Opini

Benarkah Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Akibat Kekurangan Anggaran?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rayani umma Aqila

wacana-edukasi.com — Kelebihan penghuni di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) atau penjara sudah lama terjadi, seperti kamar tahanan (sel) di LAPAS Pemuda Kelas II di Tangerang Banten, kamar yang seharusnya diisi maksimal delapan orang, namun terisi lebih, Untuk duduk saja sudah susah, apalagi tidur. Supaya bisa tidur, ada yang memilih tidur di atas seperti kelelawar. LAPAS Kelas I Tangerang juga disebut oleh Menkopolhukam Mahfud MD, sudah kelebihan kapasitas sampai 400 persen. kompas.id (11/9/2021) Hingga terjadi kebakaran di Lapas tersebut yang terjadi dini hari sekitar pukul 01.50 WIB. Penyebab kebakaran LAPAS Kelas I Tangerang Banten masih dalam tahap penyelidikan. Data dari situs Ditjen PAS memastikan LAPAS Kelas I Tangerang Banten berkapasitas sejumlah 600 orang dan dihuni oleh tahanan dan narapidana dan mengalami kelebihan kapasitas hingga 245 persen. cnn.indonesia (8/9/2021)

Mahfud MD, menuturkan fenomena kelebihan kapasitas ini sudah sering ditemuinya sejak menjadi Anggota DPR pada 2004 silam. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan, sebenarnya sudah lama pemerintah ingin membangun lapas baru. Namun, semua itu belum terlaksana karena kekurangan anggaran. Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan bahwa LAPAS Klas 1 Tangerang melebihi kapasitas hingga sebanyak 400 persen dengan penghuni sebanyak 2.072. orang, Yasonna juga menjelaskan kondisi lapas tersebut sudah sangat tua dan tak layak huni. Dibangun sejak dulu tahun 1977 dan sejak peresmiannya tahun 1982, LAPAS Klas I Tangerang belum mengalami perbaikan instalasi kelistrikannya. Selain Hussein, Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Maruf Bajammal, menyatakan penerapan UU Narkotika memberikan konstribusi terhadap kelebihan kapasitas sehingga berdampak pada jatuhnya korban jiwa akibat kebakaran di LAPAS Klas I Tangerang, Banten.

Maruf menyebutkan sedari awal jika pemerintah dalam hal ini Menkumham (Menteri Hukum dan HAM ) Yasonna Laoly, melakukan langkah-kangkah antisipasi merevisi UU Narkotika, maka tidak akan ada kelebihan kapasitas tampung di LAPAS Klas I Tangerang. Dengan demikian, jatuhnya korban jiwa akibat kebakaran bisa dicegah, 43 orang pun tewas terbakar karena kebakaran di penjara yang melebihi kapasitas. Tentunya tragedi ini menyesakkan dada sebab lapas adalah tempat menjalani masa hukuman seharusnya tetap dikondisikan manusiawi bukan LAPAS yang tidak terawat bahkan hingga kelebihan kapasitas. Namun, naasnya nyawa manusia dalam sistem kapitalisme tidak jauh berharga dibanding dengan yang namanya anggaran seperti yang dikatakan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, sekalipun masalah terendus sejak tahun 2004 silam upaya perbaikan belum dilakukan alasannya karena tidak ada anggaran nanti setelah ada korban jiwa pemerintah baru segera bergerak. Padahal sebenarnya anggaran bukan masalah yang berarti. Pasalnya negeri ini begitu kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), yang jika dikelola secara benar hasilnya dapat di gunakan sebagai anggaran untuk perbaikan LAPAS sayangnya, paradigma sekuler kapitalis yang menjadikan corak kepemimpinan saat ini membuat Sumber Daya Alam ( SDA) dikuasai oleh korporat kapitalis keuntungan hasil kekayaan alam masuk ke kantong – kantong pribadi mereka.

