Oleh: Dwi Puspaningrum
Bukahkah dahulu kita bersama-sama memilah kaca lalu membelinya, masing-masing separuh
Abang penjual bilang, kaca ini terbaik tidak mudah pecah, lengkap dengan lis menawan tahan kelapukan
Lalu, di pojok ruangan kita meletakkannya
Rumah kedua kita, setelah merantau mengenyam ilmu di kota asing
Kaca itu selalu memberitahu kita, tentang noda di balik tudung kepala, milikmu atau kadang milikku
Satu tahun, dua tahun, tiga tahun kita masih tertawa bersama saat noda itu selalu muncul
Tahun berikutnya, kamu bilang aku telah dusta perihal noda di tudung kepalamu
Kamu tak melihat setitik noda pun di dalam kaca itu,
begitu pula sebaliknya, aku bilang kamulah yang lebih berdusta
Hingga saat itu datang, waktu ketika kamu memukul kaca itu dengan keras
Berkeping-keping
Aku bertanya, apakah masih ada kita?
Tak ada jawabmu. Bisu
Di bulan Juni 2020, tertera namamu dalam sampul berwarna merah muda
Bersanding dengan nama lelaki yang pernah tertulis dalam kepingan kaca milik kita dahulu
Dan masih kurawat nama itu untukmu, sahabatku.
Aku akan datang, walau nama itu pernah berjanji berkunjung ke rumah orang tuaku di akhir musim hujan. Di tahun sebelumnya.
Yogyakarta, 2019
Views: 77
Comment here