Cerbung

I’m A Journalist

blank
Bagikan di media sosialmu

I’m A Journalist

By: Grizelle

Part 11
Rahasia Cincin Pernikahan

Kedua penculik bertopeng meninggalkan Sherly dan Sofia di sebuah kamar gelap dan pengap yang ada di dalam bangunan tua. Bangunan tua itu sudah lama tak berpenghuni. Kondisi bangunannya sudah mengalami keropos di berbagai sisi.

“Bro, kita tinggalkan saja mereka di sini. Biarkan saja mereka bersama tikus-tikus kelaparan. Setelah mereka bangun nanti, mereka akan berteriak-teriak minta tolong. Hahaha … bahkan, mungkin ada yang menangis karena tidak tahan berada di ruangan seperti ini. Mereka hanyalah dua jurnalis cewek yang cuma pintar kritik orang saja. Padahal, aslinya mereka adalah cewek-cewek manja dan penakut. Lihat saja nanti! Mereka akan merengek-rengek minta dilepaskan.” Lelaki bertubuh kekar itu berkelakar dengan penuh kesombongan.

“Betul kamu, Jon. Ayo, kita keluar! Kita berjaga-jaga di luar,” jawab lelaki bertopeng dengan tinggi 160 cm yang diketahui bernama Iwan.

Malam terasa sunyi karena bangunan tua itu jauh dari pemukiman penduduk. Bangunan tua itu adalah bekas rumah mewah yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Tidak jauh dari tempat Sherly dan Sofia disekap, terdapat sebuah kolam renang yang kotor dan berlumut. Di dekat kolam itu tumbuh berbagai tanaman liar. Kondisi tanaman yang tidak terurus dengan baik, sehingga kurang sedap dipandang. Kini, di depan pintu di mana kedua jurnalis cantik disekap kedua lelaki bertopeng itu berjaga-berjaga dan asyik bermain catur untuk menghilangkan kebosanan.

“Halo?” Si Jon mengangkat gawainya yang berdering. Terdengar suara seorang lelaki dari gawai tersebut yang biasa mereka panggil The Big Boss.

“Baik, kami akan jaga kedua cewek tersebut. Oh ya, benarkah?”

Mata Jono berbinar-binar karena mendengar berita yang menggembirakan hatinya.

“Terima kasih, Bos. Kami tunggu kedatangan Anda. Apa pun perintah The Big Boss akan kami laksanakan.”

Percakapan usai. Jono meletakkan kembali gawainya di saku kanan celana panjangnya.

“Ada apa, Bro? Kulihat wajahmu begitu ceria.”

“The Big Boss sudah mentransfer uangnya ke rekening kita. Sesuai janjinya lima kali lipat.”

“Benarkah?” Iwan ikut senang mendengarkan berita yang disampaikan oleh rekannya.

Kedua lelaki itu asyik berbincang. Tanpa sepengetahuan mereka, seseorang yang kini sudah memakai hijab syar’i karena permintaan sang suami mendengarkan percakapan mereka. Gadis itu masih terkulai di lantai dan dengan susah payah bangkit dari tidurnya. Dia menggeser-geserkan tubuhnya sedikit demi sedikit hingga mendapati punggungnya membentur dinding kamar. Dia menyandarkan tubuhnya di sana. Sherly mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, namun tak bisa melihat apa-apa karena kamar itu gelap gulita. Tak ada pencahayaan sama sekali.

“Di mana aku? Mereka telah menculikku. Apa yang harus ku lakukan sekarang?”

Sherly bergumam lirih seorang diri.

“Uhuk-uhuk.”

Suara seorang perempuan terbatuk-batuk tidak jauh darinya.

“Siapa di situ?” tanya Sherly pelan kepada sang pemilik suara.

“Ini aku, Sofia.”

“Rupanya kau pun ada di sini. Sungguh keterlaluan sekali mereka.”

“Apa yang sedang terjadi, Sher? Tangan dan kakiku diikat. Aku sulit bergerak.”

“Cobalah bangkit! Aku bersandar di dinding tidak jauh darimu. Dan pelankan suaramu! Jangan sampai kedua lelaki yang berjaga di depan menyadari kalau kita sudah sadarkan diri.”

Sofia mengerakkan tubuhnya perlahan-lahan menuju ke arah sahabatnya. “Akhirnya, aku bisa.” Sofia berbicara lirih karena takut suaranya terdengar oleh dua orang yang sedang berjaga di depan pintu.

