Opini

Hidup Tanpa Khilafah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Aisah, S.Pd. (Penggiat Literasi Persembahan Terbaik Subang)

wacana-edukasi.com– Bagai anak ayam kehilangan induknya, mungkin inilah istilah yang tepat bagi umat muslim saat ini. Kehidupan tanpa khilafah tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh generasi para sahabat. Bagaimana tidak, Khilafah sebagai sebuah sistem ketatanegaraan telah berdiri selama lebih dari 13 abad lamanya. Upaya dalam membangun kekhilafahan pun telah menguras energi, pikiran, harta dan jiwa para sahabat. Khilafah seperti sandaran bagi kaum muslim dalam berbagai permasalahan kehidupan. Islam memberikan solusi terbaik yang berasal dari Sang Pencipta. Eksistensinya sebagai pilar utama dalam perundang-undangan dan penentuan hukum yang berhasil meredam berbagai tindak kriminalitas.

Faktanya kini kaum muslim hidup tanpa khilafah, mereka tidak bisa mengadukan tindakan perselisihan, penganiayaan dan kedzaliman diantara mereka ataupun dengan para steak holder yang menguasai hajat hidup. Mereka pun tidak bisa berlindung dari pengejaran, penahanan, pembantaian dan ancaman nyata dari para musuh Islam dan kaum muslim. Sayangnya mereka pun tidak bisa mengadukan perihal kemiskinan, biaya pendidikan yang tinggi ataupun jaminan keselamatan dan kesehatan diri. Hal ini tiada lain karena kaum muslim telah kehilangan induknya sebagai pelindung dan penjaganya. Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya seorang Imam (Khilafah) itu adalah laksana perisai, dimana orang-orang akan berperang dibelakangnya, dan menjadikannya sebagai pelindung.” (H.R. Muslim)

Ironis kaum muslim khususnya generasi muda saat ini merasa tabu akan keagungan hukum Islam (baca: Khilafah Islamiyyah). Hanya sebagian dari mereka mengenal dan memahami bahwasanya Islam itu bukan hanya sekedar aturan salat, puasa, haji dan baca quran saja. Tapi ada aturan Allah lainnya yang berkenaan dengan pengaturan politik, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, militer hingga pengaturan politik luar negeri yang sama-sama penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Inilah yang menjadi alasan utama dalam menggali informasi sejarah. Generasi muda bisa menemukan kepingan-kepingan puzzle sejarah kekhilafahan Islam dalam pemaparan bentuk audio visual yang digarap langsung oleh komunitas anak muda pecinta sejarah. Pemaparan ini dibuat sedemikian rupa agar mereka paham bahwasanya ada #JejakKhilafahDiNusantara yang bisa dijadikan bukti otentik eksistensinya pada masa lampau.

Bukti ini akan menggambarkan bagaimana kekhilafahan ala minhaji nubuwah ini telah dijaga keras oleh para sahabat agar tetap eksis dan tersebar lewat dakwah ke penjuru dunia, hingga sampai di Nusantara. Keberadaan pentingnya sistem ini, telah mengalahkan penyelenggaraan pemakaman Rasulullah Saw, hingga ada pengganti kepemimpinannya dalam hal pemerintahan (baca: sebagai seorang Khalifah atau kepala negara) bukan sebagai nabi dan rasul. Para sahabat menunda dan mementingkan pemilihan kepala negara hingga dibai’atnya Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra, tiada lain agar menjadi pelajaran berharga bahwasanya keberadaan Rasullullah Saw sebagai kepala negara harus cepat diproses agar umat Islam mempunyai perisai dan pelindung dari ancaman musuh-musuhnya.

Pelajaran ini sangat jarang hadir ditengah-tengah kaum muslim. Hal ini bisa dianggap wajar karena generasi milenial itu tidak terdidik oleh sistem pendidikan Islam yang sesuai dengan Quran dan Sunnah. Mereka pun tidak dikenalkan pada sejarah ataupun tsaqofah islam. Mereka dilahirkan saat Islam sedang terpuruk, mereka pun dididik oleh sistem pendidikan yang kurikulumnya diatur penjajah. Mereka seperti disusui oleh pemikiran-pemikiran sekuler dan kufur. Hingga yang dihasilkan dari sistem pendidikan itu adalah pemikiran-pemikiran sekulerisme, kapitalisme, nasionalisme, hedonisme dan materialisme sebagai wujud dari wisuda para penjajah terhadap kaum muslim.

Berbagai penderitaan kaum muslim akibat tidak adanya khilafah bisa dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah umat Islam yang terkotak-kotak dalam sekatan nasionalisme direkayasa sedemikian rupa oleh para penjajah. Sistem pemerintahan yang menganggap ayat konstitusi lebih tinggi dari ayat illahi. Selanjutnya ada sistem pendidikan dan ekonomi kapitalis yang melahirkan budaya untung-rugi bak pedagang, materialisme politik yang mengganggap riswah sebagai hal lumrah serta bidang-bidang lainnya yang tidak menggunakan hukum Allah sebagai pedoman hidup dasar muslim. Sehingga wajar saja apabila terjadi kemunduran Islam yang nampak nyata dalam berbagai aspek kehidupan. Disini telah jelas bahwa, kaum muslim tidak akan pernah bangkit hingga hukum Allah digunakan ditengah-tengah kaum muslim.

Fakta inilah yang diangkat oleh salah satu komunitas muda pecinta sejarah Islam. Mereka membuat sedemikian hingga generasi muda bisa mengenal dan mengetahui seberapa pentingnya kekhilafahan Islam. Telah sukses perdana film JKDN (Jejak Khilafah Di Nusantara) dan sebentar lagi film sekuel JKDN akan segera tayang (https://youtu.be/-iKdfXIA_2U, Rabu, 20/10/2021). Berbeda dari sebelumnya Nicko Pandawa sebagai Director Film JKDN dan Nur Fajarudin sebagai Script Writer Film JKDN akan memaparkan bukti-bukti otentik kekhilafahan hadir di bumi Nusantara. #TrailerJKDN2 ini pun telah tayang diberbagai media sosial.

Film ini pun akan mengenalkan jejak sejarah kekhilafahan kepada generasi muda. Mereka akan lebih memahami betapa Islam telah dijaga dan disebarkan melalui dakwah dan jihad, hingga sampai ke Nusantara. Melalui film ini mereka diarahkan agar lebih memahami betapa pentingnya penerapan hukum-hukum Allah dimuka bumi. Dengan demikian mereka akan siap meneruskan perjuangan dakwah para sahabat dalam menjaga kekhilafahan. Hal ini akan terus berlanjut dan jejaknya itu bisa dilacak sampai ke Nusantara.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 41

Comment here