Opini

Islam dan Sriwijaya

Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rahmawati Rahman
(IRT penggiat literasi)

wacana-edukasi.com, Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di nusantara. Menguasai jalur perdagangan Malaka dan Asia tenggara. Dan menjadi salah satu pintu masuk jalur perdagangan dunia, begitupun penyebaran agama di dalamnya (Wikipedia).

Dalam kerajaan Sriwijaya, agama Budha memiliki pengaruh besar untuk menarik para pendatang, yang bisa kita lihat dari Kronik Tiongkok ditulis oleh I Tsing yang melakukan perjalanan ke Sumatera pada tahun 671 M. Seperti di temukannya arca Budha (Bukit Siguntang), Awalokiteshwara (Musi Rawas), Arca Maitreya (Komering). Juga prasasti-prasasti seperti prasasti Talang Tuo, prasasti Kota Kapur, prasasti Telaga Batu dan penemuan-penemuan lainnya yang berkaitan dengan kerajaan Sriwijaya.

Dalam hal ini Jean Gelmor Taylor (2003) mengatakan pemerintah baik dari masa sebelum menjadi Nusantara ataupun setelah menjadi Indonesia dan merdeka pemerintah lebih mengalokasikan sumber daya pada situs Hindu dan Buddha untuk pengalian dan pelestarian purbakala.

Sehingga kurang begitu memperhatikan tentang sejarah Islam di Nusantara. Sebenarnya pada masa Khalifah Ustman bin Affan (644-656) telah banyak utusan dagang muslim yang melintasi Nusantara bahkan dalam kurun tahun 904 hingga abad ke-12 terlibat komunikasi dengan kerajaan maritim Sriwijaya.

Hamka (2017) berpendapat bahwa pada tahun 625 M telah ada kelompok bangsa Arab yang bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus) yang mana masuk dalam kerajaan Sriwijaya, hal ini sebagaimana yang tertulis dalam kronik tiongkok yang ditemukan berasal dari Dinasti Tang (618-902 M) dan catatan Sulaiman Akhbar Shin wal Hindi (851M) serta catatan Abu Yazid Hasan (916 M).

Surat dari Maharaja Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Masuknya Islam di Nusantara bukanlah hal yang baru diperbincangkan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam telah masuk di Nusantara sebelum abad ke-13 menyatakan bahwa pada tahun 675 M telah terdapat utusan Raja Arab Muslim yang berkunjung di Kalingga ( catatan Al-Mas’udi) diterangkan bahwa pada tahun 648 M telah ada kelompok Arab Muslim di pantai timur Sumatera.

Menurut Prof. Sayyed Qodratullah Fatimi mengatakan bahwa muslim telah ada di Malaya pada tahun 674 M, dan temuan-temuan peneliti lainnya sehingga teori masuknya Islam di Nusantara pada Abad 13 yang dikemukan oleh sejarawan Barat tidaklah benar.

Raja Sri Indrawarman (Sri Indravarman) merupakan raja Kerajaan Sriwijaya setelah Dapunta Hyang (671-702 M), hal ini terlihat dari literasi catatan sejarah I Tsing yang berkunjung ke kerajaan Sriwijaya pada tahun 671 M (Junjiro,1896), dan ditemukannya prasasti kedukan bukit (682 M) oleh M. Batenbug (1920), hal serupa juga diungkapkan oleh Coedes (1918 M) walaupun terdapat beberapa perbedaan para peneliti dalam menafsirkan beberapa kata yang ada pada prasasti tersebut.

Raja Sri Indrawarman yang dalam kronik Tiongkok dikenal sebagai Shih Li T’o Pa Mo merupakan Maharaja Sriwijaya yang bertahta kisaran 702-728 M, menurut Prof. Azyumardi Azra (2006) nama Sri Indrawarman muncul berdasarkan surat yang di kirim kepada Khalifah Ummar bin Abdul Aziz, bahkan ada juga peneliti yang menyebutkan bahwa Sri Indrawarman mengirim surat sebelumnya kepada Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan, hal ini cukup beralasan dikarnakan pada tahun (644-656 M) Khalifah Utsman pernah mengirim armada yang dikomandoi oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan menuju Jawa.

Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu kerajaan Sriwijaya memiliki kedekatan yang erat dengan Kekhalifahan Islam. Hal itu dapat dilihat dari sebuah surat pertama yang ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umar, kemudian oleh S.Q. Fatimi seorang sejarawan Malaysia menuliskan dua surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Islam yang diambil dari kitab Al Hayawan karya Abu Utsman ‘Amr Ibnu Bahr Al Qinanih Al Fuqaymih Al Basri atau yang lebih dikenal dengan nama Al Jahiz (776 M) yang di kutip oleh Azyumardi Azra (2004)

Dimana menceritakan kembali isi pendahuluan surat tersebut yang jika diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut:
“Dari Raja Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, yang Istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu, kepada Muawiyah…. “
Surat ke dua di dokumentasikan oleh Abd Rabbah (246-329/860-940) dalam karyanya, Al-Iqd al-quran Farid. Potongan surat tersebut adalah:
” Dari Rajadiraja yang keturunan ribuan raja, yang di istananya terdapat ribuan gajah, dan menguasai dua sungai yang mengairi gaharu, tanaman harum, pala dan barus, yang keharumannya menyebar sejauh dua belas mil…untuk Raja Arab(Umar bin Abdul Aziz), yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya memberimu hadiah yang tidak seberapa sebagai tanda sapa dan saya harap anda berkenan mengirim seseorang yang bisa mengajar tentang islam dan menerangkannya kepada saya”.

Menurut Prof Ayzumardi Azra (2016) surat tersebut diterima Khalifah Umar bin Abdul Aziz kisaran tahun 100 H (717M) dimana kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan hadiah utusan kerajaan Sriwijaya.

Bahkan menurut MD Mansoer (1970) surat Raja Sriwijaya Sri Indrawarman kepada Khalifah Muawiyyah dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz tersebut masih tersimpan dengan baik di Museum Madrid Spanyol.

Bukti sejarah Islam yang masih tersimpan rapi di Museum Spanyol yang berisikan surat dari kerajaan Sriwijaya oleh Raja Sri Indrawarman (702-728 M) kepada Khalifah Muawiyyah bin Abu Sofyan (662-681 M) dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (720-722 M), tentunya hal ini menjadi titik terang dari semrawutnya masalah sejarah Nusantara. Sriwijaya dan Islam yang harus dan wajib diteliti, dikaji, ditelusuri sehingga dapat menyingkap tabir yang selama ini tersembunyi atau disembunyikan, pada akhirnya diharapkan dapat menjadi sebuah pencerahan besar sejarah yang saling berkaitan.

Dengan demikian jejak kekhilafan di bumi Sriwijaya menunjukkan bahwa sejarah Islam di Nusantara tidak lepas dari eksistensi dan peran Khilafah serta otomatis menolak anggapan bahwa perjuangan Khilafah adalah perjuangan yang ahistoris.

Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 37

Comment here