Opini

Duka Papua : Kelaparan di Atas Tanah Kaya SDA

blank
Bagikan di media sosialmu

Di tengah kekayaan yang luar biasa ini, Papua masih dilanda dengan besarnya ketimpangan pembangunan, kemiskinan dan kelaparan, sulitnya mengakses pendidikan dan kesehatan, hingga kerusakan sistem pergaulan seperti pergaulan bebas dan narkoba yang berimplikasi pada tingginya angka HIV AIDS. Belum lagi adanya ancaman KKB yang semakin memperkeruh suasana Papua.

Oleh : Fatinah Rusydayanti (Aktivis Mahasiswa)

wacana-edukasi.com, OPINI– Papua Tengah dilanda kelaparan, tepatnya di Distrik Agandugume dan Lambewi. Sebanyak kurang lebih 7.500 warga memilih mengungsi akibat kemarau panjang. Kemarau yang terjadi sejak Mei hingga saat ini membuat warga terancam kelaparan, bahkan telah memakan korban jiwa sebanyak 6 warga, yakni 5 dewasa dan 1 bayi yang masih berusia 6 bulan.

Salah Cuaca atau Salah KKB?

Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan, kemarau berkepanjangan diiringi cuaca dingin ekstrim memicu terjadinya gagal panen warga Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Hal ini membuat warga kesulitan mendapatkan bahan makan dan air bersih, hingga dilaporkan lima orang dewasa dan seorang bayi meninggal dunia karena diduga diare dan dehidrasi.

Parahnya lagi, penyaluran bantuan bahan pangan dari luar kini sulit dilakukan karena adanya ancaman dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Bupati Puncak, Willem menyatakan, “Para korban meninggal dunia karena tidak ada makanan dampak dari musim kemarau. Bahan makanan tidak bisa didistribusikan lantaran maskapai penerbangan tak ada yang mau terbang ke daerah itu karena gangguan keamanan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB),” jelas Willem dalam keterangan persnya kepada wartawan, dikutip dari viva.co.id pada Minggu, 30 Juli 2023.

Tanah yang Kaya Ternyata Belum Mampu Menjamin Kesejahteraan

Meskipun cuaca dan masalah keamanan menjadi pemicu puncak peristiwa ini, tapi apakah hanya itu saja faktor penyebabnya? Tanah Papua selalu diingat dengan berbagai kekayaan SDA yang berlimpah, meliputi berbagai jenis sumber daya alam, seperti hutan hujan tropis yang menjadi salah satu yang terbesar di dunia, tambang emas dan tembaga, minyak dan gas bumi, dan perikanan. Kekayaan ini telah lama dimiliki, bahkan masyarakat luar Papua pun ikut menikmati dan merasakan secara langsung hasil kekayaan tersebut. Kini mereka dilanda kelaparan, kemanakah semua kekayaan tanah mereka?

PT Freeport Indonesia sebagai anak perusahaan dari Freeport-McMoRan Inc. sebuah perusahaan pertambangan dan eksplorasi asal Amerika Serikat yang sudah beroperasi di Provinsi Papua hampir setengah abad ini, rasanya tak memberi apa – apa terhadap kesejahteraan masyarakat Papua, kecuali pada para pemangku kepentingan.

Berdasarkan data laporan keuangan Freeport-McMoran, keuntungan yang diperoleh dari Indonesia mencapai US$ 8,43 miliar (Rp 126,39 triliun) sepanjang tahun 2022. Angka tersebut setelah dikurangi biaya royalti, bea ekspor dan biaya-biaya lainnya. Sedangkan untuk biaya royalti dan bea ekspor Freeport untuk operasi di Indonesia hanya tercatat masing-masing sebesar US$ 357 juta (Rp 5,36 triliun ) dan US$ 307 juta (Rp 4,61 triliun). Sangat sedikit bila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh.

