Opini

Bantuan PIP Mencapai Target, Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Dwi D.R.

wacana-edukasi.com, OPINI– Dilansir news.republika.co.id (26/1/2024), Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) telah melaporkan, bahwa hingga tanggal 23 November tahun 2023 penyaluran bantuan PIP (Program Indonesia Pintar) telah mencapai 100% target. Yaitu telah disalurkannya bantuan tersebut kepada 18.109.119 penerima. Juga telah menghabiskan anggaran sebesar Rp. 9,7 triliun tiap tahunnya.

Padahal faktanya, jumlah seluruh peserta didik di Indonesia lebih dari itu, cek di pd.data.kemdikbud.go.id. Berarti, bantuan PIP belumlah didapatkan oleh seluruh peserta didik yang berarti belum 100%. Penerima bantuan tersebut pun memiliki syarat yang tidak semua peserta didik dapatkan. Karena, bantuan PIP ini mengacu pada Dapodik yang sepadan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Atau diusulkan melalui Dinas Pendidikan dan Pemangku Kepentingan berdasarkan pada Dapodik sekolah, seperti yang dilansir oleh kumparan.com (15/7/2023).

Bantuan PIP ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan para pelajar dalam menuntut ilmu di sekolah. Presiden Jokowidodo pun meminta para pelajar agar pandai mengatur dana bantuan tersebut yang sudah diterima. Padahal dana yang diberikan pada tiap anak tidak akan mencukupi kebutuhan sekolah. Karena, seperti yang dilansir kumparan.com, beasiswa bagi jenjang SD hanya Rp. 450.000 per tahun, SMP Rp. 750.000 per tahun, SMA Rp. 1.000.000 per tahun.

Sudah seharusnya dana bantuan pendidikan mencapai 100%. Namun ternyata yang dimaksud adalah 100% penyaluran dana bantuan yang dialokasikan. Hal itu pun dilakukan secara bertahap. Justru belum mencakup seluruh anak didik yang ada di Indonesia.

Karena pada kenyataannya, akses pendidikan belum tersebar secara merata di seluruh wilayah. Bahkan, kualitas dan kuantitas sarana prasarana pendidikan pun masih sangatlah minim. Seperti yang terjadi di daerah-daerah pelosok, tak sedikit sarana dan prasarana yang kurang memadai, bahkan tidak memadai. Mulai dari tempat belajar atau sekolah yang sulit dijangkau, belum lagi gedung-gedung yang rusak, membuat kegiatan belajar mengajar tidak nyaman, bahan pembelajaran yang seadanya, dan masih banyak lagi.

Inilah fakta yang ada di negeri ini, menunjukkan bahwa pendidikan masih memiliki banyak PR. Tidak lain disebabkan oleh kualitas pendidikan yang tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan dana saja. Melainkan, juga membutuhkan kurikulum dan sumber daya manusia (SDM).

Kurikulum pendidikan saat ini dirancang berdasarkan paradigma Sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Membuat para peserta didik dibina untuk meyakini nilai-nilai liberalisme (kebebasan). Dan orientasinya pada materi (kapitalisme), yang menjadi landasan perbuatan. Sehingga, para pelajar memiliki pandangan hidup untuk mengejar kesenangan materi belaka dan menjadikannya sebagai sumber kebahagiaan hidup.

Hal itu akhirnya membuat output pelajar kini mengalami kemunduran yang parah. Terbukti dengan kehidupan generasi yang lebih banyak dihiasi oleh pergaulan bebas yang makin terekspos, tawuran, narkoba, miras, hingga kriminalitas yang makin menjamur. Itulah potret kualitas sebagian besar pelajar yang semakin menurun.

Seperti yang ditayangkan di Chanel Youtube Muslimah Media Center, hal Ini menunjukkan kurikulum pendidikan sangatlah menentukan kualitas sebuah sistem pendidikan. Kurikulum saat ini telah gagal membentuk manusia berkarakter mulia. Sehingga, dapat dipastikan bahwa penerapan sistem kapitalisme adalah akar persoalan dari buruknya kualitas pendidikan di tanah air ini. Karena sistem ini meniscayakan adanya komersialisasi pendidikan. Membuat hanya orang yang beruanglah yang dapat mengakses pendidikan secara layak.

