Opini

Kelangkaan Pupuk Subsidi, Menambah Derita Petani

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nunik Khrisnawati

Petani dan pupuk adalah dua sisi yang tak , terpisahkan. Pupuk merupakan kebutuhan yang penting bagi petani. Akan tetapi bagaimana nasib petani jika ketersediaan pupuk subsidi mengalami kelangkaan?

Ketua DPR RI Komisi IV, Sudin mengatakan bahwa kelangkaan pupuk subsidi dikarenakan adanya perbedaan alokasi pupuk subsidi pada 2023 sebesar 7,85 juta ton sedangkan realisasi kontrak Kementerian Pertanian (Kementan) dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) dalam Daftar Isian dan Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebesar 6,68 juta ton.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Prasarana dan Sarana Pertanian Ali Jamil mengatakan bahwa alokasi pupuk subsidi pada 2023 sebesar 7,65 juta ton untuk seluruh kabupaten dan kota. Namun anggaran yang tersedia di Kementan untuk alokasi pupuk subsidi hanya sebesar Rp.25 Triliun, sehingga kontrak yang dibuat berbeda yaitu 6,68 juta ton. Ali Jamil juga mengatakan sejak dua tahun lalu harga pupuk naik sehingga mengakibatkan selisih yang besar (Tempo.co, 30/08/23).

Kekacauan kelangkaan pupuk subsidi bukanlah hal yang baru. Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka meminta PT Pupuk Indonesia harus memperbaiki sistem distribusinya. Dia juga berharap PT Pupuk Indonesia jangan sampai melakukan monopoli distribusi dan meminta PT tersebut bertanggung jawab sebagai penentu agen distributor, akan tetapi kewenangan distribusinya bukan pada induk yang sama (CNBC Indonesia, 03/02/2022).

Masalah pola distribusi itu yang membuat keberadaan pupuk kerap hilang di pasaran. Padahal banyak masyarakat yang membutuhkan. Walaupun produksinya cukup, tapi karena tidak terdistribusi dengan baik akhirnya problem kelangkaan tetap terjadi. Ditambah lagi Kementan ikut serta mencoba masuk dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Walhasil bukan memperbaiki, tapi justru membuat pola distribusi semakin kacau.

Kementan telah mengeluarkan Permentan No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Dalam Permentan yang baru itu ada perubahan pembatasan pupuk bersubsidi yang semula terdapat 6 jenis pupuk yaitu ZA, Urea, SP-36, NPK, Pupuk Organik, dan Pupuk Organik Cair, berubah menjadi 2 jenis pupuk saja yaitu Urea dan NPK.

Selain itu, Permentan juga mengatur komoditas yang disubsidi sebelumnya berjumlah lebih dari 60 jenis, menjadi komoditas utama berdasarkan kebutuhan pangan pokok negara, yaitu Padi, Jagung, Kedelai, Cabai, Bawang Merah, Bawang Putih, Kopi, Tebu, dan Kakao, dengan luas kepemilikan lahan maksimal 2 Ha per petani.

Kebijakan Permentan tersebut berlaku secara nasional hingga daerah-daerah sebagai upaya untuk mengatasi polemik pendistribusian di lapangan.

Pembatasan jenis pupuk subsidi dan komoditas pertanian yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi jelas akan mengaborsi diversifikasi pertanian serta mematikan kreativitas petani cepat atau lambat.

Kebijakan Kapitalisme Liberalisme

Penyedian pupuk tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan ekonomi. Sayangnya, kebijakan ekonomi saat ini diatur dengan sistem kapitalisme yang memungkinkan adanya monopoli dari perusahaan yang bermodal besar. Penyediaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi boleh dikuasai oleh korporasi besar yang orientasinya adalah peraihan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Produksi dan distribusi pupuk yang dimonopoli oleh korporasi sungguh meresahkan, sedangkan negara sebagai pengawas juga tak bertindak dengan tegas. Jika hal seperti itu diteruskan, maka jelas petani yang dirugikan. Petani harus membeli pupuk dengan harga mahal, sedangkan ketika musim panen tiba hasil panen akan menjadi anjlok.

Lagi-lagi petani harus gigit jari dengan banyak mengalami kerugian. Kebijakan pembatasan pupuk subsidi oleh Kementan serta digitalisasi dalam memperoleh Subsidi Langsung Pupuk (SLP) yang tak bisa diakses oleh semua petani menambah deretan derita petani.

