orang yang berjualan akan diberkahi rezekinya, sedangkan orang yang menimbun akan dilaknat.”

Abu Umamah Al-Bahili berkata, “ Rasulullah melarang penimbunan makanan.” (HR.Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Aturan Islam juga tegas dan jelas melarang pematokan harga oleh siapapun. Karena harga seharusnya diserahkan pada proses alami permintaan dan penawaran. Ketika sudah terjadi penimbunan, maka kesetimbangan antara permintaaan dan penawaran menjadi tidak alami lagi.

Rasulullah SAW bersabda “ Barang siapa yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Solusi masalah minyak goreng yakni, Pertama, mau tidak mau negara harus turun tangan, karena ia adalah penggembala rakyatnya yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya. Negara harus memastikan pasokan pangan aman untuk dikonsumsi rakyat, terutama kebutuhan pokok. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memotivasi petani dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan benih, lahan, pupuk, ilmu, dan lain-lain sehingga produksi bisa terlaksana secara maksimal.

Kedua, penguasa harus mampu membedakan antara kepemilikan individu dengan kepemilikan umum. Lahan sawit adalah termasuk kepemilikan umum yang harus dikelola negara. Hasil keuntungannya harus diserahkan kepada rakyat secara merata. Baik dalam bentuk minyak murah, atau fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis. Saat ini, pengelolaan perkebunan sawit hingga pabrik pengolahan dikelola swasta. Tentunya swasta hanya akan berfokus pada keuntungan pribadi semata, bukan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, penguasa harus bersikap tegas kepada para penimbun yang dengan licik memonopoli minyak untuk keuntungan pribadi, apalagi melakukan ekspor besar-besaran di tengah langkanya pasokan minyak dalam negeri. Negara yang menjadikan Islam sebagai pedoman akan merujuk bagaimana Rasulullah SAW bersikap tegas kepada para penimbun ini, insyaAllah.

Mudah-mudahan negara ini mampu menyadari dan mulai melirik bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengurus urusan rakyatnya. Sehingga dengan warisan Rasulullah SAW berupa Al Qur’an dan As sunnah akan benar-benar menjadi solusi bagi seluruh permasalahan di negeri kita tercinta ini, sehingga negeri kita menjadi negeri yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur. Aamin ya Rabbal’alamin.

Alangkah indahnya Islam. Ia tidak hanya mengajarkan nikmat sujud, indahnya syukur dan sabar, juga damainya lantunan ayat suci yang menenteramkan jiwa, sehingga kita akan selalu berhusnudzan kepada Allah, Sang Pengatur Rezeki. Namun Islam juga menyuguhkan solusi praktis untuk segala permasalahan manusia. Untuk apalagi kalau bukan demi kebahagiaan manusia. Wallahu’alam bisshawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 7

Comment here