Alhasil, kondisi ini menjadi penguasa sering bersembunyi dibalik narasi tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mengurus rakyat, Negara juga salah kaprah dengan rencana merevisi UU Narkoba dan lebih dari itu sistem sekuler kapitalis menjadikan hukum buatan yang beredar ditengah manusia adalah hukum buatan manusia, akibatnya corak sanksi yang diberikan pada pelaku semisal hal ini adalah sanksi penjara yang tidak memberikan efek jera sehingga berbagai macam kriminalitas tetap terpelihara hal ini menjadi sebuah keniscayaan sebab ciri khas hukum manusia itu dipengaruhi oleh akal yang terbatas yang tidak mampu menjangkau hal-hal diluar penginderaan manusia inilah akar permasalahannya sistem sanksi yang bertumpu pada sekularisme sehingga sanksi dalam hal ini (penjara) sangat ringan tidak efektif dan tidak memberikan efek dalam memenjarakan pelaku dan abainya negara memberi perlakuan layak pada lembaga LAPAS. Untuk itu masalah dasarnya adalah terus dipeliharanya bermacam sumber kriminalitas dalam sistem sekuler saat ini, bertumpunya sanksi hukum pada kurungan atau penjara yang tidak efektif memenjarakan pelaku dan abainya negara memberi perlakuan layak pada Lembaga LAPAS. Negara hanya berkomentar akan membangun Gedung baru agar tidak terlalu melebihi kapasitas, Negara gagal paham masalah dalam hal ini.

Untuk ini sangat kontras dengan sistem Islam yang terimplementasi yaitu sistem khilafah sebagai negara penerap aturan Allah SWT, teruntuk semua arah pandang cara dan akan berkiblat pada hukum syara dalam Islam penjara dipandang sebagai salah satu jenis dari ta’zir. Ta’zir adalah sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh Khalifah. Syekh Abdurrahman Al Maliky sistem sanksi dalam Islam menjelaskan bahwa pemenjaraan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur diri sendiri artinya, kebebasan atau kemerdekaan individu untuk benar-benar dibatasi sebatas apa yang dibutuhkan sebagai seorang manusia pelajaran adalah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melakukan kejahatan ini artinya penjara adalah sarana dimana orang yang menjalani hukuman dalam pemenjaraan itu orang yang melakukan kejahatan menjadi jera dan dapat mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama.

Karena itu penjara harus memberi rasa takut dan cemas bagi orang yang dipenjara. Tidak boleh ada lampu penerangan dan segala jenis pertunjukan hiburan serta tidak boleh ada alat komunikasi dalam bentuk apapun sebab demikian penjara adalah merupakan sarana untuk menegakkan hukum bagi para pelanggar hukum dan pelaku kejahatan sarana untuk menghukum para pelanggar kejahatan dan tidak mempedulikan, apakah orang tersebut fakir atau aghniya, tokoh dalam masyarakat, atau masyarakat biasa semua diperlakukan sama. Sanksi dengan pemenjaraan dicontohkan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Namun demikian, bukan berarti negara bersikap tidak manusiawi seorang narapidana tetap mendapatkan makan dan minum hanya dibatasi boleh tidur atau istirahat boleh dikunjungi keluarga atau kerabat dekat dengan waktu kunjungan yang singkat bahkan jika kepala penjara dipandang perlu untuk mendatangkan istri narapidana hal itu diperbolehkan tentu dengan melihat bagaimana perilaku sinarapidana dan latar belakangnya.

Jadi, sungguh sangat manusiawi, namun bukan mengistimewakan dengan model penjara seperti diatas, tentu akan menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan. Efek jera inilah yang memiliki fungsi sebagai zawajir ( pencegah ) di dunia dengan demikian hukum sanksi yang ditimpakan akan menghalangi pelaku yang melanggar hukum atau orang lain untuk melakukan kejahatan serupa bahkan setiap sanksi yang dijatuhkan yang oleh seorang Qadhi atau hakim, juga berfungsi sebagai jawabir atau penebus dosa di hari kemudian bagi para pelaku kejahatan sebab setiap kejahatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja merupakan dosa dan dosa akan berbalas siksa atau azab. Karena, inilah sanksi dalam Islam akan mampu menembusnya seperti zaman dulu jaman keemasan Islam pada saat Khalifah Umar bin Khattab membelanjakan 8000 dirham untuk perbaikan penjara. Tentu hal ini bisa saja terwujud jika penerapan aturan Islam dilaksanakan secara kaffah. Wallahu A’lam Bisshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here