Opini

Bencana Lumajang, Pasca Erupsi Semeru

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Umma Gaza (Pegiat Dakwah)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Dilansir dari Kompas.com, 29 April 2024, Kota Lumajang diterjang banjir dan longsor pada hari Kamis (18/4/2024). Banjir yang terjadi, tidak hanya berupa banjir lahar hujan Gunung Semeru saja, tetapi terdapat juga banjir akibat meluapnya debit air sungai yang letaknya berdekatan dengan aliran yang dilewati lahar.

Ada 9 Kecamatan yang terkena dampak bencana ini. Di antaranya, 4 kecamatan terdampak karena banjir lahar gunung Semeru, yaitu kecamatan Candipuro, Pasirian, Tempah dan Pasrujambe. Sedangkan 4 kecamatan yang terdampak banjir akibat meningkatnya debit sungai, yakni kecamatan Senduro, Sumbersuko, Lumajang dan Sukodono. Satu kecamatan sisanya yaitu Pronojiwo yang terdampak bencana longsor.

Patria Dwi Hastiadi selaku kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Lumajang mengatakan, bahwa terdapat tiga korban jiwa dalam peristiwa yang terjadi hampir bersamaan itu. Di antaranya adalah Bambang dan Kartini warga desa Kloposawit, kecamatan Candipuro. Mereka adalah sepasang suami istri yang menjadi korban banjir lahar hujan gunung Semeru.

Satu lagi wanita bernama Ernawati yang merupakan warga desa Sumber Urip, kecamatan Pronojiwo. Ia menjadi korban tanah longsor. Patria menambahkan, setidaknya ada 17 jembatan, dan 4 rumah warga yang rusak akibat bencana tersebut.

Introspeksi Diri dan Optimalkan Ikhtiar

Bencana banjir dan longsor merupakan bagian dari qada Allah Subhanahu wataala. Hal itu menjadi ujian atau musibah yang harus diterima dengan penuh rida dan sabar, tetapi bencana yang melanda juga akibat dari ulah tangan manusia itu sendiri. Allah Swt. berfirman,

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (TQS. An-Nisa: 79)

Oleh karena itu, meski bencana termasuk ketetapan Allah yang tidak dapat dipastikan kedatangannya. Namun, setidaknya manusia mesti introspeksi diri bahwasanya kesalahan apa yang telah diperbuat hingga bencana datang melanda? Selain itu, manusia harus bisa memperkirakan dan memiliki alarm pertama, untuk menghadapi kemungkinan terjadi bencana alam. Manusia diberi kelebihan oleh Allah Swt. berupa akal untuk berpikir. Karena itu, mestinya manusia mampu mengoptimalkan berbagai ikhtiar untuk mencegah, menanggulangi dan menghadapi bencana.

Terkendala Sistem

Manusia sejatinya bisa mengupayakan mitigasi bencana agar tidak banyak timbul korban serta meminimalkan dampak kerugian. Sayangnya, konsep seperti ini tidak berjalan optimal dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi seperti yang diterapkan di negeri ini. Pasalnya, setiap kebijakan yang diambil dalam sistem ini berasaskan pada untung rugi, sehingga jauh dari unsur pelayanan atau melayani rakyat.

Terlebih, dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi, penguasa sesungguhnya hanya berperan sebagai regulator alias pemberi ijin saja. Hal tersebut terbukti dengan terus berlangsungnya kegiatan eksploitasi lingkungan, seperti alih fungsi lahan, penjarahan kekayaan alam, maupun pembalakan hutan secara liar.

Mirisnya, semua itu masih tetap terjadi hingga saat ini. Kegiatan tersebut hanya menguntungkan pihak-pihak yang terkait, seperti para pemilik modal atau investor. Sebaiknya, yang demikian itu membawa dampak buruk bagi lingkungan. Hal ini karena ekosistem telah kehilangan daya dukungnya, dan yang menanggung derita, lagi-lagi adalah rakyat.

Sistem Kapitalisme Demokrasi, Gagal

Mitigasi bencana seharusnya dilakukan dalam upaya pengendalian dan meminimalkan korban. Namun, hal itu memerlukan modal yang besar. Sementara, penguasa kapitalisme tidak siap dengan biaya mitigasi, penanggulangan dan antisipasinya. Akhirnya, bencana seperti ini acap kali memakan banyak korban jiwa maupun harta, dan menghasilkan kerugian fisik yang begitu besar, bahkan sering berulang.

Dampak lainnya adalah kekurangan bahan makanan, pakaian dan barang logistik lainnya. Padahal, andai penguasa memerhatikan keselamatan warganya, maka hal penting tersebut tidak akan pernah luput dari pengawasan dan penjagaan. Namun, hal itu tidak akan pernah bisa dilakukan oleh penguasa selama negeri ini masih menerapkan sistem pemerintahan kapitalisme demokrasi.

Sistem Islam Menanggulangi Bencana

Sangat berbeda dengan kebijakan penguasa dalam sistem Islam yang bernama khilafah. Dalam sistem ini, negara akan menjalankan amanah dengan menerapkan berbagai kebijakan yang solutif secara komprehensif. Prinsip-prinsip kebijakannya didasarkan pada syariat Islam. Dalam upaya penanggulangan bencana sebelum bencana itu terjadi. Sistem Islam juga akan menangani bencana baik ketika terjadi, maupun pasca bencana.

Untuk mencegah banjir misalnya, pemerintah akan membangun sarana fisik seperti pembangunan kanal, bendungan, tanggul, juga pemecah ombak di pantai, dan sebagainya. Di samping itu, pemerintah juga menjalankan program reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul. Pemerintah juga melakukan pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi tata kelola yang berbasis pada AMDAL (Analisis dampak lingkungan), juga memelihara kebersihan lingkungan. Khilafah juga akan memetakan daerah-daerah rawan gempa dan potensi tsunami, banjir bandang, maupun longsor di wilayah tersebut.

Selain itu, khalifah akan optimal menggunakan teknologi alarm peringatan bencana informasi BMKG, membangun bangunan tahan gempa, dan sejenisnya hal yang sama juga akan berlaku di wilayah pegunungan vulkanik. Khilafah juga akan melakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga mereka memiliki persepsi yang benar terhadap bencana, peka dan mampu melakukan tindakan-tindakan yang benar ketika maupun sesudah bencana.

Khalifah pun akan membentuk tim SARS (Search and Rescue) secara khusus yang dibekali dengan kemampuan dan peralatan yang canggih untuk mengevakuasi korban bencana ketika terjadi bencana. Seluruh kegiatan dirancang untuk mengurangi jumlah korban, kerugian material akibat bencana, kegiatan yang akan dilakukan adalah evakuasi.

Dengan demikian, sesungguhnya hanya dengan menerapkan sistem Islam maka bencana seperti banjir, dan tanah longsor bisa di kendalikan. Berbagai kerugian dan hilangnya nyawa juga bisa di tekan atau diminimalkan.

Wallahua’lam bisshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 35

Comment here