Opini

Ironi Rebutan Pulau

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Tsaqifa Nafiá (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Akhir keputusan dari Menteri dalam negeri (mendagri), Tito Karnavian. Melalui kepmendagri yang diterbitkan pada 25 April 2025 yang secara resmi menetapkan keempat pulau kecil di Samudera Hindi aitu sebagai bagian dari wilayah privinsi Sumatera Utara. Di tengah-tengah keputusan mendagri tersebut mencuat berbagai spekulasi bahwa penetapan wilayah ini berkaitan dengan potensi sumber daya alam. Khususnya minyak dan gas di sekitar empat pulau tersebut (Tempo.co,Jakarta, 13/06/2025).

Kisruh. Perebutan empat pulau antara Aceh dengan Sumut menimbulkan perdebatan panjang. Pasalnya, masing-masing memiliki bukti kepemilikan pulau tersebut. Aceh memiliki surat Kesepakatan Bersama tahun 1992 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut termasuk wilayah provinsi Aceh. Ditambah bukti fisik lainnya seperti prasasti-prasasti, dokumen kepemilikan dermaga, dan surat tanah dari tahun 1965 yang menegaskan pengelolaan Aceh atas pulau tersebut. Sedangkan Sumut bersandar pada hasil verifikasi tim Nasional Pembaruan Rupa Bumi pada 2008 yang memetakan 213 pulau di Sumut termasuk empat pulau yang disengketakan. Yakni pulau mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang.

Adanya dugaan kandungan sda di dalamnya, maka wajar saja hal ini dapat menimbulkan perebutan wilayah. Sebab dari sistem pengelolaan wilayahnya saja memakai sistem otonomi daerah (OTDa). Dalam penerapannya, masing-masing daerah akan diberikan wewenang penuh dalam mengatur urusan pemerintahan, termasuk dalam mengatur pendapatan daerah. Hal itu tentu saja berpengaruh pada taraf hidup masyarakat yang tentuu saja berbeda di setiap daerahnya. Sehingga, bila suatu wilayah didapati ada kandungan sda tentu akan menimbulkan perebutan wilayah tersebut.

OTDa sendiri merupakan sistem yang lahir dalama kerangka demokrasi sekuler-kapitalis. Pemikiran tersebut muncul dari negara-negara barat pasca revolusi industri dan modernisasi pemerintahan. Dengan berasaskan manfaat, setiap wilayah akan berusaha untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya untuk urusan wilayah mereka sendiri. Tak peduli apakah di dalam negeri atau luar negeri. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial suatu daerah yang memiliki PAD tinggi. Sebab, sistem ini meniscayakan ketidakmerataan taraf hidup di seluruh daerah. Dari ketidakmerataan tingkat kesejahteraan jugan dapat menimbulkan adanya disintegrasi.

Berbeda halnya dengan sistem sentralisasi yang mendistribusikannya ke seluruh wilayah. Tidak hanya pada satu wilayah yang memilikinya saja. sistem ini sejalan dengan Islam. Daulah Islam memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, serta mewujudkan kesejahteraan dengan merata pada seluruh wilayah. Tidak bergantung pada pendapatan masing-masing wilayah. Segala pendapatan dimanapun akan didistribusikan secara merata di seluruh wilayah tergantung kemaslahatan umat. Semua dikelola oleh negara untuk kepentingan semua rakyat.

Pemerataan kesejahteraan ini tentu akan dijamin dalam daulah Islam. Sebab, Islam menetapkan penguasa sebagai raaín dan junnah bagi masyarakat. Adanya ketakwaan pada diri seorang penguasa meniscayakannya untuk taat pada aturan Islam. Yakin bahwa segala perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban di sisi Allah Swt.

Seperti inilah Islam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan. Termasuk dalam sosial bernegara. Adalah suatu keniscayaan akan terciptanya kesejahteraan pada negara tersebut. Tidak dengan sistem saat ini, yaitu kapitalisme yang justru meniscayakan ketimpangan dan terpecah belahnya wilayah dalam negeri. Wallahu a’lam bi ash-shawaab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here