Opini

Jangan Biarkan Bunuh Diri Terjadi Lagi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Vina A. Nabilah ( Pegiat Literasi Pena Langit)

wacana-edukasi.com, OPINI– Persoalan bunuh diri masih terus bergulir. Seolah tak kunjung tuntas, jumlah kasus kian bertambah tak hanya dari kalangan dewasa, tetapi kini juga melanda remaja hingga anak-anak. Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI, mencatat sebanyak 971 kasus bunuh diri terjadi di Indonesia sepanjang periode Januari hingga Oktober 2023 (katadata, 18/10/2023)

Baru-baru ini saja seorang perempuan ditemukan tewas setelah sengaja melompat dari lantai 12 gedung Fakultas Ilmu Komputer (Filkom) Universitas Brawijaya. Dilansir oleh detikjatim (15/12/2023), kejadian tersebut terdengar oleh sejumlah mahasiswa yang sedang melangsungkan ujian seperti suara keras benda yang jatuh. Diketahui Perempuan tersebut berusia 24 tahun dan pernah tercatat sebagai mahasiswi UB angakatan 2018, namun berhenti di tahun 2019 karena mengalami depresi.

Kasus serupa pun sebelumnya terjadi pada waktu yang berdekatan. Satu keluarga di kabupaten Malang, ditemukan bunuh diri disebabkan karena banyaknya beban hutang (detikjatim 14/12/2023).

Menyoroti persoalan ini, tidak dapat dimungkiri bahwa hal ini bukan kali pertama. Lantas mengapa hal demikian terus berulang?

Maka dapat kita cermati bahwasannya akar masalah dari peristiwa ini sejatinya dapat terjadi disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Keberadaan sistem ini ditandai dengan dominasi cara pandang atau pemaknaan hidup sekuler dan materialistik yang diadopsi dari Barat. Cara pandang inilah kemudian tertanam dalam benak pemuda bahkan dalam keluarga yang kemudian menerapkan nilai-nilai kehidupan yang sekuler.

Salah satu ciri masyarakat yang materialistis adalah menjadikan standar kebahagiaannya pada kebendaan atau materi. Hal demikianlah yang melatarbelakangi generasi pada umumnya dan pemuda khususnya, saat ini bermental rapuh dan mudah putus asa ketika tak mampu mencapainya. Beberapa faktor bunuh diri dapat terjadi karena:

Pertama, penerapan sistem kapitalis sekuler hari ini menjadikan bangunan sebuah keluarga itu rapuh disebabkan beban hidup yang kian tinggi. Banyak anak-anak kehilangan sosok orangtua karena ayah dan ibu yang sibuk berkerja. Fatherless dan motherless yang terjadi hari ini menjadi sebab atas lemahnya mental generasi muda yang tidak mendapat pendidikan agama dari rumah sebagai fondasi untuk mengarahkannya memandang kehidupan dengan benar.

Kedua, penerapan sistem pendidikan yang sekuler semakin menjauhkan generasi dari aturan agama. Dunia pendidikan mencetak lulusan terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekulerisme yang menjadikan generasi berperilaku bebas. Mereka gagal mengaitkan antara segala perilakunya dengan keberadaan Allah sebagai Maha Pengatur. Ketika datang masalah dan beragam tuntutan hidup ia mudah rapuh dan tidak punya sandaran.

Ketiga, tidak hadirnya peran negara dalam menjaga penyebaran informasi di media sosial yang saat ini semakin bebas, beragam konten keburukan termasuk self-harm yang mudah diakses dapat menjadi pemicu yang menginspirasi generasi saat ini untuk melakukan hal serupa.

Padahal dalam Islam, Allah sangat keras ancamannya bagi pelaku bunuh diri. Melalui riwayat Abu Zaid Tsabit bin Adh-Dhahhak Al-Anshari, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu, maka pada hari kiamat ia akan disiksa dengan sesuatu itu.” (Muttafaq Alaih).

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadist tersebut berisi mengenai haramnya bunuh diri. Pelakunya kelak akan diadzab sesuai dengan bagaimana ia membunuh dirinya.

Sejatinya, beragam kerusakan hari ini telah Allah SWT jelaskan di dalam firman-Nya:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum :41)

Islam Menjaga Nyawa
Kehidupan yang sekuler hari ini tentu sangat bertolak belakang dengan kehidupan Islam. Baik di rumah maupun di sekolah, generasi dididik untuk memahami hakikat tujuan hidupnya. Islam memberi pengarahan yang sangat jelas bahwasannya tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala.

Allah SWT, telah menurunkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam termasuk manusia. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), kecuali sebagai Rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya’ :107)
وَمَا كُنْتَ تَرْجُوْٓا اَنْ يُّلْقٰٓى اِلَيْكَ الْكِتٰبُ اِلَّا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ
“Engkau tidak pernah mengharap agar kitab (Al-Quran) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai Rahmat dari Tuhanmu…” (QS. Al-Qashas : 86)

Berkenaan dengan ayat tersebut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwasannya adanya Rasul adalah Rahmat, adanya Al-Qur’an adalah obat dan Rahmat, semuanya itu menunjukkan bahwa sesungguhnya syari’ah mendatangkan Rahmat. (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhsiyah Islamiyah Juz III, Beirut, Libanon, Darul Ummah, 2005, hlm.365)

Makna rahmatan lil ‘alamin dalam surah Al-Anbiya ayat 107 menurut Ibnu Katsir adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan tersebut dapat diraih ketika syariah diyakini dan diterapkan secara kaffah dan semua lini kehidupan individu, masyarakat dan negara.

Konsekuensi “Rahmat” atas penerapan syariah adalah terwujudnya kemaslahatan (jalb-al-mashalih) manusia, dan mencegah kemafsadatan (dar’u al mafasid). Selain itu juga dapat mewujudkan maqashid syariah yakni terjaganya agama (hifdz ad din), jiwa, kehormatan, akal, harta, keturunan, dan keamanan.

Pemahaman terhadap Islam sebagai rahmat tentunya dapat menjadi panduan bagi kehidupan manusia pada umumnya untuk menyandarkan segala persoalan hidup kepada Allah SWT semata, melalui penerapan syariah-Nya.

Melanjutkan Kehidupan Islam
Satu-satunya upaya untuk mewujudkan “Rahmat” tidak lain adalah dengan kembali menerapkan syariah Islam dalam bingkai khilafah. Khilafah tidak membiarkan orang tua sendirian dalam mendidik anak-anaknya, melainkan akan memastikan tersediasanya pendidikan berasas akidah Islam, dan bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam bagi seluruh warga negara.

Khilafah juga akan mengatur dan memastikan tayangan dan beragam informasi tidak memuat konten yang dapat merusak pola sikap generasi, dan memberi penjagaan dari paparan pemikiran asing mengenai kebebasan berperilaku. Dengan demikian, generasi dalam khilafah memiliki ketahanan dalam menghadapi banyak persoalan hidupnya, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga bunuh diri tak terjadi lagi.

Wallahu’alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 17

Comment here