Opini

Deforestasi, Sumber Polutan Biang Kerusakan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Mega Lestari
Aktivis Dakwah Muslimah Peduli Generasi

wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang luas serta kaya akan tanaman yang mampu menjaga keseimbangan ekosistemnya. Hutan primer tropis di Brazil, Republik Kongo, dan Indonesia merupakan hutan yang mampu menyerap gas rumah kaca dalam jumlah yang besar.

Hutan dengan kekayaan dan keberagaman hayati ini merupakan hutan-hutan tua yang diketahui mampu menyimpan dan memanfaatkan karbon efek dari gas rumah kaca tersebut. Dengan menyimpan gas rumah kaca, hutan Indonesia dapat menjadi thermoregulator suhu bagi dunia, selain itu bermanfaat untuk mengurangi efek gas rumah kaca yang disebut-sebut merupakan faktor utama pemanasan global. Hal tersebut menjadi landasan penting mengapa hutan di Indonesia ternyata berfungsi sebagai paru-paru dunia.

Namun sayangnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang kehilangan hutan primer tropis terluas dalam dua dekade terakhir ini akibat deforestasi (perubahan hutan menjadi lahan perkebunan atau pemukiman) serta degradasi (penurunan fungsi atau kerusakan).

Seperti dilansir databoks(dot)com bahwa pada grafik dari World Resources Instute (WRI) dalam laporan Global Forest Review, Indonesia merupakan negara kedua setelah Brazil yang kehilangan hutan primer tropis terluas. Angka kehilangan hutan primer tropis Indonesia mencapai angka 10,2 juta hectare.

Sebelumnya bahkan telah disinggung dalam kesempatan Debat Capres Cawapres pada Minggu (21/01/2024) lalu, cawapres nomor urut 03 Mahfud MD soroti deforestasi hutan di Indonesia yang mencapai angka 12,5 juta hectare yang beberapa waktu kemudian disanggah oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.

Pernyataan ini menjadi perhatian publik, berbagai pertanyaan muncul salah satunya, “mengapa” hutan di negara kita ini mengalami deforestasi begitu luas? Menariknya, hal tersebut sering kali dikaitkan dengan meluasnya wilayah perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang juga ternyata terjadi dalam dua decade terakhir ini.

Merujuk laman resmi Kementrian Pertanian (Kementan) didapatkan data statistik bahwa dari tahun 2006 hingga 2022 terus mengalami perluasan. Bahkan telah mengalami lonjakan perluasan beberapa kali, diantaranya pada tahun 2013 dan 2017. Lonjakan perluasan lahan Perkebunan kelapa sawit terbesar terjadi pada tahun 2017. Terdapat 11,2 juta hektare perkebunan kelapa sawit pada tahun 2016 yang kemudian bertambah menjadi 14,04 juta hectare pada tahun 2017. Itu berarti perluasan perkebunan kelapa sawit dan penambahan area menyentuh angka 2,8 juta hectare dalam satu tahun.

Sungguh angka yang cukup fantastis bukan? Hal tersebut bahkan sampai menuai konflik agraria antara pengusaha dengan masyarakat sehingga pada saat itu Presiden Joko Widodo membuat peraturan yang membatasi perluasan lahan perkebunan kelapa sawit, meski perluasan lahan masih terus meningkat hingga pada tahun 2022 mencapai angka 15,3 juta hektare.

Berdasarkan data FAOSTAT (Food and Agriculture Data), kelapa sawit tumbuh di 45 negara dan yang terluas ada di Indonesia kemudian kedua Malaysia. Total produksi di seluruh dunia tersedia 82% dari Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut juga yang begitu menarik dibahas, bahwa para pengusaha kelapa sawit di Indonesia seolah berlomba untuk memperluas lahan perkebunannya, sehingga dengan segala cara berusaha melakukan deforestasi.

Produksi minyak kelapa maupun inti sawit ini memang cukup menjanjikan bagi para pengusaha sekaligus pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kelapa sawit ini merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran besar dalam pembangunan ekonomi negara kita.

Selain menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, perkebunan kelapa sawit ini juga memang menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

Namun, bagaimanapun juga memperluas lahan perkebunan kelapa sawit dengan melakukan deforestasi bukanlah hal yang patut untuk dibenarkan hanya karena memiliki peranan penting bagi ekonomi negara. Telah disampaikan diawal paragraph tadi bahwa hutan memiliki banyak manfaat bahkan menjadi paru-paru dunia karena ia mampu menyerap, menyimpan, dan memanfaatkan gas rumah kaca.

Menebang atau bahkan membakar hutan yang lebih tua menyebabkan karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer yang kemudian dapat meningkatkan suhu di seluruh dunia. Deforestasi ini juga dapat membuat karbon dioksida terlepas sehingga tentunya udara menjadi tercemar.

Deforestasi tidak hanya mengakibatkan pelepasan karbon, namun juga memicu terjadinya bencana alam seperti banjir serta tanah longsor. Hutan yang juga berfungsi menyerap air hujan akan menurun efektifitasnya, sehingga bencana alam tidak dapat dihindarkan. Terlebih jika benar adanya bahwa deforestasi ini dilakukan untuk memperluas lahan perkebunan kelapa sawit, maka perlu masyarakat ketahui pula limbah pabrik kelapa sawit pun masih menjadi persoalan besar yang menjadi biang kasus teracuni dan terbunuhnya hewan-hewan yang tidak bersalah.

