Surat Pembaca

Ironi Kepemimpinan Negeri

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Diana Uswatun Hasanah (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Sejatinya setiap manusia adalah pemimpin untuk dirinya sendiri, namun berbeda kata jika kita berbicara tentang kepemimpinan yang dipundaknya tersemat amanah kepemimpinan diluar dirinya, contohnya pemimpin negara atau pemimpin di suatu wilayah.

Dalam lingkup kepemimpinan secara makro, dimulai dari struktur tertinggi yaitu kepala negara/presiden hingga struktur paling akhir dalam lingkup desa, tentu ada amanah kepemimpinan yang harus dilaksanakan hingga akhir masa kepemimpinannya. Namun, sungguh menjadi ironi bagi suatu negeri jika amanah kepemimpinan ini bukan lagi diemban untuk kemaslahatan orang banyak, jtetapi demi kepentingan partai yang ada dibaliknya.
Fenomena kepala daerah yang ramai mendaftar diri menjadi caleg adalah sebuah bukti ironi kempemimpin di negeri ini. Sebagaimana analisa politik dari Universitas Padjajaran Bandung, Kunto Adi Wibowo yang mengakui bahwa parpol akan berupaya untuk meraup suara maksimal di legislatif, termasuk para kepala daerah yang mepet akan selesai menjabat maupun masih menjabat selama suara legislatif bisa diperoleh maksimal. (Sumber: tirto.id)

Hiruk pikuk peristiwa nyaleg ini menunjukkan betapa sangat menggiurkan berada di posisi anggota dewan, hingga mengalahkan amanah kepemimpinan yang telah diembannya. Betapa suara dan kursi partai adalah yang paling utama daripada amanah yang sedang diemban. Perliaku seperti ini tentu bukanlah sikap pemimpin yang bertanggung jawab terhadapa amanahnya. Kerugian bagi rakyat adalah dampak dari sikap yang demikian yang nyatanya hal ini dilindungi undang-undang. Miris, ironi kepemimpinan negeri ini jika semua berlomba untuk duduk di bangku legeslatif dan melalaikan peran eksekutif kepemipinan yang tak ayal karna keinginan berkuasanya suatu partai di kursi legislatif.

Amanah dalam Islam adalah perkara penting yang harus ditunaikan karena pertanggung jwabannya bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat kelak. Sebagaimana diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Bin Salamah bahwasanya saat Umar Radhiyallaahu Anhu memberi tugas Busyru Ibnu Asim untuk mengurus sedekah suku Hawazin, tetapi Busyur Ibnu Asim tidak menerima tugas tersebut. Ketika ditanya, “Mengapa kamu tidak mau menerimanya?”, Busyur Ibnu Asim menjawab , “Seharusnyaaku menaati perintahmu, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barang siapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum Muslimin, maka di hari Kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahannam. Jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, maka ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakan dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahannam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun’.”

Dari penggalan hadits di atas, seharusnya menjadi pelajaran penting dalam mengemban sebuah amanah kepemimpinan, bukan berarti kemudian takut atau bahkan yang lebih parah lagi adalah melalaikan sebuah amanah dalam kepemimpinan. Masa kini dimana islam belum memimpin dunia, tentu teladan terbaik adalah para pemimpin (khalifah) yang berhasil dalam kepemimpinannya, sebagaiamna diabadikan dalam kitab At-Targib jilid II halaman 14, dikisahkan bahwa Sayyidina Umar pergi keluar dengan wajah yang nampak susah, ketika Abu Dzar bertanya,”Mengapa Anda terlihat amat susah?” Umar pun menceritakan bahwa kesusahannya karena ia telah mendengar sabda Rasulullah ﷺ yang disampaikan oleh Busyur Ibnu Asim. Lalu Abu Dzar pun membenarkann bahwa ia juga pernah mendengar yang demikian. Keresahan yang dialami Sayyidina Umar bin Khattab, adakah sekarang dimiliki oleh para pemimpin negeri ini? Allahu ‘alam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here