“Siapa yang telah melakukan aksi sekeji ini kepada kita?” tanya Sofia kepada sahabatnya.

“Maafkan aku, Sofia. Mungkin semua ini gara-gara aku.”

“Apa maksudmu?”

“Kamu masih ingat soal hal penting yang ingin kusampaikan pada Bos? Malam hari pasca aku menikah dengan Alex, aku melihat Agung Prayikno yang kini masih hangat diperbincangkan oleh publik berada di dekat kolam renang hotel berbintang lima tempat kami menginap. Aku mengambil fotonya. Itulah yang membuat diriku mengalami beberapa tragedi di sana dan Alex memutuskan untuk segera kembali. Tapi, ternyata mereka juga mengejarku sampai di sini. Tadi kudengar perbincangan salah satu dari mereka sedang berbincang dengan seseorang di telepon. Aku yakin, orang yang memerintah mereka adalah orang yang berkuasa dan beruang. Maka dari itu, orang itu berani menggaji keduanya lima kali lipat.”

“Kenapa kau tidak menceritakan perkara segawat itu padaku, Sher? Aku ini sahabatmu, bukan?”

“Hmmm … sudahlah. Yang penting, sekarang kamu sudah mengetahuinya. Kita pikirkan saja bagaimana caranya kita bisa terlepas dari sini.”

“Suara apa itu, Sher? Apa itu suara tikus? Aku takut.”

“Diamlah! Jika kau berteriak, dua lelaki yang ada di luar sana akan datang menghampiri kita.”

Sofia menahan rasa takutnya hingga keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya. Tikus-tikus yang berkeliaran di sekitar mereka tidak hanya satu. Hal itulah yang membuat Sofia bergidik ngeri. Sejak kecil dia memang takut dengan tikus.

“Sofia, kamu coba lepaskan ikatan tanganku. Nanti aku pun akan melepaskan ikatanmu. Ayo, segera lakukan!” Sherly memberi aba-aba kepada sahabatnya. Sofia segera merespons seruan Sherly dan mencoba membuka tali yang mengikat kedua tangan Sherly.

“Alhamdulillah, berhasil,” ucap Sofia.

“Sekarang cepat bantu aku!”

Sementara di luar, seseorang bertubuh tambun dan berkepala botak datang menghampiri kedua penjaga di luar.

“Kalian nampak menikmati permainan kalian. Bagaimana dengan hasil tangkapan kalian? Apakah masih aman?”

“Oh, The Big Boss. Maaf, kami tidak menyadari kedatangan Anda. Sekali lagi kami minta maaf.”

“Sudahlah, lupakan saja! Di mana mereka?”

“Mereka berada di dalam. Kami mengikat kedua tangan dan kaki mereka. Jadi, mustahil mereka bisa melarikan diri. Mereka hanyalah dua cewek manja yang tak bisa apa-apa.”

“Oke. Aku ingin melihat mereka.”

“Baik, kami akan mengantar Anda.” Kedua lelaki bertopeng itu membuka pintu kamar. Iwan menyenter wajah Sherly dan Sofia bergantian.

“Lihat! Mereka masih tidur di lantai, Bos. Mereka masih belum sadarkan diri. Tangan dan kaki mereka juga masih terikat.”

“Baiklah. Seret mereka keluar! Kita eksekusi mereka sekarang. Mereka adalah dua jurnalis yang berbahaya. Aku ikuti saran kalian untuk melenyapkannya malam ini juga.”

“Baik, Bos. Perintah The Big Boss akan kami laksanakan.”

Jono dan Iwan menyeret tubuh kedua jurnalis cantik ke luar kamar tanpa belas kasihan sedikit pun. Mereka tidak peduli apakah mangsanya perempuan ataukah laki-laki. Yang jelas, harta sudah menakhlukkan mereka. Di mana ada uang, di situlah mereka akan tunduk.

“Hentikan!”

Jono dan Iwan menghentikan aksinya. Keduanya melihat ke arah sumber suara. Begitu pun The Big Boss menatap sosok pria di hadapannya dengan sorotan mata yang tajam.

“Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah aku sudah melarangmu untuk ikut campur dalam urusan ini?” The Big Boss menaikkan suaranya.

“Bagaimana pun mereka adalah dua karyawan terbaikku. Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan mereka. Papa menyerah saja karena apa yang Papa lakukan itu adalah sebuah kesalahan. Papa jangan membuat kesalahan yang baru. Apa yang Papa lakukan sekarang ini adalah sebuah tindakan kriminal.”

