Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Banyak persoalan muncul akibat kemajuan dunia digital. Penggunaan gawai (gadget) yang terlalu masif di usia dini bisa menjadikan anak-anak semakin rentan terhadap ancaman cyber. Apalagi banyaknya konten media sosial yang menjadi pemicu adanya kekerasan pada mereka.
Mengutip antaranews.com, berdasarkan survei State of Mobile 2024, rata-rata durasi penggunaan gadget di Indonesia, bahkan paling tinggi di dunia, mencapai 6,05 jam per hari. Menurut Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) Wihaji, penggunaan gawai (gadget) yang terlalu masif dapat menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman cyber.
Salah satu problematika yang muncul akibat penggunaan gawai yang tidak terkontrol adalah kasus pornografi. Berdasarkan survei National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), saat ini Indonesia menempati peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di Asia Tenggara, dalam kasus pornografi anak di ruang digital.
(Antaranews.com, Rabu, 9 Juli 2025)
Ini menunjukkan bahwa generasi muda saat ini ketergantungan terhadap gadget. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menyalah gunakan fitur-fitur di dalam smartphone dan menjadi ancaman cyber hingga adanya kasus kekerasan dan bullying secara verbal karena hasil dari ketikan tangan di media sosial.
Hal ini adalah buah rendahnya literasi digital akibat pendidikan yang berbasis sekularisme. Generasi muda khususnya generasi Alpha mulai terpengaruh oleh ruang digital tanpa memahami fungsi-fungsi yang baik dari gadget, akhirnya mereka terpengaruh oleh tayangan-tayangan yang buruk termasuk pornografi.
Pemikiran anak-anak menjadi dewasa karena apa yang dia lihat dalam gadget. Misalnya mereka sudah mulai mengenal pacaran sejak dini, bahkan paham cara memakai make-up lengkap dan mempercantik diri hanya untuk dilihat oleh lawan jenis.
Kebanyakan anak-anak saat ini, tak lagi mengenal permainan-permainan anak kecil, karena mereka lebih dulu terkontaminasi oleh gadget dan menganggap gadget sebagai real life mereka dan tuntunan perilaku mereka.
Namun sayangnya, negara tidak mampu mengontrol media dan tidak memberikan perlindungan yang nyata. Apalagi arus digitalisasi ditengarai membawa banyak keuntungan materi, karena banyaknya pengguna gawai sehingga aspek keselamatan luput dari perhatian selama mendapatkan keuntungan.
Inilah hasil penggunaan teknologi tanpa ilmu dan iman, satu konsekuensi dalam kehidupan sekuler Kapitalisme. Liberalisme atau serba bebas semakin meningkat karena tuntunan dari media sosial yang tidak dikontrol oleh negara, apalagi media sosial tengah menjangkiti generasi muda dan membuat mereka semakin bebas bergaul dan bebas berekspresi.
Selain itu, bullying pun semakin mudah, hanya dengan ketikan jari akan mampu merendahkan seseorang. Sistem Sekularisme semakin menjauhkan mereka dari agama dan tidak lagi memikirkan bahwa setiap perbuatan mereka akan dimintai pertanggung jawaban kelak.
Bahaya lainnya yaitu penguasaan atas dunia cyber juga bisa menjadi alat untuk menguasai negara, yaitu siapa saja yang menguasai dunia cyber, termasuk jaringan internet, data digital, sistem komunikasi dan teknologi informasi, berpotensi untuk mengendalikan atau mempengaruhi sebuah negara.
Itu karena dunia saat ini sangat bergantung pada teknologi digital, alhasil jika ada yang menguasai dunia cyber, maka mudah untuk meretas data-data dan menyebarkan opini-opini yang membuat suatu negara terancam hancur. Apalagi sistem keamanan digital saat ini sangat rentan dan mudah untuk diretas.
Seharusnya negara membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing, agar negara mampu mewujudkan informasi sehat bagi masyarakat, ruang cyber syar’i dan bebas pornografi. Karena sudah seharusnya negara menjadi pelindung dan penjaga rakyat.
Sistem teknologi yang mandiri akan mewujudkan kontrol media yang ketat dan bisa diatur secara mandiri untuk tetap memberikan tayangan-tayangan yang baik, sehingga tidak menimbulkan permasalahan kepada para pengguna gawai.
Pengontrolan media oleh negara akan menghapus tuntunan gaya hidup liberal yang terus diaruskan oleh Barat, karena negara memfilter media yang masuk ke dalam teknologi digital yang dikelolanya secara mandiri.
Semua itu akan terwujud oleh negara yang berlandaskan sistem Islam, yaitu Khilafah. Negara Islam akan memberikan arahan pada pengembangan teknologi termasuk dunia cyber dan membuat sistem teknologi yang mandiri tanpa harus bergantung pada teknologi asing.
Selain itu, negara akan memberikan panduan dalam memanfaatkan teknologi, mengatur masyarakatnya agar terbebas dari gaya hidup liberalisme yang diaruskan oleh asing.
Dengan pengelolaan teknologi yang mandiri, maka tidak akan terjadi penguasaan cyber, sehingga tidak akan muncul permasalahan tentang hoaks atau opini-opini jahat terkait negara dan masyarakat. Maka tidak akan ada ancaman-ancaman dari luar yang bisa membahayakan negara dan masyarakat.
Ilma Mahali
Bandung, Pangalengan
Views: 3


Comment here