Opini

TKA Merapat di Tengah Drama Mudik, Bagaimana Wabah Berakhir?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Mustika Lestari

(Pemerhati Kebijakan Publik)

Wacana-edukasi.com — Di tengah upaya meminimalisasi penyebaran virus Covid-19 pada saat libur Idul Fitri 2021, kita kembali menyaksikan inkonsistensi pemerintah dengan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia, Kamis (13/5/21).
Padahal, pemerintah sedang memberlakukan larangan mudik bagi masyarakat Indonesia.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal pun menyoroti hal itu. Ia mempertanyakan sikap para menteri dan satuan tugas (Satgas) Covid-19 yang selama ini keras menyatakan larangan mudik, tetapi bersikap sebaliknya terhadap kedatangan para TKA Cina yang justru digelar “karpet merah.”

Said menduga bahwa masuknya TKA Cina ke Tanah Air berkaitan dengan kemudahan yang diberikan Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Menurutnya, sejak UU tersebut diberlakukan TKA tidak perlu lagi mengantongi surat izin tertulis dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk bisa bekerja di Indonesia, melainkan cukup mengisi form Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang diserahkan ke Kemenaker (http://sindonews.com, 16 Mei 2021).

Kebijakan Pro Kapitalis

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menjelaskan alasan pemerintah mengizinkan TKA masuk ke Tanah Air di masa larangan mudik 6-17 Mei 2021 berkaitan dengan kebutuhan industri, bukan mudik. “Karena TKA ini konteksnya berbeda dengan mudik. Ini terkait dengan masalah jadwal produksi dari beberapa industri yang sangat strategis untuk perekonomian kita, yang memang investasinya dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan sebagainya,” jelas Susiwijono, Senin (17/5).

Susiwijono melihat tidak ada pelanggaran prosedur dengan masuknya TKA di masa peniadaan mudik. Berdasarkan peraturan yang ada, yang dilarang adalah aktivitas mudik, sementara kegiatan normal apa pun yang bukan dalam konteks mudik seperti kegiatan bisnis dan usaha tidak ada larangan di dalam negeri (https://m.liputan6.com, 17/5/2021).

Aneh tapi nyata! Penetapan kebijakan larangan mudik untuk mempersempit gerak pandemi Covid-19 kian tak terdefinisi. Hampir seluruh wilayah memberlakukan pembatasan mobilisasi massa, sementara TKA episentrum pertama pandemi Covid-19 justru merapat dengan bebas. Ironisnya, kedatangan mereka mendapat dukungan dari pemerintah yang seolah tidak ada setitik saja kekhawatiran terhadap potensi membludaknya kasus Covid-19 di dalam negeri.

Jelas rakyat kecewa. Mereka tak pernah berhenti menolak kebijakan ini, mengingat rakyat skala nasional masih dirundung wabah. Sayangnya, pemerintah tetap tak bergeming dan bersikap seolah keluh kesah itu sekadar angin lewat. Rakyat yang sejatinya sangat mengharapkan perhatian atas kesehatannya, lagi-lagi pemerintah justru menjalin hubungan harmonis di belakang layar dengan tamu istimewanya atas nama investasi.

Realitas ini semakin menampilkan wajah asli pemerintah sebagai fasilitator setia bagi pemodal (kapitalis) melalui gebrakan kebijakan yang ada. Omnibus Law UU Ciptaker adalah salah satu kebijakan yang menjembataninya sebagai jajanan yang diperdagangkan kepada investor dengan keyakinan bahwa akan membawa angin segar bagi arus investasi. Atas dasar inilah, pemerintah tidak mempermasalahkan kedatangan ratusan WNA Cina di tengah larangan mudik.

Sebagaimana ungkapan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, Indonesia sangat membutuhkan investasi karenanya ratusan TKA Cina yang tiba di Indonesia perlu dimaklumi. “Investasi yang dilakukan Cina ataupun megara mana pun, pasti ada syarat atau keinginan dari pemilik investasi (ketika investasi ke Indonesia). Kita harus menghargai atau menghormati kepentingan pemilik investasi, karena sekali lagi kita butuh investasi tersebut.” ujar Piter, Senin (10/5) lalu. (https://m.tribunnews.com, 10/5/2021).

