Oleh: Ummu Zahra Fikr (Muslimah Semarang)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Kesehatan yang prima adalah dambaan setiap manusia. Kesehatan juga menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Sehat secara fisik, mental dan spiritual akan tercapai tak lepas dari peran negara. Oleh karena itu kebutuhan layanan kesehatan yang berkualitas haruslah bisa dirasakan oleh setiap individu rakyat di seluruh penjuru tanpa terkecuali. Lantas, sudahkah hal tersebut terwujud?
Beberapa waktu lalu tersiar kabar pemerintah akan membuat program skrining atau cek kesehatan gratis (CKG) bagi masyarakat yang berulang tahun. Program ini berlaku mulai Februari 2025. Program ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan mendeteksi penyakit lebih awal.
Untuk mengikuti cek kesehatan gratis ini masyarakat bisa mengunakan aplikasi satu sehat mobile atau datang langsung. Adapun layanan kesehatan gratis ini diperuntukkan untuk empat kelompok masyarakat. Di antaranya yaitu, bayi baru lahir (usia dua hari), balita dan anak prasekolah (1-6 tahun), dewasa (18-59 tahun), dan lansia (mulai 60 tahun), sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/33/2025.
(www.kompas.tv, 31/01/2025)
Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) ini akan melibatkan 10.000 puskesmas dan 20.000 klinik swasta. Demi menyukseskan program ini, negara menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 4,7 triliun dari anggaran APBN.(beritasatu.com, 28/01/2025). Lalu bagaimana realitanya nanti? Akankah mampu meningkatkan kesehatan masyarakat?
*Potret Buram Sistem Kesehatan Hari Ini*
Sekilas seperti angin segar yang menyejukkan. Di tengah berbagai kebijakan pemerintah yang membelit rakyat dari kenaikan harga listrik, BBM, langkanya gas elpiji dan sulitnya mendapatkan akses layanan publik yang seharusnya menjadi hak rakyat. Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) ini seolah menjadi penghibur lara bagi masyarakat.
Program besar ini nampaknya bagus dan memiliki tujuan yang mulia. Sebagaimana harapan presiden Prabowo yakni untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu dikritisi. Program CKG ini menuai tantangan di antaranya infrastruktur yang belum memadai dan merata, distribusi tenaga medis, sosialisasi yang efektif, serta keberlanjutan program.
Saat ini Indonesia mengalami krisis dokter. Hal ini menjadi persoalan besar di sektor kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan tambahan 120 ribu dokter umum untuk mencapai rasio ideal sebagaimana standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Menurut WHO sendiri idealnya untuk rasio dokter terhadap jumlah penduduk yaitu 1 dokter per 1.000 orang.
Jumlah dokter umum di Indonesia saat ini sebanyak 150 ribu dan masih membutuhkan 120 ribu orang lagi. Permasalahan ini akan menghambat keberhasilan program CKG. Distribusi tenaga kesehatan khususnya dokter belum merata di seluruh daerah, sehingga tidak mampu menjangkau masyarakat sepenuhnya.
Selain itu, permasalahan berikutnya yakni infrastruktur kesehatan. Pelayanan dan fasilitas kesehatan kurang memadai. Di Indonesia sendiri pelayanan kesehatannya relatif rendah. Pelayanan kesehatan di daerah pedalaman khususnya, masih sulit dijangkau. Bahkan ada pasien yang harus menunggu satu bulan di rumah. Padahal pasien tersebut termasuk dalam kategori penyakit berat yang semestinya mendapat penanganan cepat di awal.
Kemudian, terkait pelayanan kesehatan yang menjadi masalah yaitu pasien harus mengantri panjang saat melakukan pemeriksaan, mengantri saat penebusan obat, kemudian proses jika pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain. Saat proses rujuk rumah sakit lain mereka harus menunggu untuk ketersediaan ruangan. Banyaknya jumlah pasien yang berdatangan tak sebanding dengan jumlah para nakes yang berdinas menjadikan beban kerja bagi mereka. Dampak akhirnya mempengaruhi sikap atau etika dalam melayani pasien. Seperti terkesan lambat dalam penanganan dan jika sudah dapat penanganan pun mereka tergesa-gesa. Hal ini karena para nakes bekerja melayani masyarakat berpacu dengan waktu. Walhasil pelayanan yang diberikan di mata masyarakat terlihat buruk.
Demikianlah potret lemahnya sistem kesehatan di negeri kita saat ini. Program Pemeriksaan Gratis (CKG) yang dijalankan pemerintah akan mustahil akan berjalan mulus jika problem-problem ini belum terselesaikan.
Kapitalisme Mewarnai Dunia Kesehatan
Hari ini kita hidup dalam sistem kapitalisme. Sistem yang menilai segala sesuatu harus memberikan keuntungan materi. Rupanya kapitalisme tak hanya di sektor ekonomi saja. Kapitalisme juga membidik sektor kesehatan.
Dalam kapitalisme, bisnis kesehatan sangat menjanjikan dan mampu memberikan keuntungan yang besar. Hal ini karena kesehatan sudah menjadi kebutuhan pokok. Masyarakat rela merogoh biaya yang mahal dan terseok-seok untuk mengupayakannya.
