Surat Pembaca

Peran Keluarga, Cukupkah Hentikan Kekerasan Seksual?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nur Octafian NL. S.Tr Gz.

wacana-edukasi.com, SURAT PERMBACA–
Maraknya kekerasan seksual yang terjadi bagaikan momok mengerikan di negeri ini. Pasalnya kasus yang terjadi meningkat di tiap tahunnya. Dari hasil survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendapati selama awal 2023, telah terjadi 22 kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah dengan jumlah korban 202 anak. Artinya, jatuh 1 korban kekerasan seksual setiap 1 pekan (Tempo.co, 3/06/2023).

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023 jumlah kasus kekerasan dan tindak kriminal pada anak mencapai 9.645 kasus. Dengan jenis kasus kekerasan seksual terhadap anak menduduki peringkat pertama (Metrotvnews.com, 4/6/2023).

Menanggapi maraknyq kekerasan seksual yang terjadi Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan pencegahan terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga dan masyarakat yaitu dengan pemberian edukasi dan komunikasi yang berkualitas kepada seluruh anggota keluarga terkhusus pada anak-anak, sebab menurutnya keluarga sebagai lembaga terkecil yang mampu melindungi semua anggota utamanya anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Sementara itu, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban. Padahal seharusnya, membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani, dapat dimulai dari orangtua begitu pun dengan kekerasan seksual terhadap anak dapat dimulai dari keluarga. Republika (27/08/2023)

Keluarga dan masyarakat memang mengambil peran penting sebagai salah satu pencetak kader-kader manusia yang baik, sehat jasmani maupun rohani. Namun perlu diingat kasus kekerasan seksual yang terjadi bukan semata karena minimnya keimanan dan pengetahuan seseorang.

Tapi ada pangkal utama dari segala kerusakan yaitu penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang berasaskan kebebasan, menjauhkan manusia dari agama, sehingga orientasi hidup adalah sekedar dunia. Orang tua hanya sibuk mencari untuk kebutuhan ekonomi, sehingga menggadaikan pendidikan agama untuk anak-anaknya.

Di perparah lagi dengan pornoaksi dan pornografi yang menghiasi kehidupan. Masyarakat yang terbentukpun hidup serba bebas sehingga perzinaan bagaikan hal biasa. Sanksi yang diterapkanpun tak tegas sehingga tidak membuat jera. Bahkan untuk beberapa kasus tidak mendapatkan keadilan yang sesuai.

Sehingga untuk mengurai benang kusut dari kasus kekerasan seksual ini bukan semata terletak pada peran keluarga. Apalah artinya menambah regulasi tanpa mencabut akar masalahnya. Maka apakah peran keluarga cukup dalam pencegahan kekerasan seksual?

Sejatinya pangkal masalahnya adalah diterapkannya sistem sekularisme kapitalisme yang begitu menjunjung tinggi HAM dan kebebasan. Sistem inilah yang menyuburkan tindak kekerasan seksual.

/ Solusi Problematika Kekerasan Seksual /

Sehingga harapan pemberantasan tindak kekerasan seksual hanya ada pada sistem Islam. Islam menitik beratkan 3 komponen dalam memberantas kekerasan seksual.

Pertama, Islam yang memandang tindak kekerasan seksual sebagai suatu kemaksiatan dan dosa besar yang akan mengundang murka Allah. Sehingga sesiapapun akan takut untuk melakukannya.

Tentunya hal ini dilandasi dari keimanan kepada Allah dan hari pembalasan. Keyakinan akan adanya pertanggungjawaban di akhirat kelak, membuat setiap orang takut dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemaksiatan. Iman dan taqwa tidak dapat terbentuk dengan sendirinya oleh sebab itu orang tua atau keluarga memiliki peran penting dalam penanaman akidah dan Pembentukan kepribadian Islam. Inilah yang akan menjadi benteng pertama pencegahan tindak kekerasan seksual.

Kedua, aktivitas amar makruf nahi mungkar sebagai bentuk adanya kontrol masyarakat sebagai implementasi dari kepedulian terhadap sesama. Sebab saling mengingatkan dalam kebaikan akan menjadi penjaga agar umat tetap berada dalam koridor yang semestinya.

Ketiga, peran negara sebagai periayah yang akan menjamin kebutuhan rakyat sehingga kepala keluarga bisa memenuhi kebutuhan rumahtangga tanpa harus banting tulang mencari nafkah hingga melupakan perannya sebagai pendidik bagi anak-anaknya.

Negara pula akan menjadikan media sebagai alat edukasi dan menutup rapat semua pemicu syahwat mulai dari pornoaksi maupun pornografi.

Negara sebagai konstitusi yang akan menerapkan aturan islam dalam sistem sosial seperti bermuamalah sehingga praktik-praktik semisal berkhalwat dan ikhtilat akan di tindak tegas.

Akan tetapi Islam memahami sifat buruk sebagian manusia yang sering mencari celah untuk bermaksiat. Maka negara tidak tanggung-tanggung memberikan sanksi yang tegas dan mampu menjerahkan. Sebab negara akan menjaga agar setiap umat senantiasa terikat dengan syariat-Nya.

Oleh karena itu. Sistem Islam mampu menyesaikan secara tuntas problem kekerasan seksual. Bahkan, semua bentuk problematika umat saat ini.
Wallahu a’lam bishowab[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 13

Comment here