Opini

Praktek Pesugihan Telah Mencabut Fitrah Orang Tua

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Emmy Emmalya (Pengamat Sosial)

wacana-edukasi.com — Ternyata praktek pesugihan masih tetap tumbuh subur di masyarakat Indonesia. Salah satunya peristiwa yang terjadi belum lama ini di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dua anak diduga dikorbankan orangtuanya untuk ritual pesugihan ilmu gaib. Satu di antaranya meninggal dunia usai diberikan garam sebanyak dua liter.

Selain satu korban meninggal, satu korban lainnya berinisial MA yang berusia 6 tahun terbaring lemas pasca menjalani operasi karena mengalami aniaya di bagian matanya. Peristiwa ini terungkap setelah paman korban memergoki kekerasan yang dilakukan oleh orang tua korban (kompas, 5/9/21).

Miris, seiring majunya teknologi saat ini tapi ternyata praktek-praktek persugihan terus terjadi di masyarakat. Pada hakekatnya praktek persugihan adalah praktek pemujaan kepada setan.

Praktek persugihan ini dilakukan bisa dilatar belakangi dengan berbagai motif dua di antaranya yang paling dominan adalah : Pertama, faktor keimanan orang yang melakukan persugihan yang memang dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap agama. Kedua, faktor ekonomi sehingga ingin memiliki kekayaan secara instan.

Kedua faktor ini sering menjadi pemicu penyebab praktek pesugihan terjadi. faktor keimanan, seseorang yang tidak memahami makna keimanan terhadap sang pencipta maka akan mudah berbuat apapun tanpa adanya panduan.

Sehingga ketika ada yang memengaruhi mereka dengan hal-hal yang menurut mereka membawa kepada kemaslahatan maka mereka akan mudah terpengaruh.

Faktor ekonomi, setelah keimanan tidak ada maka faktor ekonomi dengan alasan untuk mempertahankan hidup menjadi alasan mereka yang kerap kali melakukan pesugihan dengan harapan agar meningkat tarap kehidupannya. Maka orang-orang yang melakukan pesugihan akan berbuat sesuai kehendak syetan, seperti yang terjadi di Gowa ini. Orang tua yang seharusnya melindungi dan menyayangi anaknya malah tega membunuh dan menganiaya anaknya sendiri. Pesugihan telah meghilangkan naluri keibuan dan kebapakan dari kedua orangtuanya.

Praktek-praktek persugihan atau klenik memang praktek yang sering terjadi baik di masyarakat Indonesia maupun dunia walaupun dengan istilah yang berbeda-beda tapi intinya adalah sama yaitu pemujaan terhadap syaitan.

Padahal Allah telah terang-terangan melarang hamba-Nya untuk menyembah selain-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an ;

اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَ ۚ اِنَّهٗ لَـكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (QS. Ya-Sin 36: Ayat 60)

Telah begitu jelas larangan Allah Swt kepada manusia agar tidak mengadakan sesembahan lain selain Allah. Tetapi manusia tetap saja melakukan perbuatan tersebut tanpa rasa takut akan ancaman azab yang akan menimpa mereka. Terlepas dari kedua faktor yang disebutkan di atas, ada satu penyebab yang membuat praktek pesugihan masih diminati oleh masyarakat yaitu karena putus adanya keputusan asaan masyarkat terhadap kenyataan hidup yang dialami.

Sulitnya mencari pekerjaan sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mereka menjadi gelap mata dan dengan mudah mengikuti cara instan untuk mendapatkan kebahagiaan padahal itu hakekatnya semu.

Padahal semua kesulitan yang mereka alami bukan semata-mata faktor nasib tapi adanya faktor pengaruh sistem yang diterapkan saat ini, di mana sistem hari ini tidak menjamin kebutuhan hidup masyarakat karena prinsip sistem ini berdiri di atas asas manfaat.

Jika tidak memberikan manfaat maka tak ada makan siang gratis, yah itulah sistem kapitalisme dari namanya saja sudah bisa di artikan siapa yang memiliki kapital dia-lah yang bisa bertahan hidup. Maka wajar jika dalam sistem ini tidak mengenal pemenuhan hidup individu per-individu tapi sistem ini hanya melihat kesejahteraan secara kolektif saja. Dari segi pembinaan aqidah pun sistem kapitalis berlandasankan pada sekularisme memisahkan kehidupan agama dari kehidupan, maka wajar terjadi ketidakfahaman terhadap agamanya sendiri karena tidak adanya pembinaan.

Sistem Inilah sebenarnya biang dari kesengsaraan dan kenestapaan manusia di muka bumi. Sudah saatnya manusia mencampakkan sistem ini.

Berbeda dengan sistem Islam, dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan hidup rakyat akan dipenuhi secara orang per-orang sehingga akan dipastikan setiap individu rakyat bisa merasakan hasil dari kekayaan alam yang di miliki negara. Rakyat pun akan diedukasi sedemikian rupa sehingga akan dipastikan mereka mengenal siapa penciptanya, maka aliran-aliran yang tidak mengakui adanya keberadaan pencipta akan diedukasi, sedang yang sudah beragama akan diadakan diskusi tentang pencipta yang mana yang seharusnya diimani hingga orang yang diajak diskusi akan tercerahkan akalnya.

Bagi yang sudah beragama tidak ada paksaan untuk masuk agama Islam, mereka tetap diperlakukan sebagaimana warga muslim lainnya selama mereka tunduk pada aturan muamalah Islam.Demikianlah Islam telah mengatur sedemikian rupa rakyatnya sehingga praktek pesugihan tidak akan tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 13

Comment here