“Kau?!” Mata si koruptor menyala-nyala penuh api kemarahan. “Kau adalah anak yang tak tahu berterima kasih. Aku telah memungutmu dan menghidupimu, tapi apa balasanmu sekarang? Kau justru ingin memenjarakanku?”

“Pa, justru karena aku menyayangi Papa, aku harus menyampaikan hal ini kepada Papa. Pa, aku sangat berterima kasih karena Papa telah merawatku dengan baik. Papa sudah memberiku berbagai fasilitas mewah. Tapi, apa yang papa lakukan adalah suatu kesalahan besar. Batinku tersiksa jika aku membiarkan tindakan Papa ini. Akalku tidak mendukung kejahatan yang papa lakukan. Pa, menyerahlah!”

Pak Agung bersiul untuk memanggil dua ajudannya. Kedua orang berkaca mata hitam dan bertubuh kekar-kekar berlari menghampiri The Big Boss dan siap mendengarkan perintahnya.

“Kalian, tangkap dia! Bunuh saja dia sekalian. Dia tidak berguna.” Pria berkepala botak memberikan perintah kepada kedua ajudannya.

“Baik, Bos.” Dengan cekatan keduanya menangkap Adi Prayikno, Bos Sherly dan Sofia.

“Adhuhhhhh, tanganku.” Iwan dan Jono berteriak hampir bersamaan karena tangan mereka telah digigit oleh tangkapan mereka. Sedari tadi mereka tidak menyadari bahwa tali yang mengikat kedua jurnalis cantik itu sudah terlepas. Keduanya hanya berpura-pura memasang kembali tali tersebut pada tempatnya semula seolah-olah kedua tangan dan kaki mereka masih terikat.

“Bos, lari! Selamatkan dirimu!” Sherly menyeru atasannya.

Si Bos mengangguk dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman kedua ajudan bertubuh kekar itu, yang selama ini telah ia kenal dengan sangat baik. Dua ajudan itu biasa menemani sang Papa dan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh papanya.

Adi Prayikno pun berlari mengikuti kedua anak buahnya. Mereka berlari dengan sangat kencang sambil memikirkan jalan keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi.

“Apa yang sedang kalian lakukan? Kejar mereka!” The Big Boss semakin menunjukkan api kemarahannya.

Dua ajudan dan dua lelaki bertopeng berlari mengejar ketiga buruannya. Mereka berbagi tugas. Dua di antaranya menyusuri lorong dan sisanya mencari mangsanya di rerimbunan dekat kolam renang.

“Sher, aku sudah tidak kuat berlari. Kita cari tempat bersembunyi.”

“Baiklah,” jawab Sherly sambil terengah-engah.

Keduanya memilih bersembunyi di sebuah tempat, yang mereka sendiri tidak tahu tempat apa itu karena kondisi sekitar tempat itu gelap. Hanya ada cahaya remang-remang dari sinar bintang yang ada di langit.

“Sher, berjanjilah. Jika kita bisa terlepas dari pria botak itu, kau akan bersikap baik kepada Alex. Bukankah aku sudah memintamu untuk meminta izin terlebih dahulu kepada Alex sebelum kita pergi shopping? Aku takut Alex tidak ridla terhadap apa yang kamu lakukan. Dan lihat apa yang terjadi dengan kita saat ini.”

“Lupakan! Tidak ada hubungannya dengan Alex.”

“Sher, bagaimanapun kamu tetap salah. Kini kau sudah berstatus Ny. Alex. Apa pun yang kamu lakukan harus berdasarkan keridlaan suamimu.”

“Aku tidak mau. Sudah ada wanita lain yang mengisi hatinya.”

“Jadi, kamu cemburu?” Sebuah suara yang tidak asing mengagetkan keduanya.

“Alex? Bagaimana kau bisa berada di sini?” Sherly terkejut melihat suaminya.

“Lihat ini!” Alex meraih jari tangan kanan Sherly dan menunjuk ke arah cincin pernikahan yang dikenakan oleh istrinya.

“Aku bisa mengetahui di mana pun posisimu selama kamu mengenakan cincin ini. Jika kamu membuka cincin ini, kamu bisa menemukan sesuatu di dalam berlian itu. Kamu beruntung karena memiliki suami cerdas sepertiku.”

“Jadi, kamu?”

Sherly mengerucutkan bibir manisnya karena sekali lagi merasa jengkel kepada suaminya. Selama ini dirinya tidak menyadari bahwa Alex selalu mengawasinya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 1

Comment here