Ini baru terkait tambang emasnya saja, belum lagi dengan kekayaan SDA lain seperti minyak dan gas di area Warim, Papua. Menurut data Kementerian ESDM, area tersebut menyimpan potensi minyak sebesar 25,968 miliar barrel dengan nilai US$ 2,06 triliun atau Rp 30.646 triliun (mengacu harga minyak mentah Indonesia per April 2023). Area ini juga menyimpan potensi gas berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan Blok Masela (yang besarnya hanya 10,73 TCf), yakni sebesar 47,37 triliun kaki kubik (TCf).

Di tengah kekayaan yang luar biasa ini, Papua masih dilanda dengan besarnya ketimpangan pembangunan, kemiskinan dan kelaparan, sulitnya mengakses pendidikan dan kesehatan, hingga kerusakan sistem pergaulan seperti pergaulan bebas dan narkoba yang berimplikasi pada tingginya angka HIV AIDS. Belum lagi adanya ancaman KKB yang semakin memperkeruh suasana Papua.

Sistem Politik dan Ekonomi Harus Dibenahi

Cuaca dan sulitnya logistik tak bisa dijadikan pembenaran atas kematian, tidak pula menjadi pembenaran atas kelaparannya 7.500 orang. Cuaca itu bisa diprediksi dan bisa ditentukan langkah – langkah yang harus dilakukan untuk mengatasinya jauh hari sebelumnya, bahkan ketika cuaca yang diprediksi salah. Adapun masalah keamanan, itulah tanggung jawab negara yang seharusnya menjamin keamanan rakyat, polisi dan tentara sebagai aparat keamanan harusnya bisa dikerahkan untuk mengantisipasi ancaman keamanan, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Akar dari kelangkaan jika ditelisik lebih dalam, akan didapati bahwa sistem ekonomi kapitalismelah penyebabnya. Kapitalisme sendiri adalah sistem ekonomi di mana produksi dan distribusi barang dan jasa dikendalikan oleh sektor swasta dan didasarkan pada kepemilikan pribadi atas aset dan sumber daya. Sehingga ketimpangan ekonomi, eksploitasi tenaga kerja, krisis ekonomi, kerusakan lingkungan, hingga kurangnya perhatian pada kebutuhan sosial dan komersialisasi segala hal bisa saja terjadi. Sebab, yang menjadi fokus utamanya adalah keuntungan semata tanpa memperdulikan baik buruk dampak yang ditimbulkan nantinya, kekayaan pun akan cenderung terpusat pada segelintir orang atau korporasi besar sehingga akses pada kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan akan sulit didapatkan bagi orang yang kurang mampu secara materil.

Kembali Pada yang Hakiki

Maka sejatinya, yang dibutuhkan Papua adalah pengurusan oleh penguasa dan sistem yang tepat yang berorientasi bukan pada keuntungan semata tetapi benar – benar menempatkan diri sebagai pengurus rakyat. Tidak berkompromi dengan kapitalis, apalagi mengorbankan kekayaan alam demi kepentingan segelintir orang. Inilah wajah dari Islam yang sebenarnya.

Dalam kepemimpinan Islam, kesejahteraan berhak dimiliki siapapun, baik muslim maupun non muslim, baik kaya maupun miskin, dan dari kalangan apapun. Kebutuhan per kelompok seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan menjadi tanggung jawab negara yang gratis bagi tiap kalangan, tanpa memandang statusnya.

Adapun sumber utama pemasukan negara bukan terletak pada pajak, tetapi pada hasil pengelolaan SDA yang dikelola oleh negara bukan swasta, sebagaimana dalam dikatakan dalam hadist “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Tidak boleh ada kapitalisasi pada harta milik umum.

Tetapi hal ini tidak akan terwujud, jika perubahannya hanya secara parsial saja, ataupun sekedar ganti pemimpin saja. Manisnya Islam, akan terwujud bilamana diterapkan secara sempurna, karena satu sistem akan berhubungan dengan sistem lain.

Wallahu A’lam Bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 15

Comment here