Hutan-hutan yang telah terbentuk sejak lama tentu tidak dapat dengan mudah diganti dengan menanam pohon baru di tempat lain. Itu mengapa banyak sekali ilmuwan yang mengingatkan bahwa jasa ekosistem ini perlu dijaga dan dirawat dengan baik.

Setiap orang berseru “Save Our Earth” namun sebenarnya tidak memahami betul maknanya. Slogan yang luar biasa namun aktualisasi masih seadanya. Bersembunyi di balik ‘kebutuhan minyak’ rakyat dan memperluas lapangan pekerjaan bukanlah suatu hal yang pantas dijadikan alasan untuk terus melakukan perusakan lingkungan.

Ya, realita bahwa semakin hari kebutuhan setiap orang semakin banyak, namun saat ini orang berlomba dalam memenuhi gaya hidupnya. Sehingga kini kekayaan, hingga popularitas membutakan kita untuk tetap melestarikan kekayaan alam Indonesia.

Deforestasi masih terus terjadi dan mungkin akan terus terjadi. Mengapa? Selama negara masih menerapkan sistem sekular-kapitalisme, dimana agama dipisahkan dari kehidupan, maka permasalahan apapun tidak akan tuntas. Semua terbukti dengan data dari fakta yang telah dijelaskan sebelumnya.

Sistem sekular-kapitalisme seolah memberikan solusi cepat namun tak tepat. Solusi yang instan namun tidak sama sekali menyentuh akar permasalahannya.

Sebab begitu banyak celah kemudahan penguasa dengan kebijakan yang dibuatnya terus membuat orang berlomba memperkaya diri mengikuti hawa nafsunya. Hal ini berkaitan pula dengan cara pengelolaan sumber daya alam dalam sistem sekuler-kapitalis hanya menyuguhkan lahan untuk para pengusaha bukan rakyat tak punya.

Lantas, bagaimana Islam menyikapi hal ini?

Pada dasarnya agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan lingkungan. Menebang bahkan sampai membakar hutan, merusak lingkungan hidup demi mengubahnya menjadi lahan perkebunan, pertanian, atau pemukiman bukanlah cerminan dari sikap seorang muslim.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum 30: Ayat 41).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, menurut riwayat Ibnu Abbas dan Ikrimah, al-bahr yang disebutkan dalam surah Ar Rum ayat 41 ini artinya negeri-negeri dan kota-kota yang terletak di tepi sungai. Ada juga yang mengartikan al-barr sebagai daratan dan al-bahr sebagai lautan.

Diriwayatkan Ibnu Hatim, Imam Ibnu Katsir pun juga menjelaskan bahwa maksud firman Allah SWT “telah tampak kerusakan” (Ar Rum: 41) adalah terputusnya hujan yang tidak membasahi bumi dan akhirnya menimbulkan paceklik, sedangkan maksud al-bahr adalah hewan-hewan bumi.

Lebih dalam lagi Ibnu Katsir menafsirkan bahwa kerusakan yang diperbuat oleh tangan manusia tersebut merupakan berkurangnya hasil tanaman-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dilakukan oleh penghuninya.

Perkataan Abul Aliyah yang berbunyi “barangsiapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan”.

Merupakan salah satu bukti bahwa seseorang yang memahami dan memegang teguh agama Islam tentunya tidak akan melakukan deforestasi dan kerusakan alam lainnya.

Islam merupakan agama sekaligus sebuah ideologi yang sempurna, mengatur segala hal dari perkara kecil seperti buang air hingga perkara yang kompleks seperti bernegara. Islam memiliki sistem pembangunan ekonomi yang sangat kuat yang di dalamnya termasuk dalam mengelola sumber daya alam.

Menurut pandangan Islam, hutan, air, energi, segala bentuk sumber daya alam merupakan hak rakyat yang artinya merupakan milik umum. Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW :
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).

Berlandaskan hadist tersebut, pengelolaan sumber daya alam jelas tidak boleh beralih status dari kepemilikan umum menjadi milik swasta atau perorangan. Artinya jika statusnya milik umum, maka tugas negara itu mengelola, dan mengembalikan hasil SDA yang dikelola untuk kemaslahatan rakyat seluruhnya.

Hasilnya disalurkan dalam bentuk pendidikan, kesehatan yang layak dan terjangkau bahkan bisa gratis, juga sarana dan prasarana fasilitas yang memadai dan merata ke seluruh pelosok wilayah. Tentu semua bisa diwujudkan saat Islam diterapkan dalam lingkup negara bukan sekedar individunya saja.

Lalu jika sistem sekular-kapitalisme yang masih terus dipertahankan, bukan hukum Allah SWT, maka deforestasi sangat mungkin akan terus berulang. Sungguh hanya Islam solusi terbaik untuk mencapai Indonesia yang jauh lebih maju. Sebagaimana manusia terbaik Nabi Saw. pernah contohkan di Madinah, hingga diteruskan oleh para sahabat juga para khalifah selama 13 abad lebih yang tertulis dalam sejarah peradaban gemilang.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 29

Comment here