Opini

Kala Memilih “GeNose” Hanya Sekedar “Cost”

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Dhevy Hakim (pemerhati kebijakan publik)

Wacana-edukasi.com — Akumulasi perkembangan covid-19 di Indonesia pada Selasa (26/1/2021) menuai rekor baru sebagai negara pertama se-Asean yang menembus angka 1 juta kasus terkonfirmasi positif covid-19. Bahkan angka tersebut terus bertambah, terakhir per-Jumat ada 13.695 kasus penambahan terkonfirmasi positif. Sebagai upaya untuk menekan pertambahan kasus tersebut diberlakukan kebijakan PPKM jilid satu disambung PPKM jilid kedua dengan program tambahan pemakaian alat GeNose untuk orang melakukan perjalanan dengan kereta api dan bus.

Legalitas penggunaan alat GeNose berdasarkan yang disampaikan oleh Juru bicara Kemenhub Adita Irmawati yakni sesuai Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dikeluarkan oleh Satgas Covid-19. Aturan ini berlaku mulai 26 Januari hingga 8 Pebruari sebagai alat pelengkap selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid kedua.

Menteri Luhut pun menginginkan kedepan alat GeNose bisa digunakan di berbagai fasilitas umum. Beliau menjelaskan, “Ke depannya kita akan gunakan di semua area publik seperti di Hotel, Mall, di lingkungan masyarakat RT/RW. Alatnya hanya seharga Rp 62 juta dan harga per orangnya hanya dikenakan sekitar Rp 20 ribu. Jika pemakaian lebih banyak tentunya costnya akan semakin turun dan nantinya alat ini akan terus dikembangkan sehingga mempunya akurasi yang akan lebih tajam. Dan tentunya kita harus bangga karena ini buatan Indonesia”. (CNBC, 23/1/2021)

Mengenal GeNose Lebih Dekat

GeNose merupakan alat baru yang dibuat oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengidentifikasi coronavirus melalui deteksi Volatile Organic Compound (VOC). Adapun cara kerja dari alat ini adalah orang yang akan diperiksa diminta mengembuskan napas ke tabung khusus, napas yang ada ditabung akan mendeteksi VOC lewat sensor-sensor yang ada di dalam tabung, kemudian data yang diperoleh akan diolah dengan bantuan kecerdasan buatan hingga memunculkan hasil dalam waktu kurang dari 2 menit apakah orang tersebut positif atau negatif Covid-19. Sedangkan akurasi alat GeNose ini berdasarkan uji profiling dengan menggunakan 600 sampel data valid yakni mencapai 97 persen.

Namun, ada sejumlah catatan dan kritikan dari para ahli epidemiologi maupun biologi molekuler yang patut diperhatikan, yakni:

Pertama, GeNose masih tahap eksperimental, menurut ahli epidemiolog UI Pandu Riono semestinya belum boleh dipakai dalam pelayanan publik khususnya untuk screening virus Corona karena izin edar dari Kemenkes masih kedaruratan hanya berlaku setahun dan dapat dibatalkan sewaktu-waktu.

Kedua, GeNose lemah terhadap bau yang menyengat, seperti bau rokok, alkohol, teh, kopi, durian dan petai sehingga menurut Ahmad Rusdan sebagai ahli biologi molekuler bisa saja mempengaruhi hasil sehingga GeNose tak dapat mendeteksi covid-19 dengan benar.

Ketiga, GeNose dianggap tak bisa mendeteksi dini covid-19, menurut epidemiolog Dicky Budiman untuk mengkonfirmasi covid-18 alat GeNose belum bisa menggantikan swab PCR. Hal ini dikarenakan tes PCR mampu mendeteksi langsung ke inti keberadaan covid-19 pada tubuh mulai tahap awal, sedangkan tes napas ala GeNose hanya mendeteksi sesudah seseorang ada infeksi covid-19 dan kondisi tersebut sudah masuk tahap berikutnya.

Keempat, GeNose tidak tepat jika digunakan sebagai screening penumpang, menurut Masdalina Pane sebagai Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) ada banyak kelemahan dari alat tersebut, di samping efektivitasnya yang menurun jika digunakan pada perokok juga ada risiko menularkan pada orang lain yang ada di belakangnya. (CNN, 26/1/2021)

Aroma Pemulihan Ekonomi Lebih Terasa

Banyaknya catatan juga kritikan dari sejumlah ahli menguatkan dugaan publik bahwa kebijakan penggunaan alat GeNose adalah klaim sepihak. Lebih lanjut aroma pemulihan ekonomi lagi-lagi lebih terasa ketimbang keseriusan menangani pandemi supaya segera usai. Tak salah bila ada anggapan kala memilih “GeNose” hanyalah sekedar “cost”. Terlihat alat ini sebagai bentuk kompromi supaya orang mudah melakukan perjalanan tanpa keluar uang yang banyak untuk tes, sehingga roda ekonomipun berputar dan ujungnya para kapital akan senang.

Murahnya biaya memakai alat GeNose ketimbang repid antigen maupun PCR rupanya menjadi alasan kuat adanya kebijakan tersebut. Seharusnya bila serius menangani pandemi covid-19 tidak hanya berfikir untuk pengadaan alat deteksi pada orang yang melakukan perjalanan saja, namun bersungguh-sungguh untuk pengadaan alat deteksi buat keseluruhan penduduk tanpa terkecuali. Bila menurut para ahli yang lebih akurat adalah PCR semestinya negara akan menjamin tersedianya alat tersebut mulai dari produksi sampai distribusinya secara gratis tanpa itung-itungan costnya.

Keberadaan alat deteksi covid-19 yang akurat menjadi penting sebagai sarana testing. Opini 3T dan 3 M saat ini kurang berimbang, dimana-mana opini yang disampaikan adalah 3M dan siap vaksin. Seakan masyarakat saja yang melulu disuruh mematuhi prokes 3M, sedangkan 3T yang seharusnya dilakukan negara jarang disebut. Padahal dari kasus covid-19 ada hal unik yang patut diperhatikan, yakni adanya OTG (orang tanpa gejala). Artinya jumlah testing akan menentukan seberapa cepat pandemi ini berlalu. Sekalipun masyarakat disuruh menjalankan 3M dan vaksinasi, pandemi ini akan sulit selesai dengan cepat bila testingnya rendah.

Solusi Fakes Menurut Islam

Kesehatan sebagai kebutuhan pokok masyarakat sudah semestinya diberikan oleh negara secara gratis berkualitas bukan itung-itungan dan murahan. Pelayanan kesehatan pun diberikan secara cepat, administrasi sederhana dan profesional ditangani oleh ahlinya. Fasilitas kesehatan (fakes) juga diberikan yang terbaik, akurat, dan sesuai dengan kesepakatan ahli bukan pada klaim sepihak. Bilamana fakes seperti PCR menurut ahli paling akurat untuk mendeteksi covid-19 maka negara akan mendukung secara penuh penemuan para ahli dengan memberikan jaminan dana dari produksinya sampai distribusinya. Inilah solusi fakes menurut Islam. Fakes tersebut mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap nyawa warga negaranya.

Namun, sayangnya gambaran tersebut takkan bisa didapatkan. Mengharapkan pelayanan penuh dari negara di sistem sekuler kapitalisme sekarang ini, ibarat pungguk merindukan bulan. Pelayanan yang optimal hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam (baca: khilafah), karena Islam punya pandangan khas tentang fungsi pemimpin negara, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim: “dan imam (pemimpin) adalah raa’i (pengatur dan pengelola), dan ia dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya itu”.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here