Sejatinya, keberadaan kapitalis Cina telah merajai tatanan Indonesia. Investasi dan proyek infrastruktur terus membanjiri negeri ini. Maka tidak heran jika pemerintah tak berkutik ketika berhadapan dengan sang raja (investor Cina) meski di satu sisi bayang-bayang kehancuran bangsa akibat hantaman pandemi, serta kedaulatan negara yang nyaris tergadai senantiasa menghantui.

Kini, negara semakin jauh berada dalam jeratan kapitalis yang ingin menjarah SDA demi menumpuk kekayaan pribadi. Mirisnya, celah itu semakin terbuka lebar oleh pemerintah demi peluang bisnis, sekalipun di tengah ganasnya pandemi Covid-19. Mereka terus bernarasi bahwa langkah ini untuk memperkuat perekonomian, tetapi yang perlu kita sadari adalah perekonomian itu bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan mempermudah para pemodal kelas kakap untuk menjarah negeri ini tanpa sisa. Semua itu karena bagian dari paket perjanjian.

Seharusnya pemerintah menghentikan masuknya TKA, selain sebagai upaya untuk mengurangi penularan virus, juga menyelamatkan negeri ini dari ketergantungan terhadap negara lain. Namun, apabila sikap pemerintah justru menggelar karpet merah terhadap mereka, berharap demikian bak “pungguk merindukan bulan.”

Inilah sekelumit potret kehidupan dunia yang memegang teguh sistem Kapitalisme—demokrasi. Sistem ini tidak layak menjadi tempat rakyat mengharap perlindungan. Pemimpin khas kapitalisme lekat dengan jiwa materialistik yang hanya sibuk memikirkan ego dan kepentingannya sendiri, sibuk mengurus apa yang seharusnya masih bisa ditunda, sementara rakyat selalu menjadi korban kebijakannya yang tak tentu arah. Satu hal yang pasti, bahwa sistem ini lebih mengutamakan kepentingan segolongan pemangku kuasa dan kapitalis yang berdompet tebal, karena ketakutan akan kerugian materi lebih besar daripada kepentingan banyak manusia, khususnya rakyat. Jika manusia masih berkubang pada lingkaran ini, niscaya dengan sendirinya akan terbunuh oleh sistem itu sendiri.

Islam Memperhatikan Kemaslahatan Umat

Islam memiliki konsep syar’i dalam menyelesaikan pandemi, sebagaimana saat ini. Dalam Islam, kepentingan dan keselamatan rakyat begitu diperhatikan. Negara akan senantiasa hadir dalam setiap situasi dan kondisi untuk menjalankan fungsinya sebagai pelindung rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Seorang imam (kepala negara) itu bagaikan perisai, tempat kaum Muslim berperang dan berlindung di belakangnya.” (HR. Muslim).

Dalam hal ini, ketika terjadi wabah dan telah menyebar dalam berbagai lini kehidupan manusia, maka negara dan pemimpinnya harus memainkan peran penting dengan mengacu kepada syariat Islam. Terkait kebijakan yang senantiasa bergantung pada permintaan kapitalis, maka pemangku kebijakan harus berani dan tegas dalam mengambil sikap, memilih rakyat atau investor asing. Mulai dari pencabutan UU Omnibus Law hingga mengganti standar aturan. Sebab, Islam mengamanahkan jiwa yang berani kepada sosok pemimpin yang dipercayainya atas segala urusan rakyat. Sebagaimana hal itu, seharusnya pemimpin yang baik adalah ia yang bertujuan hanya untuk menyejahterakan rakyat semata, bukan abai apalagi menzaliminya.

Dengan standar kemaslahatan manusia, pemimpin akan mencabut aturan semacam Omnibus Law yang jelas-jelas menguntungkan asing, bukan rakyat. Sekaligus mengubah sistem yang ada menjadi tata aturan Islam yang lengkap (https://www.muslimahnews.com, 23/5/2021).

Maka jelas untuk mengatasi Covid-19 ini, selain dibutuhkan pemimpin yang taat dan tegas, juga membutuhkan sistem yang benar (khilafah), yakni sistem politik yang menempatkan syariat Islam kafah sebagai solusi atas semua masalah, termasuk wabah Covid-19 yang ditopang kebijakan politik, ekonomi serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here