Oleh: Ayu Hamzah
Wacana-edulssi.com, OPINI-– Misteri pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang belum menemui titik terang. Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut melintasi 16 desa di kabupaten Tangerang. Dikutip dari Tempo.com struktur pagar terdiri dari bambu setinggi sekitar 6 meter yang ditancapkan di laut, membentuk formasi menyerupai labirin.
Kejanggalan yang ada dari kasus pagar laut ini semakin memperkuat argumen masyarakat adanya campur tangan pemerintah dibawah ketiak penguasa. Bagaimana tidak, panjang pagar laut yang terbentang sejauh itu tidak diketahui jelas siapa dalangnya dan apa tujuan pembangunannya. Namun, lagi-lagi ini merupakan persoalan hangat yang baru dibahas sehingga banyak sekali kemungkinan jawaban yang datang dari mana saja. Yang jelas, pemerintah daerah harus paten mengetahui kebijakan-kebijakan yang berpijak pada daerahnya, tidak mengaburkan informasi apalagi sampai menunda tindakan selama kurang lebih enam bulan lamanya.
Sementara itu, Menteri kelautan dan perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasioanl (ATR/BPN), Nusron Wahid kompak mengatakan masih melakukan penyeledikian soal polemik pagar laut itu (Tirto.id 23/01/2025).
Sikap Penguasa
Keberadaannya yang dianggap aneh dan tak lazim semakin disoroti semenjak viral di jagat maya. Fakta-fakta perlahan mulai diungkap untuk memastikan kali ini bukan lagi kesalahan yang disengaja. Bisa dibayangkan, betapa terbatasnya pergerakan nelayan yang bekerja untuk mencari kehidupan, namun dihadapi dengan pagar bambu yang tidak jelas asal muasalnya.
Mirisnya lagi sejak Agustus 2024 kasus ini sudah dilaporkan oleh masyarakat setempat kepada pihak berwenang, namun tidak ada langkah tegas yang diambil. Peristiwa semacam ini sudah sering terjadi di negara kita, berita yang viral dan booming akan lebih cepat ditangani dibandingkan dengan aduan masalah langsung dari masyarakat biasa. Terbukti, baru pada Januari 2025, kasus ini menjadi sorotan berbagai media yang kemudian baru ditindak pejabat terkait.
Untuk menindaklanjuti kasus ini, upaya penguasa sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto, beberapa personel TNI diturunkan untuk mencabut pagar-pagar laut yang terbentang sepanjang 31,16 kilometer tersebut. Hanya saja, masyarakat masih menunggu bukti konkret terkait izin dan legalisasi pagar tersebut. Keberadaanya nya yang misterius semakin menggiring opini masyarakat akan adanya kaitan dengan oligarki yang bertenger saat ini.
Sistem Kapitalisme
Dari kasus pagar laut ini, kita dapat mengetahui sikap dan langkah yang diambil pemerintah. Lemah dan terkesan kabur dari masalah, nampak jelas dengan pernyataan mereka yang saling serang antara pihak tertuduh. Keberadaan sertifikat tanah yang telah terbit langsung dalam bentuk SHGB dan SHM dianggap aneh dan rancu oleh pihak lain karena hakikatnya lautan diklaim sendiri oleh negara menjadi milik umum, lalu mengapa ada sertifikat yang mengatasnamakan nya?.
Munculnya perbedaan pendapat tersebut, menimbulkan sikap layaknya lempar bola panas antar penguasa. Wajar, karena mencari keadilan dan kejujuran seolah suatu barang yang langka di negeri ini. Oleh karenanya, masyarakat biasa hanya duduk berperan sebagai penonton dan menerima keputusan secara sepihak.
Pada akhirnya jika kasus ini terbukti benar ada kaitannya dengan penguasa swasta, meskipun faktanya sudah banyak bukti yang mendukung hal demikian, maka inilah dampak dari sistem sekuler kapitalisme yang sudah lazim kita rasakan.
Dengan kondisi masyarakat yang tertekan, dipojokan dan diintimidasi seperti ini, seharusnya Negara berdiri di garda terdepan membela rakyatnya. Apalagi ini adalah masalah kedaulatan yang tidak bisa terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Tapi yang terjadi, oligarki justru dilindungi bahkan dicari berbagai macam alasan yang bisa memperkuat keberadaan mereka di tanah air.
Hal ini wajar dalam lingkungan Negara yang dikelola sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini dikenal akan kerakusan dalam menguasai materi sebanyak-banyaknya tanpa melihat bagaimana cara memperolehnya. Apakah itu dengan mencuri, memeras atau menipu orang lain demi tahta dan harta yang tengah ia perjuangkan.
Sikap tegas Negara hanya akan timbul jika masalah sudah tersiar dimana-mana sehingga memaksa mereka untuk turun tangan sebelum diamuk masyarakat. Perlindungan yang dibutuhkan masyarakat nampaknya hanya berpihak pada rakyat ‘tertentu’ saja.
Islam Kaffah
Timbulnya masalah dan penanganan masalah yang ada di negeri ini, seharusnya menjadi pembelajaran akan banyaknya kekurangan sistem yang kita himpun selama ini. Bukan hanya pengelolaan lahan, kasus lain yang timbul karena tidak diterapkannya Islam secara Kaffah jelas menimbulkan masalah besar yang membuat manusia tidak hidup sesuai fitrahnya. Korupsi, suap, tambang illegal dan segenap masalah politik negeri sudah kenyang dirasakan masyarakat.
Islam sendiri memiliki pengaturan yang jelas lagi adil.
Hukum yang diterapkan menurut Islam haruslah datang dari Pencipta langsung yaitu Allah SWT. Contohnya, dalam kasus pagar laut yang terjadi seperti sekarang, jelas diatur dalam Islam haram hukumnya penguasa menyentuh/mengambil harta milik umat atau umum dengan alasan apapun (Syekh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah, Asy-syakhsiyah al-islaimyah jilid II hlm.163).
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW. yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Ahmad, “Mina adalah milik orang-orang yang lebih dahulu sampai”. Makna hadis ini, bahwa Mina adalah milik bersama di antara kaum muslim dan bukan milik perseorangan sehingga orang lain dilarang memilikinya atau menempatinya. Berdasarkan hal tersebut, laut dalam hal ini terkategori milik umum bagi umat. Sehingga tidak bisa ada yang mengklaim milik individu atau perseorangan juga korporasi. Hal demikian berlaku pada konteks memagari/ menguasai laut.
Rasulullah SAW bersabda “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul Nya” (HR. Bukhari), maknanya tidak ada penguasaan/pemagaran atas harta milik umum, kecuali oleh Negara. Negara hanya sebatas menjadi penanggung jawab dan tidak mengambil atau memanfaatkan kepemilikan umum demi kepentingan individu atau segelintir orang.
Demikian jelasnya ke pengaturan hukum dalam Islam. Aturan yang langsung dijelaskan sanksi dan tatanannya sesuai dengan perintah Sang Pencipta bukan bersandar pada manusia apalagi oligarki yang disembah-sembah sekarang. Oleh karena itu, sudah waktunya kita mulai berbalik arah, melihat fakta dengan pemikiran yang jernih dengan arahan dari aturan Islam yang sempurna. [WE/IK].
Views: 5
Comment here