Opini

Teganya PTN, Memaksa Mahasiswa Terlibat Pinjol

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
 
wacana-edukasi.com, OPINI–
Sebuah berita mengejutkan hadir dari dunia pendidikan, khususnya dari sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang cukup terkenal; yang menambah potret buram dunia pendidikan kita.
 
ITB (Institut Teknologi Bandung) menawarkan pembayaran kuliah beberapa mahasiswanya yang menunggak UKT (Uang Kuliah Tahunan) dengan Pinjol (Pinjaman Online) yang sedang disorot eksistensinya karena banyak menjerat rakyat kecil (www.bbc.com, Sabtu 27 Januari 2024) (1). Walau telah diklarifikasi bahwa pilihan pembayaran dengan pinjol bukan untuk mahasiswa yang tak mampu (www.detik.com, Rabu 31 Januari 2024) (2), tapi berita ini cukup memukul dunia pendidikan.
 
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan apa yang terjadi di ITB, mulai dari tunggakan mahasiswa hingga munculnya skema pinjol, disebabkan oleh UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang bermasalah.
Undang-Undang tersebut, kata Ubaid, telah mengubah status perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum publik yang otonom atau disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).
Yang artinya kampus diberikan hak penuh untuk melakukan komersialisasi dalam mengelola keuangan.
“Jadi apa saja kegiatan yang berpotensi menghasilan profit, diperbolehkan, termasuk menarik uang per semester dengan jumlah berapa juga boleh…” ujar Ubaid Matraji kepada BBC News Indonesia, Jumat (26/12).
 
Beginilah potret buram dunia pendidikan dalam paradigma sekuler kapitalisme. Karena tidak menjadikan agama sebagai panduan hidup, maka menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan; termasuk mengkomersilkan biaya pendidikan. Negara pun berlepas memberikan pelayanan pada rakyat di bidang pendidikan, dengan menghilangkan subsidi pada PTN yang membuat PTN terpaksa melakukan tindakan komersil pada biaya pendidikan yang ditariknya, demi keberlangsungan eksistensinya.
 
Negara pun terjerat dengan pandangan kapitalismenya, yang memandang pendidikan sebagai komoditas yang layak dikomersilkan. Sehingga membuka pintu bagi investor asing untuk membuka sekolah dan perguruan tinggi di negara kita. Hal ini memaksa semua PTN pun ‘terpaksa’ menarik biaya pendidikan yang ‘lebih’, agar tidak kalah bersaing dengan PTS lainnya. Dampaknya, masyarakat jadi korban. Bahkan dijerat dengan pembayaran pinjol yang berbunga, yang nyata keharamannya dalam Islam dan telah menjerat banyak masyarakat.
 
Hal ini tidak ditemukan dalam kebijakan yang ditentukan Khilafah di dunia pendidikan. Dengan menerapkan sistem Islam secara kafah (menyeluruh) sebagai komitmen seorang hamba dalam beriman pada Allah SWT. Syariat Islam yang memang akan berkah jika diterapkan secara sempurna di tengah kehidupan, baik bagi muslim maupun non muslim. Berkah untuk seluruh umat manusia. Dan ini terbukti pada masa jayanya selama 13 abad lamanya, telah menjadi mercusuar dunia dan memunculkan peradaban mulia yang tercatat dengan tinta emas sejarah peradaban dunia.
 
Pendidikan sangat penting dalam Islam. Setiap muslim dimotivasi untuk giat belajar dan menuntut ilmu. Orang yang berilmu akan tinggi derajatnya. Sesuai firman-Nya :
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu” (Al-Mujadalah : 11).
Rasulullah saw pun menyampaikan kewajiban menuntut ilmu, seperti dalam sabdanya :
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).
 
Pendidikan dalam Khilafah sepenuhnya ditanggung oleh Khilafah pembiayaannya melalui kas negara Baitul Mal. Sumbernya dari pos kepemilikan umum berupa aset umat Sumber Daya Alam (SDA) yang tak terbatas, yang ada di Indonesia dan negara-negara. Seperti hadis Nabi :
“Kaum muslimin berserikat atas tiga hal : padang gembalaan, air dan api” (HR Abu Dawud).
Hanya dari satu pos ini saja, akan tersedia dana tak terbatas untuk mencukupi kebutuhan dasar masyarakat, yakni : sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, dan termasuk pendidikan.
 
