Opini

Digital Event 2020: Antara Demokrasi dan Khilafah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurhikmah (Team Pena Ideologis Maros)

Wacana-edukasi.com — “Sebagai seorang ibu, muslimah, dan masyarakat kini kita merasakan suatu kondisi kehidupan tanpa keberkahan serta ketidaksejahteraan. Hal ini tidak bisa dibiarkan hingga bergulir pergerakan untuk menyolusikan masalah tersebut.” Penggalan kalimat menggugah sebagai pembuka dari Ibu Hj. Firda Muthmainnah, S.Si. selaku MC pada agenda digital event Refleksi Akhir Tahun (RATU) yang begitu luar biasa, dengan tema “Berkah dengan Khiafah”.

Mulai dari tokoh masyarakat, para ummahat, pemuda, hingga remaja turut meramaikan event RATU. Terdapat 3 narasumber sebagai pembicara dalam event tersebut, ketiganya mampu menjelaskan dengan gamblang dan lengkap berbagai fakta, kerusakan, serta kegagalan dari sistem demokrasi, kemudian menjelaskan solusi paripurna sebagai ganti dari sistem demokrasi.

Ketiga narasumber tersebut ialah Ibu Hj.Ir. Dedeh Wahidah Achmad selaku Konsultan dan Trainer Keluarga Sakinah, Ibu Pratma Julia Sunjandari, S.P. selaku Pengamat Kebijakan Publik, serta Ibu Ratu Erma Rahmayanti, S.P. selaku Pemerhati Kebijakan Keluarga Dan Generasi.

Berbagai kerusakan yang menimpa Indonesia hingga dunia nyatanya memang telah disadari oleh hampir seluruh elemen masyarakat, terlebih masyarakat menengah ke bawah. Hampir setiap sudut jalan, pedesaan, perkotaan, hingga penghuni kolong jembatan pasti akan mengakui dengan sadar bahwa ia tak mendapatkan kesejahteraan hidup di bawah kungkungan demokrasi-kapitalis, kecuali hanya sedikit saja.

Mulai dari kerusakan moral para remaja, kejahatan di mana-mana, narkoba merjalela, hidup rakyat makin sengsara, ekonomi negara diambang resesi, para pejabat makin gemar korupsi, si pemilik modal makin kaya, yang miskin semakin miskin, bahkan asing telah menguasai sumber daya negara. Hal ini cukup menjadi bukti akan kegagalan demokrasi dalam memimpin negara.

Maka tak ayal, hal ini cukup menjadi alasan untuk mencampakkan demokrasi yang sedari awalnya memang berasal dari ideologi yang batil ialah sekularisme-kapitalisme (paham yang memisahkan antara aturan beragama dari kehidupan). Ibarat tumbuhan yang memang sedari awal telah rusak dan busuk disebabkan oleh bakteri juga virus, akan mustahil untuk diperbaiki kembali.
Sehingga, tepatlah apa yang disampaikan oleh Ibu Hj.Ir. Dedeh Wahidah Achmad dalam event digital tersebut bahwa “Tidak ada alasan apa pun untuk melanjutkan demokrasi. Tidak ada harapan lagi pada demokrasi. Kerusakan demokrasi tidak bisa dipertahankan lagi. ”

Hal tersebut kemudian diperkuat oleh pernyataan yang diberikan pengamat kebijakan publik, ibu Pratma Julia Sunjandari, S.P. bahwa “Demokrasi adalah sistem yang gagal. Demokrasi meninggalkan semua tujuan bernegara. Kesejahteraan, keadilan, kemandirian sebagai bangsa, persatuan. Semuanya tidak mungkin tercapai dalam sistem pemerintahan demokrasi. ”

Demokrasi dalam Perspektif Islam

Dalam sejarahnya saja demokrasi sangat tak berkaitan sedikit pun dengan Islam, malah justru bertentangan, awalnya demokrasi lahir di Eropa pada abad pertengahan sebagai solusi atas kediktatoran raja (Eropa) terhadap rakyat dengan mengatasnamakan agama (gereja).

Atas penindasan yang dirasakan oleh rakyat tersebut, maka mulailah para pemikir-pemikir Eropa untuk melakukan suatu gebrakan perubahan, dengan melahirkan sebuah ide bahwa aturan agama hanya untuk kalangan gereja dan aturan kehidupan rakyat dibuat oleh mereka sendiri, sehingga dari sini lah kemudian tercipta istiah “Suara rakyat adalah suara Tuhan” sebab aturan yang dibuat rakyat tentu berdasar pada kepentingan dan kebaikan dari rakyat itu sendiri.

Stigma suara rakyat adalah suara Tuhan tentu suatu hal yang sangat batil dan bertentangan dari ajaran Islam. Sebab, dalam Islam kedaulatan tertinggi berada ditangan Syara’ yang artinya bahwa yang berhak membuat hukum hanyalah Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. bahwa “… menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS. Al-An’am: 57)

Rakyat (manusia) hanya bertugas sebagai pelaksana dari hukum syara’ tersebut bukan sebagai pembuat, karena memang notabanenya seorang manusia adalah makhluk yang serba terbatas dan lemah. Sungguh tak akan dapat tercipta suatu aturan yang sempurna jika pembuatnya saja sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saatnya manusia khususnya umat Islam menyadari bahwa demokrasi adalah sistem yang batil lagi rusak, kemudian turut berjuang untuk menggantinya dengan sistem yang jauh lebih sempurna dan paripurna yakni sistem Islam yang hanya bisa terterapkan jika ada daulah (negara) yang mewadahinya dalam hal ini ialah Khilafah Islamiah.

Dengan Khilafah, segala tujuan suatu negara yakni memberikan kesejahteraan maupun keadilan kepada seluruh rakyat yang berada di bawah naungannya dapat terealisasikan. Hal ini dijelaskan pula oleh Ibu Ratu Erma Rahmayanti, S.P. bahwa “Khilafah pasti akan mampu merealisasikan tujuan bernegara karena mendapat jaminan langsung dari Allah Swt. Jaminan tersebut ialah:
1. Keunggulan konstitusinya,
2. Kemampuan pemimpinnya,
3. Keefektifan struktur pemerintahannya, dan
4. Kesatuan komandonya.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 2

Comment here