Opini

Beratnya Beban Hidup, Membuat Fitrah Ibu Kian Redup

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi. Com, OPINI— Hidup di zaman yang serba sulit membuat pikiran kian sempit. Solusi yang dicari pun tidak mau yang berbelit, yang penting terkendali meskipun membuat hati dan pikiran sakit. Hasilnya, solusi yang diambil tanpa tuntunan, memberikan problematika baru yang tentu saja pahit.

Seperti yang belum lama ini terjadi, polisi menangkap seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, bernama Rohwana alias Wana (38 tahun) karena membunuh bayinya sendiri setelah dilahirkan dengan cara ditenggelamkan ke ember berisi air, lalu dibuang ke semak-semak di dalam kebun milik warga sekitar. Karena tidak cukup biaya untuk membesarkan, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya tersebut. (kumparanNEWS, 24/1/2024)

Sungguh disayangkan sekali, seorang ibu yang seharusnya menjadi pelindung bagi anaknya, terlebih anak yang baru saja dilahirkan, justru menjadi eksekutor bagi anaknya sendiri. Sungguh tega. Kalau sudah seperti ini, apakah kasih ibu masih sepanjang masa?

Rasanya, beban hidup membuat manusia banyak yang mati rasa. Berbuat sesuatu tanpa memikirkan dosa. Padahal Allah Maha Kuasa menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Makhluk yang mampu melakukan berbagai usaha yang diperbolehkan agama, agar hidup senantiasa dalam rida-Nya.

Lalu, mengapa seorang ibu dengan tega menghabisi nyawa anaknya?

Pudarnya Peran Agama dalam Kehidupan

Setelah menikah, hal yang ditunggu-tunggu ialah memiliki anak. Lalu, Allah Swt. titipkan makhluk kecil yang disebut janin dalam rahim seorang calon ibu. Kurang lebih sekitar 9 bulan janin tersebut berada dalam perut ibu, menemani hari-hari sang ibu dalam satu tubuh. Setelah itu, lahir lah bayi ke dunia. Hal yang membahagiakan tentunya, seharusnya. Dari perjuangan dan pengorbanan ibu selama mengandung dan melahirkan, rasanya ibunya lah yang seharusnya menjadi orang yang paling sayang pada anak. Namun, nyatanya ada saja ibu yang dengan tega membunuh darah dagingnya sendiri.

Perbuatan kejam seorang ibu tersebut memiliki beberapa faktor. Satu, iman yang lemah. Iman yang lemah dapat membuat seorang ibu menjadi hilang arah dan tidak terkendali. Ibu tersebut menjadi lupa bahwa hadirnya seorang anak merupakan anugerah yang telah Allah Swt. berikan. Bahkan, tidak semua pasangan suami istri dengan mudah memiliki anak, ada beberapa pasangan yang harus bersabar menunggu hingga bertahun-tahun lamanya. Maka dari itu, kehadiran anak merupakan karunia yang besar. Dan tidak hanya itu, anak merupakan amanah yang Allah Swt. titipkan kepada orang tuanya. Amanah ini harus dijaga dengan sangat baik. Di akhirat kelak, orang tuanya akan mempertanggungjawabkan kepada Allah Swt. mengenai pendidikan dan pengasuhan anaknya.

Kedua, faktor keluarga. Keluarga juga merupakan bagian yang penting dalam menjaga kewarasan seorang ibu. Fungsi utama perempuan sebagai ibu seharusnya di dukung oleh keluarga. Namun, dalam kapitalisme, para ibu seolah dipaksa untuk ikut berupaya memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Akibatnya, ada kemungkinan ibu menganggap kehadiran sang buah hati merupakan tambahan beban yang harus dipikul, sehingga melenyapkan buah hati tersebut membuat beban dalam hidupnya tidak bertambah. Astaghfirullah.

Lalu yang ketiga, dalam kapitalisme ini, masyarakat cenderung individualis. Masyarakat banyak yang acuh pada sekitar dan lebih mementingkan kehidupan pribadinya dan keluarganya sendiri. Tetangga dan saudara pun mungkin sudah terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Akhirnya, tetangga tidak memperhatikan jika ada tetangga lain yang kewalahan saat hamil.

Kemudian yang keempat, para ibu seolah diabaikan oleh negara. Padahal, negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi para ibu. Negara pun tidak mampu dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pada akhirnya, banyak kaum ibu yang berada dalam kesusahan.

Banyak kesulitan yang dialami seorang ibu, seperti depresi setelah melahirkan, dan lain-lain. Negara seharusnya menjadi pelindung, namun nyatanya tidak mampu hadir dalam mencegah kesusahan yang dialami oleh para ibu. Negara semestinya mampu menanamkan keimanan yang kuat pada setiap ibu, sehingga ketika ujian datang menghampiri, para ibu tetap kuat dan tidak putus asa pada Allah Swt.. Negara pun seharusnya membuat masyarakat dan juga keluarga memperhatikan kondisi keselamatan ibu dan janinnya.

Hanya saja dalam kapitalisme ini, negara tidak sanggup menjalankan fungsinya sebagai pelindung semua rakyat. Penguasa terlalu sibuk mengurusi kepentingan pemilik modal dan mempertahankan kursi. Derita rakyat seolah tidak penting untuk diurus dan tidak dipikirkan untuk diberi penyelesaian yang tuntas. Akan tetapi, tetap harus ada perubahan demi melindungi para ibu dan generasi.

Kaum Ibu Mulia dengan Islam

Islam amat sangat memuliakan para ibu karena perempuan memiliki tugas yang cukup berat, seperti hamil dan melahirkan.

Allah Swt. berfirman,
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Luqman: 14).

Dalam Islam, ibu menempati posisi yang mulia dan harus dijaga. Sehingga, kesejahteraan ibu dan anak dijamin oleh negara dalam berbagai cara. Seperti, perempuan tidak wajib bekerja, tapi memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya. Dengan begitu, perempuan dapat dengan optimal dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ibu pun tidak terbebani tanggungan ekonomi keluarga.

Lalu, dalam Islam adanya suport dari masyarakat berupa tolong menolong. Hal ini membuat masyarakat tidak bisa hanya mementingkan diri sendiri. Masyarakat akan memberikan bantuan ketika ada tetangga yang kesulitan dalam ekonomi. Bantuannya bisa berupa sedekah, tawaran pekerjaan untuk kepala keluarga, dan bantuan lain yang dibutuhkan.

Selain itu, negara juga akan memberikan bantuan kepada orang yang termasuk ke dalam golongan fakir atau miskin. Seperti kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang memanggul sekarung gandum untuk diberikan kepada ibu yang merebus batu. Dapat dilihat bahwa begitu diperhatikannya kaum Ibu dalam Islam.

Hal tersebut bisa terwujud karena Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang dengan nyata mampu memberikan kesejahteraan yang merata kepada setiap individu. Pun dapat terwujud ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh pada setiap aspek kehidupan. Penerapan syariat Islam ini membuat para ibu memiliki fisik dan mental yang sehat. Dengan demikian, para ibu dapat mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan baik dan penuh rasa kasih sayang. Sehingga, generasi Islam yang mulia dan cemerlang akan terwujud pula. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 12

Comment here