Mirisnya, kondisi ini seolah dibiarkan oleh negara. Negara abai dalam pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan. Padahal kesehatan adalah hak asasi setiap manusia yang seharusnya dijamin pemenuhan oleh negara. Kita bisa melihat dan merasakan bagaimana kinerja pemerintah dalam sistem kesehatan.
Negara hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator.
Bagaimana tidak, negara justru menyerahkan urusan kepentingan rakyat kepada swasta. Negara lebih senang bergandeng tangan dengan swasta untuk setiap program yang mau diluncurkan. Padahal pihak swasta tak lepas dari orientasi keuntungan. Hal ini mencerminkan negara tidak serius dalam melayani umat, tetapi justru melayani kepentingan para elite swasta.
Oleh karena itu, Cek Kesehatan Gratis yang menjadi harapan rakyat tidak akan berjalan secara efektif, berkelanjutan serta akan menuai hambatan selama sistem yang rusak yaitu kapitalisme masih mewarnai.
Kesehatan Terjamin dalam Naungan Islam
Pada masa kejayaan peradaban Islam, kesehatan memiliki kedudukan yang menjadi perhatian bagi negara. Islam begitu totalitas kontribusinya dalam hal pelayanan kesehatan, tak ada tandingannya di peradaban mana pun.
Dalam Islam kesehatan disandingkan dengan keimanan. Keimanan merupakan pondasi awal dalam membangun kesehatan fisik dan mental. Keimanan yang sempurna akan menghantarkan pada kepuasan akal, ketentraman hati, dan kesesuaian dengan fitrah manusia dalam menerima kebenaran Islam.
Kondisi ini akan membentuk jiwa dan fisik yang sehat dalam beramal atau menjalankan kehidupan yang menjadi bagian dari konsekuensi keimanan. Beramal apa pun diniatkan untuk mengharap rida Allah Ta’ala. Oleh karena itu, keimanan dan kesehatan sangat erat hubungannya.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda dalam hadits riwayat Hakim: “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada lagi yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.”
Islam memiliki cara pandang istimewa. Kesehatan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, baik muslim maupun non muslim.
Tidak boleh ada kapitalisasi dan juga eksploitasi dalam kesehatan.
Dalam Islam, negara (khilafah) memiliki tanggung jawab untuk menjamin kebutuhan layanan kesehatan setiap rakyatnya. Oleh karena itu, negara tidak boleh lalai sedikit pun kepada rakyat yang bisa mengakibatkan kemadaratan. Hal ini diharamkan dalam Islam.
Sebagaimana Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari,. “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana pengembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”
Sistem Islam memberikan pelayanan kesehatan bagi rakyat dengan pelayanan yang berkualitas serta gratis tanpa membayar sepeser pun. Hal ini nampak sebagaimana Rasulullah Saw. menjamin kesehatan rakyatnya yang sakit dengan mendatangkan dokter dan tidak membebani pungutan biaya bagi rakyatnya.(An-Nabhani, Muqadimmah ad-Dustur, II/143)
Dalam sistem Islam pembiayaan kesehatan ditetapkan oleh syariat sebagaimana diatur dalam Al- Qur’an dan Sunnah, yaitu bersumber dari kas negara atau Baitul Mal. Baitul Mal merupakan bagian dari kepemilikan umum. Ada tiga jenis kepemilikan umum yang hanya boleh dikelola oleh negara saja yaitu: semua jenis barang tambang, semua kekayaan yang berada di dalam lautan dan hutan. Hasil pengelolaan negara ini nantinya akan dikembalikan lagi untuk pemenuhan segala kebutuhan rakyatnya.
Adanya Baitul Mal yang dimiliki negara ini tentunya menjadi sumber pemasukan yang sangat besar. Penerapan sistem Islam dalam naungan khilafah bukan hal yang mustahil mampu memenuhi semua kebutuhan pemeliharaan kesehatan setiap rakyatnya, yaitu:
Pertama, infrastruktur yang memadai dan merata di seluruh daerah.
Kedua, penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan merata untuk seluruh daerah.
Ketiga, distribusi tenaga kesehatan medis merata baik dokter atau perawat . Sehingga jumlah tenaga medis ideal dengan jumlah pasien yang ditangani. Kondisi ini menjadikan para tenaga medis memiliki beban kerja yang manusiawi serta mereka pun mendapatkan gaji yang layak dari negara.
Keempat, konsep pelayanan yang profesional, mudah, cepat. Pelayanan dijalankan bukan hanya bagian dari tanggung jawab atau dedikasi, tetapi juga karena wujud keimanan dan ketaatan demi meraih rida Allah Ta’ala.
Khalifah (pemimpin negara) akan menjaga kehormatan, harta dan senantiasa berupaya mewujudkan hifzu an-nafs (penjagaan nyawa manusia) sebagai bagian dari maqashidu asysyariah (tujuan syariah).
Begitu indah bukan jika syariat Islam diterapkan secara totalitas? Syariat Islam akan mewujudkan kesehatan yang sempurna dan paripurna untuk seluruh rakyat.
Views: 14
Comment here