Oleh : Ratih Ramadani, S.P. (Praktisi Pendidikan)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Namun, realitas yang ada di Indonesia hari ini menunjukkan Gambaran yang sangat berbeda.
Meskipun negara mengingatkan
pentingnya Pendidikan dan menjanjikan program-program bantuan, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyaknya rakyat yang sulit mengakses layanan Pendidikan yang layak, bahkan Pendidikan dasar sekalipun.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan atau sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Ini setara dengan lulusan kelas 9 atau sekolah menengah pertama (SMP). (Beritasatu.com)
Seperti yang dilansir dari Kompas.com- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa berdasarkan data tahun 2024, rata-rata lama sekolah untuk penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun.
“Secara nasional, rata-rata penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas telah menempuh Pendidikan selama 9,22 tahun atau lulus kelas 9 SMP atau sederajat,” ujar Amalia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi x DPR, Selasa (4/3/2025).
Rata-rata, lama sekolah masyarakat Indonesia hanya setara dengan tingkat SMP. Hal ini menjadi masalah serius mengingat pendidikan seharusnya menjadi dasar bagi kemajuan bangsa. Salah satu penyebab utama rendahnya tingkat pendidikan adalah sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Dalam system ini, pendidikan tidak lagi dilihat sebagai hak dasar yang harus dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, melainkan sebagai barang yang hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan ekonomi.
Meskipun pemerintah telah menggulirkan berbagai program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah gratis, dan. Bantuan Pendidikan lainnya, kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua rakyat dapat mengakses layanan pendidikan ini. Program-program tersebut terbatas pada kalangan tertentu dan jumlahnya pun terbatas, sehingga masih banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah atau tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Selain itu, ketimpangan akses semakin terlihat di daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terpencil), di mana layanan 0endidikan sangat sulit dijangkau. Keberadaan fasilitas pendidikan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, ditambah dengan biaya pendidikan yang terus meningkat akibat privatisasi dan swastanisasi, membuat pendidikan semakin sulit dijangkau oleh rakyat kecil.
Dibawah sistem kapitalis, pendidikan seringkali dipandang sebagai alat untuk mencetak tenaga kerja murah yang akan memenuhi kebutuhan pasar. Dalam system ini, pendidikan bukan lagi dilihat sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa atau membentuk pribadi yang berilmu dan bertakwa, tetapi lebih sebagai industri yang berorientasi keuntungan. Kurikulum yang diterapkan pun seringkali disesuaikan dengan kebutuhan pasar, bukan kebutuhan Masyarakat atau tujuan luhur pendidikan itu sendiri.
Pendidikan yang dijadikan komoditas menciptakan ketimpangan yang semakin besar. Di satu sisi, mereka yang mampu membayar mendapatkan akses ke pendidikan yang berkualitas. Sementara itu, mereka yang tidak mampu hanya mendapatkan pendidikan seadanya, yang jauh dari standar kualitas. Ini semakin memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di Masyarakat.
Beda Halnya dalam sistem Khilafah Islam, pendidikan bukanlah sekedar komoditas, tetapi hak setiap warga negara, baik yang kaya maupun yang miskin. Negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan pendidikan secara gratis dan merata, tanpa diskriminasi. Negara Khilafah memiliki sumber daya yang cukup untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyatnya, dengan mengelola anggaran pendidikan dari Baitul Mal, khususnya pos fai’, kharaj, dan kepemilikan umum.
Sistem pendidikan dalam Khilafah tidak bergantung pada pihak swasta. Negara secara langsung mengelola semua sektor pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, tanpa melibatkan pihak swasta yang hanya mencari keuntungan. Tujuannya jelas, yakni menciptakan generasi yang cerdas, berilmu, bertaqwa, dan memiliki keterampilan tinggi untuk membangun negara.
Allah SWT berfirman dalam Al- Qur’an:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah : 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu adalah sumber kemajuan. Dalam Khilafah, setiap individu berhak mendapatkan akses untuk menguasai ilmu pengetahuan, tanpa memandang latar belakang ekonomi atau sosial. [WE/IK].
Views: 14
Comment here