Opini

Masjid Kibarkan Bendera Pelangi, Bukti Nyata Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Jihan Ainy (Aktivis BMI Community)

wacana-edukasi.com– Suatu fenomena yang mengiris hati kembali terjadi. Masjid Ibn Rushd-Goethe di Berlin, Jerman, mengibarkan bendera Pelangi. Pemasangan bendera tersebut dilakukan pada Jumat (1/7) di hadapan kerumunan beberapa orang yang juga dihadiri oleh Senator budaya Berlin, Klaus Lederer. Masjid ini adalah masjid pertama di Jerman yang mengibarkan bendera dukungan terhadap LGBT dan sudah mengklaim dirinya sebagai masjid yang beraliran liberal. Di dalamnya, wanita dan pria diizinkan melaksanakan shalat bersama dan terbuka untuk jamaah LGBT.

Salah satu Imam Masjid, Mo El-Ketab mengatakan bahwa pengibaran ini menjadi bentuk dukungan penuh kepada kaum LGBT. Ia mengatakan bahwa masjid juga seharusnya memberikan ‘tempat aman bagi orang-orang yang berbeda, dalam hal ini kaum LGBT, agar mereka juga bisa merasakan sisi spiritual kehidupan mereka.’ Ia juga berharap bahwa masjid-masjid lainnya bisa mengikuti gerakan ini sebagai tanda positif bahwa agama juga dapat dirasakan oleh komunitas LGBT.

Marc-Eric Lehmann, salah satu anggota dewan CSD mengatakan bahwa pengibaran bendera pelangi memberikan ‘tanda yang sangat kuat’ dan menjadi ‘sangat penting’ untuk menemukan tempat bagi agama dalam komunitas LGBT, “Orang-orang queer juga bisa religius dan percaya pada Tuhan. Kita seharusnya tidak hanya bicara soal tempat aman di bar dan kelab malam di Berlin, kita juga harus bicara soal tempat aman di tempat ibadah,” ujarnya.

Bukan hal baru ketika negeri-negeri Barat dengan bangganya menyuarakan kebebasan, mengingat isu global saat ini memang sedang mengarah pada rencana dan kampanye ide pelegalan LGBT di seluruh negara di dunia, khususnya negeri-negeri muslim. Tak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan demi memuluskan program ini sebesar US$8 juta atau setara Rp 108 miliar untuk proyek penelitian, advokasi, dan pembangunan kapasitas komunitas L687.

Bukti nyata Sekularisme

Masjid yang sudah jelas merupakan tempat ibadah orang muslim, pusat pembinaan umat, sama sekali tidak layak menjadi tempat bermaksiat apalagi sampai menjadi pendukung kemaksiatan. Statement Imam Masjid yang menyatakan masjidnya beraliran liberal dan alasan alasan terkait pengibaran bendera juga menunjukkan betapa sudah terbentuk jurang pemisah ajaran Islam dari pengimplementasiannya dalam kehidupan. Bahkan sesuatu yang sudah jelas haram dan perbuatan yang telah terkenal dengan kisah azab yang turun karenanya dapat diputar balikkan dengan asas-asas kebebasan ala sekuler liberal. Padahal dalil haramnya perilaku L687 ini sudah jelas dalam Al-Qur’an, yaitu pada QS Al-A’raf ayat 80—81,

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada sesama lelaki), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.’.”

Jangankan perbuatan mendukung, bahkan dengan diamnya kaum muslimin atas kemaksiatan yang nyata terjadi juga dapat mendatangkan murka Allah swt dan merupakan perbuatan yang sangat dibenci.
“Tidaklah seseorang berada di tengah-tengah suatu kaum yang di dalamnya dilakukan suatu kemaksiatan yang mampu mereka ubah, tetapi mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut, niscaya Allah akan menimpakan siksa-Nya kepada mereka sebelum mereka mati.”(HR Abu Dawud).

Dalam sistem saat ini, pelaku perbuatan menyimpang bukannya didakwahi, namun malah diberikan ruang dengan dalih agar mereka dapat merasakan sisi spiritual. Hal itu menjadi potret nyata bagaimana ‘sisi spiritual’ yang dimaksud memanglah Islam yang hanya berlaku pada ranah ibadah individu dan bagaimana hubungannya dengan tuhannya, Namun menafikkan aturan Tuhan-Islam sebagai patokan dalam tiap aktivitas kehidupan. termasuk bagaimana Islam mengatur aktivitas interaksi dan penyaluran naluri kasih sayang manusia hingga aturan Islam terkait sistem ekonomi, politik, sosial, dsb. Itulah pandangan yang diusung oleh kapitalis sekuler dengan asas pemisahan agama dari kehidupan. Wajarlah negeri yang sekuler mutlak akan melahirkan pemahaman-pemahaman, imam-imam, ulama-ulama, serta tempat ibadah yang sekular pula.

Saatnya Kembali pada Islam

Islam telah jelas mengharamkan perilaku L687. Haram pula mengadopsi konsep kebebasan HAM yang mengantarkan kepada pembiaran bahkan penyebaran ide LGBT secara masif. Apalagi bahaya perilaku ini telat secara nyata tampak jelas. Islam sebagai solusi atas seluruh problem kehidupan tidak hanya memiliki Langkah untuk mengatasi problem ini, tetapi juga mencakup upaya pencegahan munculnya orientasi seksual menyimpang L687. Pun menjadi benteng kokoh yang menghalangi penyebaran perilaku sesat ini melalui metode politiknya.

Kekuatan global dibalik masifnya kampanye L687 serta keseriusan musuh-musuh Islam hendaknya menjadi pemantik semangat pengemban dakwah untuk mensyiarkan Islam Kaffah yang hanya dapat terwujud dengan keberadaan Khilafah Islamiah.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” Wallahualam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 29

Comment here