Surat Pembaca

Kekerasan Pemuda, Bukti Rusaknya Sistem

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Muzayyanah Tohari (Praktisi pendidikan)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Masa muda seharusnya dihiasi dengan segudang prestasi. Kuatnya fisik dan akal yang dimiliki pemuda, lazimnya menjadi bekal bagi pemuda untuk berperan besar dalam kehidupan. Tingginya idealisme dan cita-cita yang umumnya menjadi jati diri pemuda, adalah potensi besar bagi kemajuan peradaban manusia.

Namun sayang, fakta pemuda hari ini sepertinya jauh dari fitrah pemuda. Bukan prestasi positif yang menghiasi pemberitaan tentang keadaan pemuda di negeri ini, justru berita negatif yang mendominasi pemberitaan media. Bermacam tindak kriminal dilakoni pemuda saat ini. Narkoba, pergaulan bebas, prostitusi, perkosaan, begal motor, tawuran, dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. Meski tak dipungkiri masih ada pemuda berprestasi yang jadi kebanggaan, namun jumlahnya sedikit sekali.

Belum lama publik dihebohkan dengan viralnya kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat ditjen perpajakan yang mengakibatkan korbannya dalam kondisi koma. Penganiayaan brutal yang dilakukan oleh MD terhadap David, anak petinggi GP Ansor, terjadi di sebuah perumahan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Senin (20/2) sekitar pukul 20.30 WIB. (cnnindonesia.com, 25/2/2023). Sampai hari ini kasus penganiayaan ini sedang ditangani kepolisian.

Keterlibatan pemuda dalam tindak kekerasan juga terjadi di daerah. Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, seorang siswi SMP meninggal usai diperkosa ramai-ramai oleh empat rekan sekolahnya (Kompas.com, 24/2/2023). Sementara, di Purwakarta lima orang pemuda diamankan Polres Purwakarta karena melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan dan atau penganiayaan (jurnalpolri.com, 22/2/2023).

Makin banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh pemuda menggambarkan rusaknya sistem kehidupan saat ini. Sistem kehidupan sekuler yang dianut saat ini, bahkan telah menghilangkan sisi kemanusiaan manusia, termasuk pada pemuda. Sekulerisme telah menjauhkan pemuda dari tuntunan agama. Mereka tak mampu mengenali baik dan buruk, halal dan haram, karena yang menjadi patokan hanyalah manfaat dan kesenangan duniawi. Ketika mereka menghadapi suatu persoalan, mereka akan mengambil solusi pragmatis yang hanya memuaskan nafsunya. Tak ada pertimbangan halal haram dalam perilakunya.

Bahkan, tingginya pendidikan yang telah ditempuh juga tak mampu mencetak pemuda menjadi pribadi yang beriman, bertakwa, berprestasi, dan berakhlak mulia. Sebab, sistem pendidikan yang diterapkan hari ini juga berasaskan sekulerisme. Alhasil, sistem pendidikan ini gagal mencetak pribadi unggul seperti yang dicantumkan dalam tujuan sistem pendidikan nasional.

Sistem kehidupan sekuler juga melahirkan masyarakat yang individualis, tak peduli pada kondisi sekitar. Saling menjaga, saling mengingatkan, saling menolong dalam kebaikan, tak lagi menjadi budaya. Masyarakat disibukkan dengan urusan pribadi masing-masing. Sibuk untuk memenuhi kebutuhan yang memang makin sulit, akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme, di mana tak ada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara.

Semua kondisi tersebut berkontribusi terhadap terciptanya anomali pada pemuda. Alih-alih menjadi harapan masa depan yang cemerlang, mereka malah terlibat dalam berbagai kasus kekerasan, beragam kriminalitas.

Berbeda dengan sistem kehidupan Islam yang tegak di atas aqidah Islam. Sistem kehidupan Islam memandang bahwa kehidupan dunia dan kehidupan akhirat itu berkesinambungan. Dunia adalah ladang akhirat. Apa yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan dunianya, akan berdampak tidak hanya di dunia, tapi hingga kehidupan akhirat. Karenanya, ketika menjalani kehidupan dunianya, manusia akan selalu menimbang status perbuatannya, halal atau haramnya. Inilah ketakwaan individu yang berperan sebagai pengendali pertama pada manusia.

Ketakwaan individu dibentuk melalui pengasuhan dalam keluarga dan pemberlakuan sistem pendidikan Islam oleh negara. Islam mewajibkan orang tua menanamkan keimanan sebagai pondasi hidup sejak dini. Dalam pandangan Islam, setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanya lah yang membentuk anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Allah SWT juga memerintahkan para ayah untuk menjaga keluarga dari api neraka. Tak hanya dalam keluarga, pembentukan karakter anak juga dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara. Melalui sistem pendidikan Islam, diterapkan kurikulum dan metode pengajaran berbasis aqidah Islam, yang akan menghasilkan manusia berkepribadian Islam. Yakni, memiliki pola pikir dan pola sikap islami.

Di samping itu, sistem kehidupan Islam juga memerintahkan manusia beramar makruf nahi munkar. Dengan mekanisme amar makruf nahi munkar, akan tercipta suasana keimanan di tengah-tengah masyarakat. Dalam kehidupan publik akan tercipta kontrol sosial berstandar syariat Islam. Tak akan dibiarkan kemaksiatan terjadi di depan mata, melainkan akan ada nasihat dan peringatan.

Dengan tegaknya tiga pilar yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem Islam oleh negara, akan terbentuk kehidupan yang penuh kedamaian dan ketentraman. Darinya akan lahir para pemuda hebat yang berkepribadian Islam. Pemuda yang akan mewarnai masa depan dengan peradaban cemerlang. Kehidupan dunia yang senantiasa dinaungi rahmat Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 48

Comment here