Opini

Gempa, Antara Mitigasi dan Tanggung Jawab Penguasa

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis: Hasriati, S.Pi.

Wacana-edukasi.com — Gempa kembali mengguncang Indonesia di Jawa , 10/0Timur. Sabtu, 4 April 2021 dengan magnitudo 6.1 dan masih terjadi gempa susulan. Tak heran Indonesia dideklarasikan oleh Word Bank sebagai salah satu dari 35 negara di dunia dengan tingkat ancaman bencana tertinggi.

Sebagaimana yang dilansir dari Republika.co.id (13/04/2021) berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Penanggulangan Bencana, gempa tersebut menelan korban jiwa. Sebanyak 8 orang meninggal dunia dan 23 orang luka-luka. Selain itu, gempa juga merusak 150 titik fasilitas umum dan lebih 4.000 rumah rusak .

Menghadapi bencana ini, pemerintah melalui instruksi Presiden akan segera melakukan langkah-langkah tanggap darurat, mencari dan menemukan korban yang tertimpa reruntuhan, melakukan perawatan pada korban yang luka-luka dan juga penanganan dampak dari adanya gempa (Voaindonesia.com,11/04/2021).

Selanjutnya Presiden mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa letak geografis Indonesia berada di wilayah cincin api atau ring of fire. Dengan demikian, aktivitas alam baik berupa gempa bumi, dan bencana alam lainnya, bisa terjadi kapan saja.

Sadar akan potensi gempa yang siap mengguncang kapan saja, selayaknya Indonesia memiliki sistem mitigasi bencana yang memadai. Namun sayang, meski kerap terdampak bencana, nampaknya upaya membangun mitigasi bencana sangat minim.

Menurut pakar seismograf ITB, Andri Dian Nugraha dalam Tempo.co,10/8/2019, idealnya setiap jarak stasiun (pengamatan) sekitar 15 km. Namun di Indonesia jarak antara pos monitoring mencapai 100 km.

Saat ini baru 69 gunung api yang diamati oleh pemerintah melalui alat pemantau kegempaan seismograf. Artinya masih ada ratusan lainnya yang terabaikan dan tiba-tiba bisa menimbulkan bencana. Gunung Sinabung di Sumatera Utara, misalnya. Meletus pada tahun 2010 tanpa termonitor, setelah lebih 400 tahun aman tanpa gejala apapun.

Di sisi lain kondisi mitigasi bencana gempa, berupa antisipasi rancangan bangunan berupa bangunan tahan gempa dan aman gempa, boleh dikatakan tidak ada. Padahal tingginya jumlah kematian disebabkan karena banyak warga tertimbun runtuhan bangunan akibat goncangan gempa.

Dengan demikian, dalam penanganan gempa, kebutuhan rakyat terhadap mitigasi bencana terutama berbasis teknologi mutakhir, tidak kalah penting dari langkah tanggap darurat. Karena berbagai upaya yang dilakukan dalam mitigasi dapat mengurangi korban jiwa, kerugian material maupun psikososial.

Dalam Islam, tanggung jawab dalam penanganan bencana tentu menjadi tanggung jawab bersama. Namun Islam meletakkan tanggung jawab terbesar berada pada pundak penguasa sebagai pengurus, pelayan dan pelindung rakyat.

Sabda Rasullah Saw bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya” (HR Buhari Muslim).

Maka dari itu, pengelolaan dan penanggulangan bencana merupakan bagian dari urusan rakyat. Maka sebagai tanggung jawab di hadapan Allah Swt., negara secara langsung menanganinya, baik penanganan pra bencana, ketika bencana maupun paska bencana.

Salah satu bukti otentik keunggulan sistem Islam dalam penyiapan segala hal yang mencakup bencana adalah Masjid Sultan Ahmed yang dibangun pada masa Kekhilafaan Turki Utsmani. Di mana Sultan Ahmed mempunyai seorang arsitek yang fenomenal bernama Sinan yang menerapkan kebijakan untuk menangkal gempa. Seluruh warga negara harus membangun gedung-gedung tahan gempa. Termasuk pembangunan masjid, memiliki konstruksi beton yang bertulang sangat kokoh serta pola-pola lengkung berjenjang. Semua masjid yang dibangunnya juga diletakkan pada tanah yang menurut penelitian saat itu cukup stabil. Gempa bumi berkekuatan 8 skala Richter yang terjadi kemudian hari, terbukti tidak membuat dampak sedikit pun pada masjid tersebut. Sekali pun banyak gedung modern di Istanbul yang justru roboh.

Penguasa dalam sistem Islam akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk menangani bencana secara konferhensif agar bencana alam tidak memberi mudharat bagi manusia. Sekaligus semua kerja keras mereka akan menjadi jalan datangnya pahala dan kebaikan yang melimpah. Namun sebaliknya, kelalaian dalam mengurusi rakyat, niscaya akan menjadi sebab penyesalan dan kehinaan kelak di hari akhir.

Wallahu A’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 2

Comment here