Selain itu ada juga pemasukan Baitul Mal dari fa’i (harta rampasan perang secara damai), kharaj (pungutan tanah hasil penaklukan), ghanimah (harta rampasan perang dengan perang), khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah (pungutan dari warga kafir dzimmy) dan dharibah (pajak dalam Islam yang hanya dipungut saat kas Baitul Mal kosong dan hanya dikenakan pada warga muslim yang kaya). Syekh Taqyudin An-Nabhany dalam kitabnya “Nidzamul Iqtishady fil Islam” (Sistem Ekonomi dalam Islam) menjelaskan, bahwa biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk 2 kepentingan :
Pertama. Untuk membayar gaji semua pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain.
Kedua. Untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya.
 
Dukungan sepenuhnya Islam dalam dunia pendidikan telah dipelopori oleh Rasulullah. Beliau menetapkan tebusan bagi tahanan di perang Badar untuk mengajar sepuluh orang muslim membaca dan menulis.
 
Kebijakan Rasulullah diteruskan oleh para Khalifah-Khalifah. Pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq, beliau menjadikan masjid berfungsi sebagai tempat belajar, ibadah dan musyawarah. Kuttab merupakan sarana pendidikan yang dibentuk setelah membangun masjid, di mana tenaga pendidiknya adalah para sahabat Rasulullah saw.
 
Kesejahteraan para guru dan dosen pun dijamin di masa Khilafah. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau memberikan gaji kepada para pengajar Al-Qur’an masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika 1 gram emas Rp 1 juta, maka 1dinar berarti setara dengan Rp 4.250.000,-. Maka jika gaji seorang guru yang mengajar Al-Qur’an 15 (dinar) x Rp 4.250.000,- = Rp 63.750.000,-). Masya Allah, luar biasa besarnya gaji guru di masa Khilafah! Dengan gaji sebesar ini, yang dibayarkan oleh Khilafah sebagai pihak negara, PTN pun bisa fokus pada proses pendidikan; tidak pusing mencari uang untuk biaya operasionalnya. Para guru dan dosen pun mampu fokus memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak didiknya, tanpa dipusingkan dengan biaya hidup dirinya dan keluarganya.
 
Pendidikan yang diberikan Khilafah adalah berdasarkan akidah Islam. Tujuannya untuk membentuk kepribadian Islam pada anak didik, sehingga pola pikir dan pola sikapnya Islami. Mereka akan paham Syariat, sehingga tidak akan terbersit dalam benak mereka untuk terlibat pinjol yang berbunga yang jelas ribanya; karena itu diharamkan dalam Islam. Allah SWT berfirman :
“..Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” (Al-Baqarah : 275).
 
Khilafah pun tidak akan memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan melalui jalan haram dengan pinjol, karena jelas keharamannya dan akan menghilangkan keberkahan pendidikan jika melalui jalan haram. Jika kondisi Baitul Mal defisit (mungkin karena paceklik, bencana atau wabah), maka Khilafah mengambil kebijakan dengan menetapkan pajak dari orang muslim yang kaya saja sampai tercukupi kemudian tarikan pajak dihentikan. Jika masih belum mencukupi, maka Khilafah akan meminjam dari warganya yang muslim yang kaya saja; yang nanti akan segera dikembalikan jika Baitul Mal kembali ada pemasukan.
 
Demikianlah pembiayaan Perguruan Tinggi oleh Khilafah, sehingga mahasiswa akan mampu berkuliah dengan tenang karena biaya kuliah terjangkau bahkan gratis.
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
Catatan Kaki :
(1)    https://www.bbc.com/indonesia/articles/cqedln6qr0mo
(2)    https://news.detik.com/berita/d-7170050/rektor-itb-tegaskan-skema-pinjol-bukan-untuk-mahasiswa-kurang-mampu

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 15

Comment here