Opini

Derita Pahlawan Devisa dalam Dilema, Mengapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Endang Seruni (Muslimah Peduli Generasi)

wacana-edukasi.com– Banyak masyarakat di Indonesia yang berbondong-bondong bekerja di luar negeri sebagai TKI atau PMI( Pekerja Migran Indonesia). Dengan harapan mendapatkan gaji yang besar membuat mereka rela berjauhan dengan keluarga. Para PMI ini terdiri dari pekerja laki- laki dan perempuan. Mereka harus rela berjuang di negeri orang hanya demi meraih mimpi mereka. Yaitu untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Inilah salah satu dari sekian banyak pekerja migran, sebut saja Nurningsih namanya. Adalah seorang pekerja migran yang meninggal dunia akibat kebakaran di salah satu hotel di kota Changhua, Taiwan 4 bulan lalu.
Almarhum bekerja kurang lebih 7 tahun. Sejak 10 September 2014 di Taiwan.
Dan meninggal pada tanggal 30 Juni 2021. Karena sedang menjalani karantina, untuk pemulihan dari terpapar Covid-19, akibat tertular sang majikan.

Pemulangan jenazah ke tanah air tertahan selama 4 bulan. Hal ini dikarenakan menunggu penyelidikan dari polisi setempat. Terkait kebakaran akibat kelalaian atau faktor kesengajaan.

Jenazah tiba di bandara Soekarno-Hatta pada Jumat, 22 Oktober 2021. Dan langsung dibawa ke Lampung Timur lewat jalur darat. Tiba di Tanjung Inten, Kec Purbolinggo, Lampung Timur pada 23 Oktober 2021 ( Lampung Post, 23/10/2021).

Kabupaten Lampung Timur, merupakan kabupaten pengirim PMI terbesar di Lampung. Hal ini terjadi karena minimnya lapangan pekerjaan dan upah yang rendah.
Kepala UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Bandar Lampung, Ahmad Salali mengatakan dalam catatan BP2MI pada tahun 2019 warga Lampung Timur yang berada di luar negeri sebagai PMI sebanyak 5974 perempuan dan 213 laki-laki. Pada tahun 2020 sebanyak 2913 perempuan dan 812 laki-laki. Pada 2021 sebanyak 1124 perempuan dan 116 laki laki. Pada 2 tahun belakangan mengalami penurunan dikarenakan wabah covid-19. Jika Corona tidak mendekap negeri ini, maka pengiriman PMI akan lebih besar lagi( kupas tuntas,22/10/2021).

Banyaknya pekerja migran Indonesia yang didominasi oleh perempuan. Para perempuan ini berharap penghidupan yang lebih baik. Hingga mereka lupa bahwa mereka adalah ibu yang harus berjauhan dengan suami atau anak-anaknya. Atau seorang yang lajang yang harus rela berjauhan dengan keluarganya.

Mereka tidak memperdulikan jika bahaya senantiasa mengintai. Dari penganiayaan atau kecelakaan kerja, yang mengakibatkan kematian. Bagi para istri ikut bekerja membanting tulang, karena nafkah yang diberikan suami tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka. Sementara dari hari kehari harga kebutuhan pokok melambung. Ditambah pula mahalnya biaya pendidikan bagi anak mereka. Dengan demikian terpaksa mereka berkorban demi untuk masa depan anak-anak.

Kebanyakan para pekerja migran ini, tidaklah berpendidikan tinggi. Sehingga pekerjaan yang didapatkan juga sebagai pekerja kasar. Para perempuan ini terpaksa harus berubah fungsi, dari tulang rusuk sebagai pendamping suami dan pengatur rumah tangga. Menjadi tulang punggung yang harus mencukupi nafkah keluarga. Lagi-lagi persoalan ekonomi yang menghantui kehidupan keluarga mereka cepat terselesaikan.

Inilah alam demokrasi kapitalisme. Para pekerja migran yang dilabeli dengan pahlawan devisa. Karena dari mereka negara mendapatkan pemasukan yang tidak sedikit. Namun tidak ada pengawasan yang serius terhadap mereka. Hingga mereka mengalami musibah, bahkan sampai kematian menjemput. Prosedur pemulangan jenazah ke tanah air yang memakan waktu lama. Karena menunggu penyelidikan.

Ironisnya, permasalahan pekerja migran terus menjadi momok yang tidak bertemu solusi. Permasalahan ini terus berulang.
Demikianlah jika kapitalisme mencengkeram suatu negeri. Bahkan negeri- negeri kaum muslim. Aturan yang ditetapkan tidak dibarengi dengan periayahan. Ketidakadilan sering menghampiri rakyat. Lagi-lagi rakyatlah yang menjadi korban.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat mengutamakan periayahan terhadap rakyat. Kesejahteraan dan kemaslahatan adalah tanggung jawab negara.

Dalam Islam negara menjamin kebutuhan pokok rakyat. Berupa sandang pangan dan papan. Negara juga menjamin seluruh warganya untuk mendapatkan pekerjaan. Terutama bagi para ayah yang berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Untuk itu negara membuka lapangan kerja seluas- luasnya. Sehingga mereka mampu menghidupi keluarganya. Sehingga tidak ada kepala keluarga yang tidak bekerja atau berpenghasilan. Dengan demikian para ibu bisa mengasuh dan mendidik anak-anak di rumah.

Negara juga memberikan pelayanan publik berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi seluruh rakyat. Semua itu dapat dengan mudah diakses bahkan gratis. Sehingga para ayah akan fokus untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, tanpa harus pusing memikirkan biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal. Karena negara menjaminnya.

Kokohnya sistem perekonomian Islam, membuat tangguhnya pemerintahan Islam.
Mandiri dan tidak tergantung kepada asing.

Pembiayaan untuk kebutuhan rakyat diambil dari kas negara yaitu Baitul mal.
Yang bersumber dari karaj, fa’i, juga harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. Dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Demikianlah jika sistem Islam diterapkan.
Kesejahteraan dan kemaslahatan umat bisa terwujud. Tidak ada lagi derita para pekerja yang berada di luar negeri, mengalami ketidakadilan. Juga para istri berposisi sebagaimana fitrah mereka yaitu Ummu warabatul bait.

Waallahu’alam bi shawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 3

Comment here