Opini

Mahasiswa Muslim, Katalisator dan Dinamisator Penguatan Islam Kaffah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Putri Dwi Kasih Anggraini

wacana-edukasi.com– Mengutip pernyataan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi dalam siaran pers, Jumat (24/9/2021), beliau menyatakan bahwa “Perguruan tinggi adalah lembaga akademis. Mahasiswa diharapkan menjadi katalisator sekaligus dinamisator yang mampu mengedukasi masyarakat dalam penguatan moderasi beragama” (nasional.kompas.com, 24/09/2021)

Belakangan ini pemerintah tengah berkomitmen untuk menghidupkan moderasi beragama di seluruh elemen masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka mencapai kehidupan yang toleransi dan kerukunan beragama serta mencegah radikalisme.

Secara definisi, moderasi beragama adalah cara pandang seseorang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri (purbalingga.kemenag.go.id, 04/03/2021)

Kita mengakui bahwa Indonesia terdiri dari beragam agama, suku, budaya, dan bahasa. Hanya saja, terjadinya konflik atau keterpecahbelahan di tengah masyarakat yang beragam tersebut bukan sekedar dilatarbelakangi oleh sekelompok orang yang dikatakan ekstrim atau radikal dalam beragama. Apalagi stigma yang diaruskan sudah tampak dimuka publik bahwa agama radikal dan pemicu aksi teroris itu adalah Islam. Inilah kedzaliman terhadap Islam yang tampak benderang.

Jika kita memikirkan dengan data dan iman, konflik yang terjadi berujung perpecahan dan kerusakan justru dipengaruhi oleh adanya sistem dan pemikiran yang berasas sekulerisme yang diterapkan di negeri ini bahkan dunia. Bukan penyebabnya Islam sebagai agama pemberi Rahmat bagi seluruh alam.

Apa saja kerusakan yang lahir dari asas sekulerisme? Pertama, sekulerisme telah melahirkan ikatan semu dan rapuh yang didasarkan atas satu tanah air atau suku atau klan yang tidak mampu mengikat seluruh manusia. Kefanatikan tersebut sangat mudah membuka keran perpecahan diantara manusia untuk saling memperebutkan kekuasaan atau pengaruh.

Kedua, sekulerisme juga melahirkan pemikiran liberalisme (paham kebebasan) yang dijunjung tinggi dalam demokrasi. Kebebasan inilah yang menyebabkan kerusakan sosial, moral, dan sistem kehidupan manusia lainnya. Contoh nyata betapa ngerinya negeri ini atas nama HAM bermuatan liberal, kaum LGBT makin terang-terangan mempromosikan gaya hidup rusak mereka di masyarakat hingga ke anak usia dini agar ketidakwarasan mereka dapat diterima masyarakat.

Kebebasan berpemilikan dalam sistem ekonomi juga menciptakan jurang kemiskinan yang parah. Si miskin semakin merana dan si kaya semakin memangsa si miskin. Kebebasan juga menjadikan manusia berhak membuat undang-undang sesuai kepentingan para penguasa dan pengusaha sementara aturan agama dicampakkan.

Lalu mengapa Islam seolah penyebab terjadinya kerusakan dan perpecahan hari ini? Bukankah yang diadopsi oleh masyarakat dan Negara adalah sistem dan pemikiran rusak yang berasas sekulerisme. Apakah kita sekedar ikutan latah bertaqlid dengan arahan dan cara pandang Barat tanpa memahami persoalan?

