Opini

Krisis Moral Generasi, Islam Sebagai Solusi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Meitya Rahma, S. Pd

wacana-edukasi.com– Hari Anak Nasional yang kemarin diperingati merupakan agenda yang sudah rutin diselenggarakan. Esensi sebuah peringatan hari anak nasional sebenarnya adalah betapa berharganya mereka para generasi ini sebenarnya. Anak adalah aset bangsa, dimana di tangan merekalah kelak estafet pembangunan negara akan diteruskan. Maka seperti sebuah korelasi bahwa generasi yang unggul akan menghasilkan negara yang maju. Namun saat ini generasi kita mengalami kebingungan.

Bingung terhadap jati diri, mengalami krisis moral. Fenomena perundungan, bullying dll. Setiap tahun pasti ada saja kasus bullying, dekadensi moral, perundungan. Seperti yang terjadi di Tasikmalaya kemarin yang sempat membuat para orangtua, pendidik tak habis pikir. Polisi sedang mendalami peristiwa perundungan di Tasikmalaya yang menyebabkan kematian bocah berusia 11 tahun. Bocah kelas enam SD di Tasikmalaya jadi korban bullying. Bocah malang itu mengalami depresi hingga sakit keras dan akhirnya meninggal usai dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman sebayanya. Setiap kasus bullying baik ringan atau seperti ini sudah ekstrem, bukan lagi bullying secara verbal, tapi ini lebih kekerasan secara fisik walaupun gunakan cara lain. Ini berdampak pada kesehatan jiwa, buat orang yang melakukan sudah pasti ada gangguan jiwa. Untuk orang terkena dampak jelas dan terakhir juga saksinya, dampaknya luas banget,” kata dr Elvine Psikiater RSIA Limijati Kota Bandung Kamis (kompas.tv.com, 21/7/2022).

Kemudian untuk kasus dekadensi moral, bisa kita menilik event Citayam Fashion Week (CFW) kemarin. Ajang para anak muda yang untuk berekspresi. Event ini mendapat dukungan dari para pejabat, seperti Ridwan Kamil, Anis Baswedan. Namun sebenarnya even ini tak lebih adalah ajang Tapi, secara bersamaan tentunya kita menolak kalau itu menjadi ajang umpamanya pamer LGBT. Baru-baru ini, beberapa pria kebanyakan ABG, yang berpenampilan seperti wanita dan berlenggak-lenggok di CFW, menjadi sorotan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria mewanti-wanti agar para ABG ini tidak kebablasan dalam berperilaku. Atau mengubah identitas kelamin atau identitas gendernya.

Jangan sampai karena mengikuti fashion show justru nanti yang laki-laki nanti pengen seperti ke perempuan atau sebaliknya. Gelaran fashion show para ABG itu jangan sampai mengarah ke perilaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), (Republika.co.id,24/7/2022).

Kekhawatiran wakil gubernur DKI ini tidak salah. Karena jika melihat event Citayam Fashion Week kemarin budaya -budaya Barat yang mengarah pada perilaku LGBT juga banyak ditemukan. Para ABG ini tak malu lagi berpenampilan seronok, jauh dari norma. Bahkan mereka tak lagi menganggap pendidikan itu penting. Yang penting “bisa ngonten, dapat cuan”. Padahal konten yang dibuat banyak mudharatnya.

Permasalahan dunia anak dan generasi ini patut menjadi perhatian kita bersama. Para orang tua, masayarakat, sekolah dan tentunya penguasa. Rapuhnya pribadi anak hingga tak memiliki pegangan yang kuat menyebabkan anak tak memiliki prinsip. Mudah terpengaruh budaya Barat, aktifitas unfaedah. Arus informasi media sosial banyak berpengaruh pada generasi saat ini. Sedikit banyak memberi dampak negatif bagi generasi. Hari ini anak-anak, generasi kita sedang pada darurat moral.

Peringatan hari anak nasional ini menjadi alarm bagi para orangtua, masyarakat dan para penguasa akan kondisi generasi saat ini. Lalu siapa yang patut disalahkan? Orang tua? Sekolah?

Sistim kapitalisme di negri ini telah memberi dampak luas dalam berbagai dimensi kehidupan. Pendidikan dan juga institusi keluarga pun terkena dampaknya. Sistim kapitalis yang mengakar kuat di negri ini menghasilkan pendidikan yang sekuler. Penguatan akhlak dari institusi keluarga pun juga kurang. Pendidikan sekuler ini menghasilkan dekadensi moral pada generasi. Penguatan akhlak dari institusi keluarga pun juga kurang.

Pemahaman umum yang salah, bahwa orang tua memasrahkan sepenuhnya kepada sekolah. Padahal orangtua, institusi keluarga memiliki peran yang utama dalam pendidikan. Tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada sekolah. Karena keberhasilan pendidikan adalah sinergi dari orangtua, institusi sekolah, masyarakat dan juga penguasa. Untuk itu, perlu adanya perubahan agar pendidikan di negeri ini bisa menghasilkan manusia yang cerdas, memiliki ketaqwaan, mandiri.

Berbicara pendidikan generasi, kiranya tak bisa lepas dari sistim pendidikan yang dipakai di negara tersebut. Sistim pendidikan kapitalis saat ini, mungkin bisa menghasilkan generasi yang cerdas secara intelektualnya, namun secara akhlak atau kepribadiannya rusak. Pergantian kurikulum, kebijakan pendidikan pun tak bisa membawa generasi yang memiliki kecerdasan sekaligus kepribadian yang baik. Selain itu pengaruh buruk media tidak bisa dihindarkan lagi.

Kemeninfo (Kementrian Informasi) kurang bisa memblokir situs-situs porno, konten-konten yang memberi pengaruh buruk, dan semua hal yang membawa mudhorot bagi generasi. Maka dibutuhkan sinergi yang dapat menguatkan generasi. Tak hanya sekolah dan orangtua. Namun peran negara sebagai stake holder negri ini pun juga memiliki peran. Dengan demikian perlu adanya perubahan pada sistim pendidikan di negri ini. Perlunya mencari alternatif solusi bagi pendidikan di negeri ini.

Sistem pendidikan Islam adalah potret pendidikan yang bisa dijadikan rujukan untuk saat ini. Gambaran Sistem pendidikan Islam di negri khilafah ini memiliki prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam. Pendidikan diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan generasi yang memiliki kesalehan. dan ilmu yang bermanfaat. Dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Pendidikan dalam sistem Islam ditujukan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap peserta didik dan meminimalisir aspek yang buruknya. Dengan demikian akan lahir generasi yang tidak hanya mumpuni dalam ilmu, namun juga generasi yang memiliki akhlak, ketaqwaan yang juga mumpuni. Namun sistem pendidikan Islam ini tak akan pernah berhasil diterapkan, jika negara masih berpegang pada sistim kapitalis sekuler. Semoga segera terwujud sistim pendidikan Islam yang dapat mencetak generasi faqih fiddin.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 56

Comment here