Opini

Impor Cabai: Kebijakan Ekstra Pedas, Bukti Penguasa Abai

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Zahratunnisa

(Aktivis Dakwah Muslimah Kendari)

Sistem politik Islam juga akan menjamin negara terbebas dari intervensi dan tekanan internasional

Wacana-edukasi.com — Siapa yang tak suka pedas? Mungkin jawabannya hampir seluruh masyarakat Indonesia sangat suka dengan makanan yang pedas. Mulai dari level standar hingga yang ekstra pedas. Kita akan merasa ada yang kurang jika makanan kita tidak ada rasa pedasnya, hambar rasanya. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap cabai inilah menjadikan cabai menjadi komoditi pangan yag cukup menggiurkan untuk dibudidayakan. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi petani untuk menanam cabai.

Akan tetapi, lain halnya jika harga cabai anjlok di kala pandemi disaat stok cabai melimpah. Bagi konsumen, ini mungkin baik, tapi tidak bagi petani cabai. Dilansir dari kumparan, beredar sebuah video memilukan dari seorang petani lelaki yang merusak tanaman cabai miliknya lantaran anjloknya harga cabai yang membuat banyak petani merugi. Di video yang dibagikan di akun Instagram @berita_gosip, petani tersebut terlihat melampiaskan amarahnya dengan merusak beberapa tanaman cabainya karena harga panen dianggap tidak memenuhi ekspetasi.

Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet menyebutkan salah satu biang masalah anjloknya harga cabai karena pemerintah masih mengimpor cabai ditengah surplus cabai. Seharusnya pemerintah hadir melindungi petani Indonesia. Jangan hanya berpikir impor terus, sementara nasib petani kita semakin sengsara (Klikaktual.com, 29/08/2021).

Menurut Slamet, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor cabai sepanjang Semester I-2021 sebanyak 27.851,98 ton dengan nilai 59,47 juta dolar AS. Angka itu meningkat dibandingkan realisasi impor pada Semester I-2020 yang hanya sebanyak 18. 075,16 ton dengan nilai 34,38 juta dolar AS.

Cabai yang diimpor pemerintah adalah cabai merah dan cabai rawit merah. Inilah bukti ketidakberpihakan pemerintah terhadap para petani cabai. Disaat panen cabai surplus, pemerintah malah membuka keran impor cabai. Negara harusnya hadir sebagai penanggung jawab dan pengurus petani dengan menyediakan berbagai macam fasilitas pertanian mulai dari penanaman hingga pendistribusian serta mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada petani, bukan malah menunjukkan keberpihakannya terhadap korporasi lalu justru mematikan ekonomi para petani.

Sistem Kapitalis Neoliberal: Berpihak pada Korporasi Tak Memihak Petani

Penerapan sistem kapitalisme neoliberal telah meniadakan peran negara sebagai pengatur utama sistem tata kelola pertanian. Negara dalam sistem ini hanya berperan sebagai wasit dalam pertandingan tata kelola pertanian. Yang pada akhirnya para pemain korporasilah yang menguasasi jalannya pertandingan di lapangan (pasar), bebas menguasai dan mengelola aset-aset pertanian. Para korporasi telah mengatur semua jalannya mekanisme pasar, menguasai lahan pertanian dengan sebebas-bebasnya.

Saat ini penguasaan lahan korporasi perhutanan mencapai 71 %, korporasi perkebunan sebesar 16 %, konglomerat 7 %, sedangkan petani kecil hanya 6 % saja. Ketimpangan ini semakin menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara agraris bukan untuk rakyat tetapi untuk para pemiliki modal, para korporat-korporat kapitalis. Petani semakin terpinggirkan, menjadi terasing dinegeri sendiri.

Dalam sistem demokrasi hal itu sudah menjadi rahasia umum. Karena dalam proses pemilihan kursi kekuasaan, membutuhkan suntikan dana yang begitu mahal. Dana itu tentunya bukan dana pribadi para kontestan pemilu, tetapi dari para pengusaha, asing dan juga aseng. Inilah yang menjadi penyebab penguasa yang terpilih bukan berperan sebagai periayah rakyat tetapi lebih berorientasi untuk mengembalikan mahar politik dan mengamankan kursi. Sebagai contoh pengesahan RUU Cipta Kerja dan RUU Pertanian atas nama investasi saat ini.

Tak mengherankan memang, berbagai kebijakan yang di keluarkan, bahkan menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk kebijakan pangan selalunya berpihak pada korporasi dan mengabaikan petani yang tengah krisis karena pandemi yang semakin kritis. Kebijakan yang dikeluarkan selalu memihak para kaum kapitalis, baik lokal maupun global. Tak peduli rakyat yang tengah sekarat karena himpitan ekonomi ditengah pandemi, yang berjuang dengan pontang-panting demi sesuap nasi untuk anak dan istri. Mengabaikan kondisi petani hanya demi koporasi yang membiayai mahar politik, demi sebuah kursi kekuasaan.

Berbeda dengan Sistem Islam yang menjamin setiap kebutuhan pokok rakyatnya. Fungsi negara sebagai periayah atau pengurus rakyat berjalan dengan baik, negara hadir sebagai pelayan sekaligus pelindung umat. Menjamin setiap kebutuhan pokok dan memastikan keamanan rakyat terpenuhi dengan baik. Serta menjamin negara terbebas dari intervensi asing dan aseng terhadap kebijakan yang dikeluarkan.

Khilafah menjalankan hukum-hukum Allah SWT bukan hukum pesanan. Karena dalam proses pemilihan penguasa tidak membutuhkan mahar politik. Para calon penguasa dipilih karena keimanan dan ketakwaannya sehingga penguasa terpilih dalam sistem Islam menjadikan rida Allah sebagai tujuan utama dan meyakini bahwa setiap perbuatan pasti akan dipertanggungjawabkan.

Dengan ini tidak ada istilah pemerintah jadi wasit sehingga akan tewujud kesejahteraan dan keadilan di tengah-tengah ummat. Termasuk urusan kesejahteraan dan keadilan di bidang pangan. Semua masalah yang dihadapi petani mulai dari proses produksi, pemasokkan dan pendistribusian pangan, termasuk masalah fluktuasi harga pangan yang merugikan akan dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Begitu pula dengan peluang munculnya pihak-pihak yang melakukan penyelewengan akan dibasmi dengan penerapan sanksi yang tegas.

Sistem politik Islam juga akan menjamin negara terbebas dari intervensi dan tekanan internasional karena negara khilafah punya kemandirian dan kedaulatan sendiri. Kesejahteraan dan keadilan itu tidak akan terwujud ketika hukum Allah tidak dijadikan sebagai landasan pengambilan kebijakan negara. Karena itu, masyarakat terlebih dulu wajib beriman dan bertakwa dengan menegakkan hukum-hukum Islam dalam semua sendi kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. Al-Araf :96 yaitu:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: “ Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan mlimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-Araf :96).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here