Di dalam Rand Corporation, sebuah lembaga riset swasta Amerika, merilis dokumen berisi Grand Design. Kajian yang dilakukan Rand Corporation adalah melakukan klasifikasi terhadap umat Islam. Hal ini tertuang pada buku berjudul Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies yang ditulis oleh Cheryl Benard pada tahun 2003. Umat Islam dibagi menjadi: (1) kaum fundamentalis; (2) kaum tradisionalis; (3) kaum modernis; (4) kaum sekularis. Kemudian memberikan rekomendasi untuk melakukan strategi pecah-belah terhadap klasifikasi umat Islam tersebut. Keempat strategi tersebut antara lain: (1) Dukung kaum modernis terlebih dulu; (2) Dukung kaum tradisionalis melawan kaum fundamentalis; (3) Hadapi dan pertentangkan kaum fundamentalis; (4) Selektif dalam mendukung sekularis (al-waie.id, 2017)

Pertanyaannya, siapakah yang menciptakan perpecahan dan menciptakan teror ketakutan di dunia dengan program war on terrorism and radicalism? Siapa yang dipecah belah? Lalu apa tujuan utama dari Negara penganut ideologi kapitalisme sekulerisme tersebut terhadap Islam. Jelas tujuan mereka bukan dalam rangka memberi kebaikan manusia apalagi umat Islam, karena Ideologi tersebut tidak akan pernah mengenal kata tulus.

Begitupun moderasi beragama, sudah jelas bagian dari strategi barat yakni Rand Corporation untuk memecah belah persatuan umat Islam. Persatuan tersebut menjadi ketakutan barat akan hadirnya kembali peradaban Islam yang memimpin dunia.

Perlu dipahami bahwa penerapan Islam dalam kehidupan tidak akan sama sebagaimana sejarah masa kegelapan Eropa yang menjadikan agama mereka sebagai alat untuk menganiaya dan menghisap darah rakyat sehingga memunculkan pergolakan sengit antara gerejawan dan cendekiawan dan terjadi kesepakatan jalan tengah yakni sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan sesama manusia. Islam agama yang benar dan sempurna sebagaimana yang Allah nyatakan dalam QS. ali Imran: 19 dan al-Maidah : 3 sekalipun orang-orang kafir dan munafik tidak menyukai.

Aqidah Islam menuntut kaum muslim untuk terikat dengan syariah Islam secara kaaffah (menyeluruh) dalam kehidupannya tercantum dalam QS.al Baqarah:208. Islam akan menjamin penjagaan jiwa, akal, agama, kehormatan, keturunan, harta, keamanan bahkan Negara ketika diterapkan dalam sebuah institusi Negara yakni Khilafah. Sementara ikatan yang mengikat mereka hanya satu yakni aqidah Islam tanpa dibatasi oleh ras, suku, batas wilayah Negara, bahasa, dan lainnya.

Berkaitan dengan sikap toleran kepada pemeluk agama lain, Islam juga telah mengaturnya sesuai porsinya bukan kebablasan yang menggerus aqidah seperti sekarang. Tidak ada paksaan untuk memeluk Islam dan diperkenankan bagi mereka untuk menjalankan ibadah dan kepercayaan mereka.

Kembali terhadap apa yang disampaikan oleh Wamenag, tidaklah tepat jika mahasiswa menjadi katalisator sekaligus dinamisator yang melanggengkan kebatilan yakni moderasi beragama. Malah sebaliknya, mahasiswa sebagai kaum intelektual yang memiliki kecerdasan berpikir dan hati yang bersih wajib menolak moderasi beragama. Jadilah katalisator dan dinamisator untuk membela kemuliaan Islam yang wajib diterapkan secara kaaffah dalam kehidupan.

Mahasiswa tidak layak sekedar menjadi penonton yang masih doyan tutup mata dan telinga atau bahkan menjadi penikmat kerusakan. Ketahuilah sesungguhnya, potensi yang Allah berikan sebagai mahasiswa muslim, tentu akan dipertanggung jawabkan kelak di hadapan-Nya. Apakah ia termasuk penyeru kebenaran atau pembebek kebatilan.

Allah SWT berfirman “Dan bila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi’. Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman’. Mereka menjawab: ‘Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman. Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu’. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 11-13).

Wallahu’alam bi ash shawwab..

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 49

Comment here