Opini

Mengakhiri Derita Palestina

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Anisa Rahmi Tania

Wacana-edukasi.com, OPINI– Satu tahun lebih Palestina dalam gempuran Zionis, Korban jiwa baik para pemuda, lansia, perempuan maupun anak-anak hingga bayi sudah tidak terhitung. Begitu pula dengan bangunan dan berbagai fasilitas umum, semuanya telah rata dengan tanah.

Sudah tidak tergambar lagi bagaimana penderitaan masyarakat Palestina kini. Berbagai kebutuhan primer seperti air, makanan, dan obat-obatan tidak mereka dapatkan. Akses mereka untuk keluar dari zona perang pun tidak ada.

Dilansir dari laman kompas.com (27/10/2024), situasi Gaza semakin menyedihkan. Israel melakukan serangan ke fasilitas kesehatan, yakni rumah sakit terakhir yang masih berfungsi di Gaza Utara. Bahkan mereka pun melakukan penahanan terhadap ratusan staf dan pasien. Selain itu pasokan medis juga sangat terbatas, membuat para pasien tidak mendapat perawatan dengan baik. Penyerbuan Israel yang dilakukan ke fasilitas di kamp Jabalia bahkan telah menewaskan dua anak, fasilitas kesehatan dan perlengkapan medis hancur selama pengepungan tersebut.

Sementara sebagian warga Palestina yang mengungsi di pemakaman Khan Younis, Jalur Gaza Selatan hidup tanpa listrik. Saat malam hari mereka terpaksa menyalakan api unggun (news.detik.com, 28/10/2024).

Bangunan sekolah yang dijadikan tempat berlindung warga pun tidak luput dari serangan. Bangunan hancur dan sejumlah warga meninggal. Selain itu, ratusan pengungsi Palestina berdesakan di Deir Al-Balah, Jalur Gaza, untuk mendapatkan roti. Mereka mengantri sejak dini hari untuk mendapatkan sepotong roti untuk keluarga (cnbcindonesia.com,28/10/2024).

Para Penguasa Mematung dalam Kekejaman

Seluruh masyarakat dunia telah dihadapkan dengan tindakan kejam Israel. Tanpa ampun mereka melakukan genosida terhadap Palestina. Dunia memang tidak diam. Masyarakat bersuara geram dan lantang melalui media sosial sekencang-kencangnya. Masyarakat pun bahu membahu menyuarakan boikot produk yang berafiliasi dengan Israel. Semua kalangan punya satu suara kebencian terhadap Israel meski ada saja yang bertindak sebaliknya. Namun pada umumnya, baik masyarakat biasa, tokoh ulama, kalangan intelektual, ataupun kalangan influencer sama-sama marah dengan aksi brutal Israel.

Akan tetapi, nyatanya genosida tidak berhenti. Hingga satu tahun terlewati oleh mereka dalam kesengsaraan dan kepedihan mendalam. Dengan posisi dan kekuatan yang dimiliki, para penguasa muslim itu mematung. Apa yang bisa mereka lakukan tak lebih dengan apa yang dilakukan masyarakat biasa. Lantas apa gunanya kekuasaan dan kekuatan yang mereka miliki?

Pertanyaan yang demikian mungkin tidak relevan diajukan karena kini dunia telah mengadopsi total nasionalisme. Termasuk para penguasa di negeri muslim. Mereka tidak merasa bersalah jika tindakannya sebatas mengecam atau mengirim bantuan ala kadarnya. Dengan ide nasionalisme mereka merasa bahwa yang terjadi di Palestina tidak menjadi prioritas yang harus dibantu dengan maksimal.

Urusan dalam negeri saja belum selesai untuk apa sibuk mengurusi urusan negara lain. Mungkin kalimat itulah yang seringkali muncul kala ada desakan kepada para penguasa untuk menurunkan kekuatan militernya demi membela Palestina. Terlihat logic namun di sanalah tampak pengaruh ide nasionalisme telah mengakar kuat dalam benak kaum muslim.

