Opini

Peta Kurikulum Dikolaborasi, ke Mana Arah Pendidikan bagi Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nadia Fransiska Lutfiani S.P ( Aktivis Dakwah, Pendidik, Pegiat Literasi )

Wacana-edukasi.comDunia pendidikan terus mengalami perubahan dan penyesuaian dengan mengikuti perkembangan. Tidak terhitung sudah berapa kali kurikulum diujicobakan demi memperoleh capaian yang diinginkan.

Awal tahun baru ini pendidikan mendapatkan kado baru berupa kolaborasi pembelajaran demi membangun kreativitas pelajar disekolah dengan program proyek based learning sebagai lanjutan pengembangan kebijakan Merdeka Belajar yang digalakkan tahun sebelumnya, hal ini dijelaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim (medcom.id, 16/1/2021).

Mencermati langkah tersebut, Sekertaris Umum Persekutuan Wali Gereja Indonesia, Jacky Manuputty, mendesak agar peta jalan pendidikan harus sunguh-sungguh mempertimbangkan pengembangan dengan sistem pendidikan mengarah pada kemajuan dan kontribusi global (JPNN.COM, 13/ 1/2021)

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto mengatakan, kolaborasi pembelajaran ini harus terus dilakukan demi terciptanya terobosan agar bisa bersaing dengan dunia usaha dan industri, artinya perkawinan atau kolaborasi ini sebagai bentuk mendorong aspek pendidikan vokasi bagi pelajar agar siap untuk bekerja atau diterima didunia kerja. Bahkan Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Agus Indarjo, menyatakan hal tersebut sebagai langkah pelajar menentukan visinya sebelum terjun ke dunia kerja dan bahkan sudah ada universitas di Jakarta yang bekerjasama dengan perusahaan ternama (Mediaindonesia.com, 21/1/2021).

Kapitalis Mencetak Generasi Materialis

Program utama kurikulum pendidikan berbasis vokasi dan konsep link-match dikritik berbagai kalangan, peta kurikulum tersebut didesain dalam jangka waktu dari tahun 2020-2035. Ada pihak yang menanggap peta konsep tidak bisa diterapkan di semua kalangan jenjang, ada juga pihak yang menyatakan tidak setuju lantaran konsep yang belum jelas.

Kebijakan kurikulum tidak lepas dari asas yang mengatur. Kehidupan hari ini bertumpu pada aspek asas manfaat dan untung rugi belaka, terbukti tujuan pembelajaran adalah output yang menguntungkan dengan terjun didunia kerja. Bahkan nilai akademik dijadikan standar acuan keberhasilan.

Pendidikan sebagai tempat mencetak generasi dari ilmu yang diajarkan, generasi yang akan melanjutkan masa depan bangsa. Namun, esensi tersebut kini hilang dari benak. Nyawa pendidikan tidak lagi hadir membawa perubahan gemilang. Mahalnya biaya menjadi salah satu faktor ketimpangan, hak pendidikan yang tidak merata menjadikan sebagian kalangan kehilangan masa depan dan cita-citanya sementara bagi mereka yang berkecukupan mampu menembus hingga pendidikan tinggi/universitas. Mengapa ini terjadi?

Mahalnya biaya pendidikan sejalan dengan mahalnya pengadaan program pendidikan yang diselenggarakan. Semua dihitung atas dasar modal, semakin banyak modal semakin layak fasilitas. Wajar lahir anggapan balik modal untuk pendidikan.

Kurikulum acuan bahkan disesuaikan dengan kebutuhan pasar, bukan lagi mendidik bagaimana ilmu sebagai bekal menciptakan jiwa besar yang bertanggung jawab, tetapi fokus menciptakan kemampuan agar bisa diterima dalam persaingan dunia global.

Ilmu untuk keuntungan bukan lagi demi kemuliaan. hingga hari ini lahirlah kurikulum perkawinan masal atau kolaborasi pembelajaran demi tercapainya kemampuan yang diinginkan dunia kerja dan persaingan global.

Konsep aturan demokrasi yang lahir dari kapitalisme kental dengan kebebasan ternyata melahirkan aturan yang sama bebasnya, bebas menempatkan generasi menjadi bagian budak kapitalis, berorientasi untuk materi.

Dunia vokasi adalah dunia kerja, pendidikan didesain bagaimana ilmu tersebut layak dan memenuhi standart industri pekerjaan yang diminati. Tidak lagi mulia dan memuliakan dengan ilmunya, namun memanfaatkan ilmunya demi permintaan para pemodal. Kemana arah penerus generasi yang didambakan demi perubahan ini ?

Islam Mewujudkan Generasi Mulia

Berkaca tentang kejayaan dan kegemilangan Islam sudah tidak bisa dielakkan, telah diakui sejarawan dunia. Peradaban barat atau eropa hari ini berhutang dengan peradaban Islam. Sebagai contoh abbas bin firnas penemu kerangka pesawat terbang, Al-Khawarizmi dengan ilmu aljabar sekaligus ahli hadis, Al-Zahrawi merupakan seorang fisikawan dan ahli bedah dan alat bedah, Ibnu Haitami atau Bapak Optik modern penemu camera dan masih banyak lagi.

Islam memang bukan agama yang mengatur urusan ritual ibadah semata. tetapi juga urusan pemerintahan. Rinci dan detailnya aturan dalam Islam tidak lain untuk menjaga umatnya, mendatangkan keberkahan dalam kehidupan.

Hal ini terbukti dalam sistem pemerintahan Islam yang aturannya mencakup bidang kehidupan. Dalam buku “Nizham Islam” terdapat bab Rancangan Undang-Undang Islam terkait Politik Pendidikan, buku karya Syekh Taqiyuddin ini mendetailkan kurikulum pendidikan dalam Islam yang wajib berlandaskan pada akidah Islam sesuai dengan dasar hukum negaranya. Begitupun mata pelajaran serta pola atau metode pengajarannya.

Politik pendidikan bertujuan membentuk pola pikir dan pola jiwa islami, mata pelajaran yang diberikan mengarahkan pada tercapainya tujuan. Ilmu-ilmu diajarkan mulai dari terapan seperti olahraga, ilmu tsaqofah dan ilmu ketrampilan digolongkan sebagai ilmu pengetahuan seperti perdagangan, pelayaran, pertanian juga dipelajari.

Pengajaran yang diibutuhkan manusia dalam kehidupan merupakan kewajiban negara memenuhinya, setiap warga negaranya berhak atas pendidikan dengan gratis dari negara didukung fasilitas terbaik, seperti perpustakaan, laboratorium, gedung, penelitian ilmu fiqh, hadis, tafsir termasuk bidang ilmu murni seperti kimia, teknik, kedokteran dan lainnya. Pengadaan ini tidak lain atas dukungan sistem ekonomi islam yang berlaku.

Pendidikan dalam negara Islam tidak pernah menkhususkan untuk kelompok, mazhab, agama atau warna kulit, atas dasar ini pendidikan akan menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan sistem sosial yang menjaminnya bahwa kehidupannya terpisah, sama halnya disekolah tidak bercampur baur kecuali untuk hal yang bersifat umum.

Generasi mulia hanya lahir dari sistem yang mulia, kemuliaan itu tidak bisa tercapai kecuali dengan penerapan praktis dalam konsep negara Islam.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 10

Comment here