Surat Pembaca

Benarkah Hanya Salah Kelola, BUMN Gulung Tikar?

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Besarnya utang yang semakin membesar hingga berujung pada merugi dan gulung tikar kini sedang menimpa sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dikabarkan hal ini terjadi akibat dari salah kelola yang sudah buruk sehingga menyebabkan kerugian hingga berujung pailit. Beberapa perusahaan pelat merah yang dimaksud diantaranya Istaka Karya, Merpati Nusantara Airlines, Industri Sandang Nusantara (ISN), Industri Gelas (Iglas), Kertas Kraft Aceh (KKA), dan Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN).

Dilansir dari CNBC Indonesia (31/7/2022), 2021, Istaka Karya tidak menunjukkan perbaikan kinerja sejak adanya putusan homologasi pada tahun 2013. Per tahun 2021, perusahaan punya kewajiban sebesar Rp1,08 triliun dengan ekuitas perusahaan tercatat minus Rp570 miliar dan total aset perusahaan Rp514 miliar.

Adapun, Merpati Airlines tidak beroperasi sejak tahun 2014. Berselang satu tahun kemudian, sertifikat pengoperasian atau Air Operator Certificate (AOC) dicabut. ISN harus menghadapi kompetisi industri tekstil tinggi, dan kondisi industri yang secara umum dalam fase sunset. Perusahaan terus merugi, sebagai informasi pada tahun 2020 sebesar Rp 52 miliar dan rugi bersih sebesar Rp 86,2 miliar. Dan perusahaan lain yang juga mengalami kondisi yang sama.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan keputusan ini menjadi langkah terbaik karena ISN, Iglas, dan KKA sudah tidak dapat melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, meraih keuntungan, dan memberikan kemanfaatan umum sesuai Undang-Undang BUMN Nomor 19 Tahun 2003.

Lantas, benarkah gulung tikarnya beberapa perusahaan BUMN hanya salah tata kelola? Melihat dari fakta yang terjadi di negeri ini, selama ini negara hanya sebagai pihak yang merugulasi saja. Lebih parahnya lagi mempersilakan investor asing dan dan swasta mengelolanya. Padahal harusnya peran negara sebagai pengelola kekayaan milik rakyat.

Maka jangan heran ketika BUMN diharapkan membawa kesejahteraan rakyat pada kenyataannya justru malah menambah beban negara dengan utang kian membesar bahkan kerugiannya harus ditanggung oleh negara.

Sehingga kebangkrutan yang menimpa BUMN sejatinya bukan soal mismanagemen atau korupsi internal. Tetapi ada pada kesalahan paradigma dalam memandang aset negara dan rakyat (Milkiyah ammah dan milkiyah daulah). Memandang segala sesuatunya pada materi dan keuntungan pada segilintir orang dan menghalangi kemaslahatan public luas merupakan sesuatu yang lazim terjadi di negara yang menganut sistem sekuler.

Dalam pandangan kapitalisme, negara bisa menjual kepemilikan negara kepada public, baik pemodal dalam negeri ataupun luar negeri. Sehingga tanggungjawab pengelolaan aset negara beralih dipegang oleh individu, padahal harusnya ini adalah tugas negara sepenuhnya.

Hal ini berbeda ketika negara menerapkan sistem islam, karena islam mengatur kepemilikan rakyat dan negara akan diatur sesuai syariat islam secara menyeluruh. Islam melarang pengelolaan kepemilikan umum diserahkan kepada individu, swasta apalagi asing. BUMN akan mengelola kepemilikan negara dan umum yang diurus sesuai ketentuan syariat serta manfaatnya akan dikembalikan pada umat demi mewujudkan kemaslahatan semua umat. Sebagaimana pernah di contohkan oleh Rasullulah kala itu. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi SAW bersabda : kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, Padang, api (HR. Abu Dawud).

Dita Puspita Sari, S.Pd

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 26

Comment here