Sehingga mayoritas masyarakat dengan ekonomi rendah tidak bisa mengakses pendidikan yang berkualitas. Hal inilah yang menjadikan pemerintah seolah hadir untuk membantu pembiayaan pendidikan. Melalui bantuan seperti PIP, yang besaran nominalnya pun masih sangat minim untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Bahkan tidak semua siswa mendapatkan bantuan tersebut. Alhasil bantuan PIP pun tidak berhasil memberikan bantuan pendidikan secara merata dan mencukupi.

Padahal ketersediaan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyat adalah tanggungjawab negara yang harus dipenuhi secara mutlak, guna mencerdaskan bangsa. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme negara hanya menjadi regulator (pembuat aturan) bukan operator (pelaksana). Seharusnya negara muncul memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan asasiyah seluruh rakyatnya, termasuk pendidikan.

Sistem Pendidikan dalam Sistem Islam

Di dalam sistem Islam (khilafah) menjadikan pendidikan sebagai tanggungjawab negara dalam setiap aspeknya, baik itu berupa SDM, kurikulum, maupun hal-hal terkait lainnya. Sehingga, pendidikan dapat diakses oleh seluruh rakyat, bukan hanya untuk kalangan ber-uang saja. Rakyat dapat mengenyam pendidikan dengan layak.

Sistem pendidikan Islam memiliki ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada nash syariat. Pertama, orientasi pendidikan Islam dibangun atas paradigma Islam. Menjadikan tujuan pendidikannya membentuk kepribadian Islam bagi seluruh peserta didik. Dengan penguasaan tsaqofah Islam yang tidak boleh dilewatkan, juga ilmu-ilmu kehidupan lainnya (iptek dan keterampilan).

Berdasarkan tujuan tersebut, maka kurikulum pendidikan Islam harus berbasis aqidah Islam. Sehingga, memastikan tidak adanya pemisahan agama dan kehidupan. Peserta didik pun akan memiliki pemahaman untuk memiliki tujuan hidup yang hakiki, yaitu meraih ridho Allah SWT. Sehingga, output atau hasil dari sistem pendidikan Islam, para peserta didik akan melandaskan setiap perbuatannya hanya pada syariat Islam. Mereka akan menjadi generasi yang berkepribadian Islam, sibuk dengan amal shalih, dan iman yang kuat. Bukan hanya itu, mereka juga akan menjadi generasi yang berjiwa pemimpin dan terampil menguasai teknologi. Karena, menguasai iptek dan keterampilan untuk melanjutkan kehidupan dan kepemimpinan.

Kedua, dalam sistem Islam, fasilitas pendidikan harus memadai. Sehingga, semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama, agar seluruh peserta didik di tiap wilayah bisa menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas. Negara juga wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang memadai, seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, hingga teknologi yang mendukung proses mengajar dan belajar, dan lainnya. Seluruh pembiayaan tersebut merupakan tanggungjawab negara secara mutlak, bukan ditanggung peserta didik. Negara tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis yang dikomersialisasikan.

Maka, seluruh pembiayan tersebut dalam sistem Islam diambil dari Baitul Maal, yaitu dari pos fa’i dan kharaj, serta pos kepemilikan umum yang bersifat mutlak. Jika kedua pos tersebut belum mencukupi pembiayaan tersebut, maka negara akan melakukan mekanisme selanjutnya yang diperbolehkan syariat dan bersifat temporer.

Ketiga, dalam sistem Islam negara juga wajib menyediakan tenaga pengajar yang profesional dan memberi gaji yang layak bagi mereka. Inilah sistem pendidikan Islam yang dapat diakses oleh seluruh rakyat, baik oleh yang ber-uang atau tidak, baik oleh muslim ataupun non muslim. Sistem pendidikan seperti ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam, maka hanya Khilafahlah yang bisa mewujudkan sistem pendidikan yang diimpikan oleh seluruh manusia. Karena didasarkan pada Islam yang datang dari Sang Pencipta Kehidupan, yaitu Allah Azza Wajalla. Wallohu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 4

Comment here