Opini

Bullying dan Kerusakan Sistem Pendidikan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ismawati (Ibu dan Pemerhati Generasi)

wacana-edukasi.com, OPINI– Hati ibu mana yang tak teriris jika melihat anaknya dianiaya oleh teman sekolahnya sendiri. Aksi penganiayaan sekaligus perundungan itu direkam dan tersebar di sosial media. Ya. Dialah remaja berinisial FF, seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Cilacap yang dianiaya oleh temannya sendiri. Dalam video viral berdurasi 4 menit 14 detik memperlihatkan aksi penganiayaan bertubi-tubi hingga korban tersungkur.

Sedihnya lagi, dalam video itu banyak anak-anak seusia mereka yang melihat namun tak berani memisahkan karena diancam oleh pelaku. Motif perundungan ini pun sepele. Kapolresta Cilacap, Kombes Fannky Ani Sugiharto mengungkapkan bahwa perundungan itu terjadi lantaran pelaku MK merasa tidak terima jika FF mengaku sebagai bagian dari kelompok Barisan Siswa (Basis) yang diketuai oleh pelaku. Padahal, korban bukanlah sebagai anggota kelompok ini.

Selain FF, kasus perundungan juga pernah terjadi pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banjarmasin berinisial AR pada Agustus 2023 lalu, menikam temannya MR. Kejadian itu juga sempat viral di media sosial. Pelaku mengetahui korban sedang duduk, lalu pelaku menemui korban dan menikam beberapa kali. Korban mengalami luka di tubuhnya, dan dilarikan ke rumah sakit. Lagi-lagi, asal mulanya adalah karena pelaku sering dibully oleh korban.

Tingginya Kasus Perundungan

Kejadian perundungan atau pembullyan di sekolah, di Indonesia semakin banyak. Bahkan, dikutip dari studi Programme for International Student Assessment (PISA), bullying menghantarkan Indonesia negara dengan kasus bullying terbanyak kelima di dunia. Dengan akumulasi 41% berusia 15 tahun dalam satu bulan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerangkan bahwa kasus perundungan yang ditangani KPAI terhadap anak-anak paling banyak didominasi oleh siswa Sekolah Dasar. Sementara berdasarkan catatan United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF) bahwa Indonesia memiliki persentase lebih tinggi terkait kekerasan anak, dibandingkan negara-negara Asia lainnya, (akurat.co, 6/7/23).

Sebab Perundungan

Sejatinya perundungan baik secara fisik maupun verbal terjadi karena beberapa faktor, di antaranya : Pertama, faktor individu. Yakni nihilnya peran agama mengatur kehidupan manusia. Manusia hidup bebas dengan menetapkan aturan buatan sendiri. Apalagi bagi para pemuda, ‘gak usah bawa-bawa agama’ katanya. Alhasil, tidak ada sandaran manusia dalam melakukan perbuatan. Mereka mudah tersulut emosi hanya karena masalah sepele.

Faktor kedua yakni dari keluarga. Anak mudah sekali meniru perilaku orang tua mereka di rumah. Orang tua yang sering cekcok di rumah, menghukum anak, dan memberikan luka pengasuhan pada anak seperti sering membandingkan, memarahi atau melukai fisik anak. Timbulah suasana rumah yang stress dan anak memiliki pemahaman yang memiliki kekuatan boleh berperilaku anarkis untuk membela diri.

Faktor ketiga yakni sekolah dan sistem pendidikan. Kurangnya pengawasan pihak sekolah menjadikan bullying makin marak terjadi. Sistem pendidikan berfokus pada orientasi materi. Nilai di atas kertas dicari demi mendulang materi. Berprestasi tapi minim pendidikan moral agama. Padahal, filter agama adalah filter ampuh untuk seseorang mengendalikan diri. Tidak akan marah hanya masalah sepele apalagi sampai menyakiti. Sebab, dirinya sadar akan tanggung jawab perbuatannya di akhirat nanti. Kurikulum pendidikan pun sering berubah-ubah. Faktanya, tak mampu membentuk akhlak generasi kita.

Penyebab perundungan yang terakhir adalah peran media. Tontonan bisa jadi tuntunan, tayangan unfaedah bisa memicu pola perundungan. Menurut survey Kompas menemukan bahwa 56,9% anak meniru adegan film yang ditontonnya. Umumnya mereka meniru geraknya (64%), dan kata-katanya (43%). Film-film berbau kekerasan amat mudah diakses hanya di ujung jari mereka.

Terlebih, anak-anak usia dini saat ini sudah dibekali handphone. Bukan hanya film sebenarnya, game online yang dimainkan anak-anak juga banyak yang berbau kekerasan fisik seperti memukul, menyerang, atau bahkan membunuh. Dari tontonan inilah yang membentuk jantung emosional anak untuk mempraktikkan apa-apa yang dilihatnya.

Butuh Solusi Mengakar

Dengan melihat adanya fakta ini, sangat urgent dibutuhkan solusi mengakar yang mampu menyelesaikan masalah perundungan. Tentu tidak akan lahir pada kebijakan sekuler liberal yang diadopsi negara hari ini. Kita harus merujuk pada aturan dari Sang Pencipta yakni Allah Swt. melalui risalah Rasul-Nya. Kitabullah dan sunnah Rasulullah adalah pedoman penting bagi kehidupan manusia.

Islam memerintahkan seluruh umat manusia untuk menanamkan akidah sebagai landasan dalam kehidupan. Akidah ini lahir dari kedekatan setiap hamba pada Allah Ta’ala. Kedekatan dibangun dengan memperbanyak ibadah, dan mengamalkan setiap ajaran-Nya. Benteng akidah inilah yang mampu mengendalikan naluri emosional dalam diri kita. Seorang muslim yang beriman akan mudah memfilter apa-apa yang akan dilakukannya.

Selain itu, keluarga yang dibangun atas akidah Islam akan mampu menghasilkan keluarga yang berkah dan dipenuhi rahmat Allah Swt. di dalamnya. Ibu dan Ayah akan memaksimalkan peran mereka di rumah. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak, ibu bisa menanamkan ilmu Islam kepada anak dan mengajari anak agar tidak menjadi pelaku atau korban perundungan.

Sistem Pendidikan di dalam Islam dibangun atas akidah. Alhasil, output Pendidikan di dalam Islam adalah sebagai generasi berkarakter mulia bukan hanya kaya akan ilmu pengetahuan, terampil tapi juga beriman dan bertakwa. Kurikulumnya disusun sedemikian rupa agar generasi memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Sehingga tidak akan muncul rasa untuk saling membully.

Media dalam sistem Islam adalah sebagai syiar agama. Konten-konten kekerasan akan dicegah oleh negara. Sehingga yang muncul adalah konten-konten yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Segala bentuk pelanggaran syariat oleh setiap individu akan diberikan sanksi tegas dari negara. Sanksi ini sebagai wujud penjagaan negara terhadap seluruh rakyatnya. Dengan demikian, dibutuhkan segera keberkahan hidup di bawah naungan syariat Islam yang menjaga umat dari segala jenis kerusakan.

Wallahua’lam bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 4

Comment here