Opini

Kasus Kekerasan Seksual pada Anak, Kapankah Berakhir?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Qisty Ummu Faqih (penggiat Opini)

Wacana-edukasi.com — Sepanjang tahun 2020, kasus kejahatan seksual pada anak berulang kali terjadi di kabupaten konawe selatan.

Satuan Bakti Pekerja Sosial (sakti Peksos) Kementerian Sosial Republik Indonesia di Konsel, Helpin menyampaikan, selama tahun 2020, kejahatan seksual pada anak di Konsel berjumlah 32 kasus. Korban merupakan anak berusia antara 5 sampai 18 tahun. Korban kebanyakan berasal dari kalangan usia TK, SD, SMP, dan juga SMA. Di usia itulah, mereka rawan menjadi korban kejahatan seksual. Helpin juga menyebutkan, faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan seksual pada anak adalah kurangnya pengawasan orang tua dan besarnya pengaruh digital. Pengaruh penggunaan media sosial dan video asusila yang di akses oleh anak – anak menyebabkan terjadinya kejahatan seksual sesama anak-anak (telisik.id,26/12/20).

Kejadian ini baru satu kota saja. Kabupaten dengan mayoritas wilayah terpencil. Bagaimana dengan ribuan kota lainnya di negeri ini? Bisa jadi ribuan anak yang menjadi korban kejahatan seksual. Alih – alih kasus berkurang atau berhenti dengan penegakan hukum di negeri ini. Bahkan setiap tahunnya terus bertambah kasus pelecehan seksual. Akankah berakhir? Bagaimana cara mengakhirinya?

Ini adalah buah sistem liberal. Dalam masyarakat liberal, urusan pornografi atau masalah yang berkaitan dengan seksualitas selalu dianggap bahwa itu urusan masing-masing, atau urusan pribadi. Berbagai kasus kejahatan seksual ini juga tak lepas dari sistem hidup yang diterapkan di negeri ini, selain karena faktor ketakwaan individu yang kian luntur, negeri kita hari ini berada di bawah kungkungan sistem liberal, yang kapitalistik.

Sistem rusak tersebut juga telah menyibukkan masyarakat dengan kehidupan materialistis yang membuat lemahnya pengawasan baik dari keluarga maupun masyarakat terhadap perkembangan dunia digital.

Munculnya tindak kekerasan seksual ini juga tidak terlepas dari paparan kemaksiatan yang masif. Bagaimana tidak, sistem liberal/kebebasan yang dianut oleh negeri ini tidak mencegah sumber-sumber kemaksiatan. Minuman keras bisa didapatkan di mana saja. Narkoba bahkan sudah sampai ke desa-desa. Jangan tanya lagi soal konten porno, bukan hanya mereka yang ada di kota dengan akses teknologinya yang bisa menikmati. Kini orang kampungpun menjadi penikmat konten porno yang tersebar melalui telepon genggam tanpa bisa di kontrol oleh negara.

Di dunia pendidikan, anak-anak pun sudah diajari bergaul tanpa pembatasan. Kurikulum pendidikan tak lagi menjadikan agama sebagai acuan. Akhirnya, anak didik hidup sesuai dengan hawa nafsunya. Apalagi di televisi, setiap hari disuguhi berbagai tayangan yang bisa mendorong remaja untuk berbuat serba bebas baik dalam pergaulan maupun yang lainnya.

Dari sisi hukum sebenarnya pemerintah telah mengatur dalam KUHP mengenai tindak pidana perkosaan atau verkrachting. Ketentuan yang mengatur mengenai bentuk perbuatan dan pemidaannya terdapat dalam pasal 285 KUHP. Dirumuskan dalam pasal tersebut : “barangsiapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Namun, fakta menunjukan, tingkat kekerasan seksual bukannya menurun dengan banyaknya orang yang masuk penjara. Sebaliknya, data menunjukan jumlah kekerasan seksual cenderung meningkat. Ini membuktikan bahwa hukum yang ada tidak memiliki sifat efek jera. Orang tidak takut lagi dengan ancaman hukuman yang ada yakni di penjara.

Adakah solusi jitu untuk atasi kejahatan seksual? tentunya dengan harapan hukum yang diterapkan memiliki efek jera sehingga kasus kejahatan seksual benar-benar berhenti dan stagnan.

Memberantas kejahatan seksual haruslah dilakukan mulai dari akarnya dengan mencampakan ideologi sekular berikut paham liberalisme, politik demokrasi dan sistem kapitalisme. Hal itu diiringi dengan penerapan ideologi Islam dengan syariahnya secara total.

Islam memberikan solusi preventif (pencegahan) terhadap pelaku kejahatan seksual. Pertama, menanamkan ketakwaan, kesadaran, dan pemahaman, pada anak terkait dengan dorongan seksual sebagai bagian manifestasi naluri manusia yang secara fitrah akan muncul jika ada rangsangan, dan bagaimana seharusnya menyalurkannya sesuai dengan syariat Islam. Kedua, secara sistematis negara harus menghilangkan konten pornografi dan segala hal yang bisa memudahkan untuk memunculkan rangsangan.

Sedangkan langkah kuratif, dalam Islam negara berperan penting untuk memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku kejahatan seksual, sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Yang pasti hukuman yang diberikan memilki efek jera bagi pelaku sehingga tidak seorangpun ingin melakukan kejahatan yang sama.

Maka tidak ada solusi lain kecuali mengganti sistem yang ada dengan sistem Islam. Kenapa Islam? Karena inilah sistem yang dibuat oleh Sang Pencipta manusia. Pasti, sistem ini akan mampu mengatur manusia dan alam semesta ini menuju kebaikan.negeri ini yang mayoritas muslim pun akan hidup nyaman di bawah sistem Islam. walLlâhu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 2

Comment here