Surat Pembaca

Dugaan Politik Uang, Niscaya dalam Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pemilihan umum (Pemilu) sebentar lagi akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang. Para calon legislatif sedang gencar-gencarnya berkampanye untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Untuk meraih dukungan tersebut politik uang pun kemungkinan terjadi, bahkan harus diwaspadai. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung, Kahpiana, indikasi money politic ditemui dari laporan maupun temuan. TRIBUNPRIANGAN.COM.

Kahpiana mengatakan kalau pemberian sembako dan jenis barang lainnya itu termasuk ke dalam kategori money politic atau politik uang. Bahkan katanya juga sekarang ada metode kampanye bazar murah. Adapun pemberian hidangan makanan dan minuman berupa snack box diperbolehkan asal tidak melebihi batas yang telah diatur dalam PKPU Nomor 15 tahun 2023, yaitu Rp 45.000 di Kabupaten Bandung.

Didalam sistem demokrasi, cara untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan yaitu dengan adanya kompetisi politik. Partai politik beserta para politisinya menyusun strategi untuk mensosialisasikan berbagai produk dari partai dan politisinya pada masyarakat baik dengan terjun langsung kepada masyarakat maupun dengan spanduk-spanduk yang berisi jargon-jargon untuk menarik perhatian masyarakat. Tujuan diadakannya kompetisi lima tahunan ini yaitu untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan di pemerintahan yang berdasarkan kemanfaatan baik yang bersifat riil maupun materil. Hal ini menjadi peluang bagi para politisi untuk mensosialisasikan dirinya ke tengah-tengah masyarakat dengan cara yang diatur dalam undang-undang dan dengan cara yang merugikan bahkan cenderung kepada korupsi. Yakni, “Money Politic” atau “Politik Uang”. Bahkan ada yang beranggapan bahwa hal tersebut lazim dalam kompetisi.

Dengan adanya politik uang dalam meraih kekuasaan akan membuka peluang korupsi bagi para politisi yang berhasil memangku jabatan. Juga akan berpengaruh pada penyalahgunaan kekuasaan. Pasalnya, untuk mencapai pada kekuasan tersebut banyak uang yang harus dikeluarkannya untuk berkampanye. Adapun bagi politisi yang gagal, bisa berakibat pada kesehatan mental, bahkan bisa mengakibatkan bunuh diri karena stres.

Politik uang sendiri merupakan pelanggaran berdasarkan pasal 523 ayat(1) sampai dengan ayat (3) UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Meskipun sudah diatur tetapi hal ini terus terjadi, seperti menjadi tradisi menjelang pemilu untuk memilih pemimpin baik di daerah maupun negara. Tidak heran dalam sistem demokrasi dalam mengatur pemerintahan mengharuskan memilih pemimpin melalui jalur pemilu dan pilkada. Sistem demokrasi yang rusak ini meniscayakan kemenangan adalah suara terbanyak. Pemberian uang, sembako dan berbagai barang lainnya sebagai embel-embel ajakan untuk memilih salah satu calon atau biasa dikenal dengan serangan fajar ini adalah andalan para kader parpol untuk mendapat suara rakyat saat pesta demokrasi.

Sistem demokrasi kapitalisme lahir dari ideologi yang bobrok yang meniadakan peran agama dalam mengatur kehidupan membuat segala cara halal dilakukan untuk mendapatkan keuntungan termasuk praktik politik uang untuk mendapatkan kursi kekuasaan yang sudah sangat jelas keharamannya. Terlebih lagi praktik ini melahirkan penguasa korup untuk mengembalikan modal mereka yang habis untuk kampanye. Rakyat dalam sistem demokrasi hanya dimanfaatkan untuk mendulang suara demi kursi kekuasaan.

Bagaimana Islam memandang hal ini? Politik uang di dalam Islam hukumnya haram, baik memberi atau menerima pemberian. Karena hal tersebut merupakan risywah (suap). Suap adalah setiap harta yang diberikan kepada setiap pihak yang mempunyai kewenangan untuk menunaikan suatu kepentingan (maslahat) yang seharusnya tidak memerlukan pembayaran/pemberian bagi pihak tersebut untuk menunaikannya(Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, 2/332; Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/219). muslimahnews.net.

Dalil-dalil umum yang mengharamkan suap, antara lain hadis dari Abdullah bin ‘Amr Ra. bahwa Rasulullah saw. telah melaknat setiap orang yang menyuap dan yang menerima suap (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Berdasarkan keumuman dalil haramnya suap ini, maka haram hukumnya pemberian dari caleg, baik bagi pihak yang memberi(caleg) maupun bagi pihak pemilih.

Adapun dalam sistem demokrasi saat ini seorang anggota legislatif akan melakukan kebatilan, yaitu menjalankan tugas legislatifnya dengan menyusun UU yang bukan syariat Islam. Wallahu’alam bishshawab

Sumiati

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 7

Comment here