Pengurusan Pertanian dalam Islam

Dalam Islam, khalifah (pemimpin negara Khilafah) berfungsi sebagai ra’in( pengurus) seluruh urusan umat termasuk petani. Rasulullah saw. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Maka seluruh urusan petanian akan diurus secara baik sesuai dengan tuntunan syariat, bukan paradigma monopoli kapitalisme seperti saat ini. Islam memberikan perhatian besar di bidang pertanian, karena bidang pertanian sangat dibutuhkan oleh umat manusia dan hewan untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Negara yang menerapkan Islam (Khilafah) akan menjamin tersedianya pupuk yang berkualitas dengan harga murah bahkan gratis. Negara juga akan mengatur pendistribusian pupuk agar tidak terjadi kelangkaan dan masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah.

Namun jika terjadi kelangkaan maka negara diharuskan menyelidiki faktor penyebabnya. Kelangkaan pupuk di masyarakat bisa terjadi karena distribusi tersendat akibat ada bencana alam dan bisa juga karena adanya penimbunan.

Jika karena faktor benca alam, maka penguasa berkewajiban memperbaiki proses distribusi itu. Salah satunya dengan tindakan antisipatif berupa pembangunan gudang pupuk yang dekat dengan kawasan pertanian. Selain itu, penguasa juga bisa melakukan tindakan kuratif berupa distribusi dari daerah-daerah kantong logistik pupuk terdekat. Semua itu dilakukan agar kebutuhan petani bisa segera terpenuhi.

Namun jika kelangkaan pupuk terjadi karena penimbunan maka penguasa akan memberikan sanksi tegas kepada pelakunya. Sebab penimbunan barang termasuk tindakan kriminal yang di haramkan Allah Swt.

Adapun jika terjadi kenaikan harga pupuk dunia, maka penguasa harus keluar dari jejaring perdagangan internasional itu. Hal ini dilakukan untuk mengamankan pupuk dalam negeri. Jangan sampai pupuk yang di produksi di dalam negeri, harganya dikendalikan oleh standar internasional. Sebab ini bisa menghancurkan daya beli masyarakat di dalam negeri.

Untuk menjaga ketahanan pangan, negara akan meneliti wilayah yang cocok ditanami suatu komoditas, dan mengatur ketersediaan bahan pangan yang beragam. Bahkan negara juga akan mencari teknologi yang bisa mengelola kelebihan hasil panen tertentu agar bisa disimpan dalam waktu yang lama atau memanfaatkannya menjadi produk lain yang bermanfaat.

Disisi lain, Islam juga memberikan dorongan ruhiyah yang besar untuk bertani ataupun berladang. Rasulullah Saw. bersabda : ” Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah” ( HR. Bukhori, Muslim , At- Tirmidzi dan Ahmad).

Maka Khilafah bertanggung jawab untuk mendorong produksi pertanian berjalan maksimal. Dorongan ini dapat direalisasikan dengan memaksimalkan produksi lahan pertanian. Khilafah akan memberikan bantuan modal berbagai saprotan (sarana produksi pertanian) dan membangun infrastruktur pendukung pertanian.

Dalam Khilafah urusan pertanian akan masuk dalam Departemen Kemaslahatan Umat , Biro Pertanian. Biro Pertanian ini merupakan pembantu negara, atau pegawai-pegawai negara yang mengurusi secara teknis kebutuhan- kebutuhan umat. Maka Khilafah akan memastikan pejabatnya adalah orang-orang yang amanah, sehingga tidak ada keculasan sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini.

Biro Pertanian akan mencatat siapa saja yang membutuhkan bantuan agar distribusi saprotan tepat sasaran. Semua ini diberikan dalam orientasi pelayanan bukan mencari keuntungan.

Khilafah mampu merealisasikan konsep pengurusan tersebut karena Khilafah mempunyai sumber keuangan yang berbasis Baitul Mal. Untuk kebutuhan pertanian, Khilafah akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan negara dalam Baitul Mal. Pos kemilikan negara tersebut berasal dari kharaj, fa’i, usyur, ghanimah, ghulul dan sebagainya.

Pos tersebut lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian, sehingga negara Khilafah dan warga negaranya tak akan dikacaukan dengan anggaran yang tidak mencukupi untuk pemberian subsidi pupuk seperti sistem kapitalisme saat ini.

Adanya peran negara dan masyarakat yang teredukasi dengan benar telah tercatat dalam sejarah bahwa semua daerah pertanian di Daulah Khilafah berproduksi sepanjang tahun dengan jenis tanaman yang bervariasi. Bahkan wilayah yang sebelumnya ditinggalkan penduduknya, tumbuh menjadi daerah yang produktif bertani.

Wallahua’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here