Ditambah adanya penyakit wahn yang menjangkiti mereka. Ketakutan seorang penguasa saat ini bukanlah hisab di akhirat kelak, namun takut kekuasaannya di dunia goyah. Jika selesai kekuasaannya, maka targetnya menambah pundi-pundi kekayaan akan berakhir pula. Keserakahan akan dunia membenamkan hati nuraninya jauh ke dasar samudera.

Mengubah mindset

Aksi boikot, turun ke jalan, kecaman, dan sebagainya telah jelas tidak memberikan efek yang berarti untuk Palestina. Para penguasa masih berdiam diri dan mencukupkan bantuan dengan minimalis. Namun, kaum muslim pun tidak boleh merasa apatis. Seolah tidak ada jalan lain untuk berjuang.

Ingatlah saat Rasulullah dan para shahabat yang memulai dakwah dari segelintir orang kini menjadi kaum mayoritas di dunia. Padahal dari awal perjuangan tampak mustahil karena berhadapan dengan kaum yang besar dan keras. Rasulullah mengubah mindset umat Islam saat itu untuk tidak berhenti. Para shahabat pun sepeninggal beliau tidak pernah berhenti mensyiarkan Islam. Memegang teguh metode dakwah sampai titik darah penghabisan.

Hingga kekuatan yang besar itu akhirnya dipalingkan pada nasionalisme, urusan golongan (ashabiyah), dan urusan pribadi (individualisme). Maka sampailah kaum Muslim pada sabda Rasulullah. ” Kaum muslim saat itu seperti buih di lautan, mereka banyak tapi tak punya kekuatan”.

Sabda beliau kini telah terjadi. Maka seharusnya umat sadar dan bangkit mengumpulkan kembali kekuatan yang dulu disegani seluruh kekuatan dunia. Menantang siapa saja yang mendzalimi kaum muslim.

Umat Butuh Kelompok Dakwah Shohih

Untuk bisa bangkit dari tubuh yang lemah ini umat membutuhkan motor penggerak yakni kelompok dakwah. Bukan sebatas kelompok dakwah biasa. Tetapi kelompok dakwah shohih yakni yang memperjuangkan tegaknya sistem Islam. Kelompok yang berjuang demi berlanjutnya lagi kehidupan Islam dengan memegang teguh metode dakwah Rasulullah.

Kelompok shohih ini yang memberikan edukasi pada kaum Muslim untuk mengembalikan persatuan. Memberikan pencerahan tentang pentingnya kembali pada hukum Allah dalam sistem pemerintahan Islam. Bukan berkompromi menerapkan beberapa peraturan Islam dalam sistem kufur. Karena syariat Islam tidaklah akan sempurna diterapkan selain dalam sistem Islam itu sendiri.

Sebuah kelompok dakwah shohih harus berasas Islam, baik dari segi pemikiran maupun metode dakwahnya. Karena tujuan utama adanya kelompok dakwah ini adalah untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam maka setiap aktivitas dakwahnya wajib berasaskan pada Islam. Dengan demikian, metode dakwahnya pun haruslah mengikuti metode dakwah Rasulullah karena beliaulah orang pertama di dunia ini yang berhasil menerapkan hukum Islam dalam wadah institusi di atas muka bumi.

Selain itu, kelompok ini harus menjadikan akidah Islam sebagai ikatan dalam tubuh internalnya. Bukan ashabiyah atau fanatisme golongan. Hal ini akan memperkuat gerak langkah dakwah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dan para shahabat beliau.

Adapun aktivitas dakwahnya yaitu melakukan amar makruf nahyi munkar. Mengajak masyarakat pada kebaikan (Islam) dan mencegah masyarakat dari kemungkaran. Aktivitas dilakukan di semua level atau kalangan. Tidak hanya masyarakat umum, tapi juga penguasa, ulama, tokoh intelektual, pejabat, mahasiswa, pelajar, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan supaya semua level mempunyai mindset yang sama bahwa Islam satu-satunya ideologi yang layak diterapkan. Islam yang mampu menyelamatkan Palestina dan seluruh kaum muslim dari kedzaliman orang-orang yang membenci Islam.

Wallahu’alam bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here