Opini

Sistem Islam Menjaga Nyawa Manusia

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Kholda 

Komunitas Rindu Surga, Pegiat Literasi

wacana-edukasi.com– Dunia pesepakbolaan Indonesia kembali berduka. Hingga tulisan ini dibuat 129 orang dikabarkan tewas dan lebih dari 180 orang mengalami luka-luka usai menyaksikan pertandingan bergengsi antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Kejadian tersebut terjadi di akhir pertandingan dimana Arema FC (Singo Edan) kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya. Hal ini membuat suporter Arema FC turun ke lapangan diikuti beberapa petugas keamanan.

Menurut salah satu Aremania yang menjadi korban di dalam insiden tersebut, yakni Muhammad Riandi Cahyono, dirinya juga turut terjun ke lapangan bersama Aremania lainnya. Hal itu ia lakukan semata-mata untuk menyampaikan protes atas kekalahan yang dialami klub kebanggaannya. Akan tetapi bukan respon positif yang didapatkan, melainkan perlakuan yang tidak manusiawi. Tidak sedikit Aremania yang mendapatkan pukulan dari petugas sehingga membuatnya sedih dan kecewa. Belum lagi petugas yang menembakkan gas air mata kepada suporter hingga banyak yang mengalami sesak nafas dan kesakitan. Parahnya lagi gas air mata tidak hanya ditembakkan di dalam stadion, namun juga di luar. (Republika, Ahad 2/10/2022)

Tragedi memilukan yang begitu menguras emosi sebenarnya bukan kali ini saja terjadi di dunia pesepakbolaan baik di dalam maupun di luar negeri. Tengok saja di Kamerun pada Januari 2022 misalnya. Tragedi kerusuhan itu merenggut delapan nyawa dan puluhan orang lainnya luka-luka. Di Mesir pada bulan Februari 2012 tercatat 73 orang tewas dan lebih dari 1000 orang terluka. Di Pantai Gading pada Maret 2009 menewaskan 19 orang, dan masih banyak lagi di negara-negara lainnya.

Di Kanjuruhan sendiri merupakan fakta terbaru yang banyak memakan korban. Laga yang berakhir ricuh ini dihalau dengan ditembakkannya gas air mata oleh petugas untuk mengendalikan massa. Namun mirisnya gas air mata tersebut tidak hanya diarahkan ke lapangan namun sejumlah tribun di stadion pun ikut menjadi sasaran. Hal inilah yang diduga kuat memicu tewasnya ratusan orang karena kesakitan, terinjak-injak hingga sulit untuk keluar stadion.

Tragedi tersebut ternyata telah memicu perdebatan terkait aturan resmi Federation Internationale de Football Association (FIFA) sebagai federasi sepakbola internasional terkait penggunaan gas air mata di dalam stadion. Mengutip dokumen “FIFA Stadion Safety and Security”, diketahui terdapat larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 19 Nomor b tentang Pitchside Stewart, yang berbunyi “No fi rearms or “crowd control gas” shall be carried or used.” Yang artinya, tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa. Ini jelas bahwa gas air mata yang dibawa aparat saat pertandingan telah menyalahi prosedur, apalagi faktanya gas itu ditembakkan di lapangan.

Selain itu, pendukung klub ‘Singo Edan’ ini sepertinya sudah kehilangan kontrol. Layaknya permainan, pasti ada yang menang dan ada pula yang kalah. Namun ketika klub kebanggaannya kalah di kandang sendiri, mereka seolah tidak mau terima. Fanatisme atau ashabiyah telah merasuk ke dalam jiwa yang menjadikan mereka tidak bisa mengendalikan emosi. Sehingga meluapkan kekecewaan dengan menerobos ke lapangan tanpa memedulikan keselamatan nyawanya. Semua demi harga diri, klub kesayangannya, dan daerah yang dicintainya. Meski pada akhirnya nyawa mereka menjadi taruhannya.

Sungguh sangat memprihatinkan kondisi pesepakbolaan tanah air. Berulangnya kerusuhan di akhir pertandingan sepakbola ini seolah menunjukkan adanya sikap kurang peduli yang mengarah pada pembiaran yang dilakukan oleh negara. Lebih dari pada itu, tindakan aparat juga terkesan represif dalam menangani kerusuhan yang terjadi. Hal itu tampak dari penggunaan gas air mata oleh aparat yang sejatinya tindakan tersebut dilarang dalam pertandingan sepakbola. Entah karena ketidakpahaman aparat terkait aturan FIFA atau karena kelalaian. Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari aparat kepolisian terkait alasan mereka membekali anggotanya dengan gas air mata.

Tragedi memilukan seperti di atas tentunya dapat dihindari ketika fanatisme tidak menjadi acuan dan aparat bertindak tepat dalam mengatasi kerusuhan. Namun sayangnya justru inilah yang terjadi, tindakan represif aparat dan fanatisme pendukung yang mendominasi terjadinya kerusuhan dan lenyapnya ratusan nyawa manusia.

Itulah gambaran jelas wajah asli kepemimpinan yang digawangi sistem Barat Kapitalisme Demokrasi. Asasnya sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Maka dari itu tindakan yang diambil pun sangat jauh dari nilai agama. Komitmen akan menegakkan HAM nyatanya dinodai oleh perilaku sendiri yang represif terhadap masyarakat.

Sangat berbeda dengan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai pondasinya. Kekuasan dalam Islam diposisikan sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam secara praktis di semua aspek kehidupan. Salah satu fungsi penerapannya adalah untuk menjaga jiwa manusia.

Di dalam Islam, jangankan pembunuhan, menimpakan bahaya atau kesengsaraan kepada sesama saja diharamkan. Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Siapa saja yang membahayakan orang lain, Allah akan menimpakan bahaya kepada dirinya. Siapa saja yang menyusahkan orang lain, Allah akan menimpakan kesusahan kepada dirinya.” (HR al-Hakim)

Hadis tersebut berlaku umum, apakah menimpakan bahaya kecil atau besar, mengancam jiwa atau tidak, semua itu diharamkan oleh Allah Swt.. Melihat hadis ini, kita dapat mencerna seberapa besar bahaya yang ditimpakan aparat dengan gas air matanya. Apakah sanggupuntuk mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak?

Terkait fanatisme atau ashabiyah dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda: “Bukan termasuk golongan kami, orang yang mengajak kepada ashabiyah, berperang karena ashabiyah, mati karena ashabiyah.” (HR Abu Dawud)

Itulah bentuk penjagaan Islam terhadap umat-Nya. Juga terhadap penguasa agar tidak berlaku sewenang-wenang, zalim, dan diktator terhadap rakyatnya. Rakyat adalah amanah yang diberikan kepada penguasa. Sudah seharusnya seorang pemimpin melindungi dengan tangannya bahkan hingga nyawa taruhannya. Dengan penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) niscaya umat akan terjaga baik harta maupun jiwa, karena sistem inilah satu-satunya yang mampu menebar kebaikan dan kasih sayang terhadap umat manusia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 23

Comment here