Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA--Akhir-akhir ini media sosial ramai dengan pemasangan bendera One Piece yang merupakan serial anime asal Jepang yang tidak hanya dikibarkan oleh masyarakat disejumlah rumah dan kendaraan, tetapi dalam bentuk gambar digital yang digunakan sebagai foto profil media sosial hingga lukisan jalanan. Aksi ini dilakukan menjelang HUT Republik Indonesia ke-80 sebagai bentuk kekecewaan dan protes masyarakat terhadap pemerintah. Beberapa pihak menilai pemasangan bendera One Piece sebagai bentuk ekspresi generasi muda, tetapi memicu kekhawatiran potensi yang bersifat kontra terhadap pemerintah.
Sufmi Dasco Ahmad Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) turut menanggapi aksi ini. Menurut Dasco, “Kami mendeteksi dan mendapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan intelijen memang ada upaya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” ujarnya di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Pemasangan bendera ini bukan terjadi tanpa sebab. Aksi ini muncul sebagai bentuk protes dan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik negeri ini yang semakin tidak berpihak kepada rakyat. One Piece sejatinya adalah kisah tentang sekelompok bajak laut yang melawan ketidakadilan dan kekuasaan tirani, saat ini diinterpretasikan sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan di dunia nyata, khususnya di Indonesia. Kemiripan inilah yang membuat banyak orang merasa bahwa bendera itu mewakili suara mereka, suara yang selama ini ditekan dan diabaikan.
Lebih tepatnya, bendera One Piece memiliki makna sebagai simbol perlawanan atas ketidakadilan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Semakin kesini banyak kebijakan pemerintah yang meresahkan rakyat, pajak meningkat, angka pengangguran tinggi, kurangnya lapangan pekerjaan. Aksi ini bukanlah bentuk makar, melainkan simbol bahwa rakyat Indonesia mencintai negeri ini, namun tidak rela negerinya terus di dera penderitaan akibat ulah oligarki. Cerita One Piece menggambarkan kondisi di Indonesia, dimana para pejabat menikmati kekuasaan, sementara rakyat tertindas. Meskipun secara fisik merdeka, namun rakyat belum merasakan kemerdekaan sejati dalam kehidupan mereka karena kebijakan pemerintah condong ke elit.
Akar permasalahan di negeri ini adalah menerapkan sistem kapitalis, sehingga melahirkan kesenjangan sosial yang tajam. Kekayaan hanya dirasakan oleh segelintir kaum elite, sedangkan akses rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi mereka semakin sulit didapatkan. Penerapan sistem kapitalis di negeri ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi para pemilik modal, sehingga kebijakan yang dibuat tidak pernah menyelesaikan akar permasalahan rakyat. Sistem ekonomi jelas rusak dan penuh penindasan terhadap rakyat yang lemah.
Umat harus segera sadar bahwa penerapan sistem buatan manusia akan terus menimbulkan permasalahan baru yang berulang. Berbeda dengan sistem Islam yang berlandasan pada Al Qur’an dan As Sunnah. Dengan menerapkan syariat Allah SWT secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, maka umat akan terbebas dari keterpurukan di sistem kapitalisme ini.
Kesadaran umat yang mulai muncul ini harus diarahkan kepada perjuangan yang sebenarnya menuju sistem Islam, bukan sekedar simbolik yang khawatirnya akan berlalu begitu saja. Umat harus terus bergerak secara terarah dan terukur melalui dakwah, keterlibatan aktif dalam membangun opini publik dan perubahan sistem agar keadilan segera ditegakkan.
Yulia Andriyani Syahputri, S.Ak.
Views: 1
Comment here