Opini

Jebakan Dua Negara dan Pengkhianatan Gaza

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mahrita Julia Hapsari (Aktivis Muslimah Banua)

Wacana-edukasi.com, OPINI--Pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto bahwa Indonesia siap mengakui Israel jika Palestina diberi kemerdekaan bukanlah sekadar ekspresi diplomatik yang netral. Ini adalah bentuk keterjebakan dalam narasi solusi dua negara—sebuah ilusi perdamaian yang sejak awal dirancang oleh Inggris dan Amerika Serikat untuk mengamankan eksistensi negara zionis di atas tanah hasil penjajahan. Narasi ini sudah lama menjadi alat untuk mematikan perlawanan rakyat Palestina dan menutup peluang pembebasan secara menyeluruh. Ketika pernyataan itu keluar dari mulut seorang pemimpin negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, efeknya bukan hanya sekadar opini politik, tapi bisa menjadi preseden yang membuka jalan bagi normalisasi dengan penjajah.

Pernyataan ini mendapat tanggapan dan bahkan dukungan dari beberapa kalangan, termasuk dari Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), yang menilai sikap Prabowo konsisten dengan arah kebijakan luar negeri Indonesia yang mendukung solusi dua negara. Ia bahkan menyebut pentingnya konsolidasi internasional untuk mendorong solusi diplomatik (CNN Indonesia, 30 Mei 2025; Detik.com, 31 Mei 2025). Tempo juga mencatat bahwa dukungan PBNU terhadap opsi hubungan diplomatik dengan Israel jika Palestina merdeka dianggap sebagai langkah realistis dan pragmatis dalam merespons konflik berkepanjangan tersebut (Tempo.co, 30 dan 31 Mei 2025).

Namun, perlu disadari bahwa solusi dua negara yang dijadikan dasar pembenaran pernyataan ini adalah proyek gagal yang telah menjerat perjuangan rakyat Palestina selama puluhan tahun. Sejak Perjanjian Oslo tahun 1993, zionis Israel terus menunjukkan bahwa mereka tidak pernah berniat hidup berdampingan secara adil. Sebaliknya, mereka semakin agresif memperluas permukiman ilegal, merampas tanah warga Palestina, dan secara brutal membantai warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak di Gaza. Semua ini dilakukan di depan mata dunia, dan bahkan lembaga sekelas PBB pun diabaikan. Maka, gagasan bahwa pengakuan terhadap Israel dapat menjadi “batu loncatan” untuk memaksa mereka mendengar suara Indonesia adalah harapan kosong yang tak berdasar.

Lebih jauh lagi, statemen seperti itu jelas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan panjang rakyat Palestina. Ini mengkhianati darah syuhada yang telah gugur sejak masa Nakba 1948, para pejuang Intifada, hingga para martir Taufan Al-Aqsa hari ini. Ini juga mencoreng sejarah gemilang umat Islam ketika Al-Quds dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan kemudian direbut kembali dari tangan salibis oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Semua catatan sejarah itu tidak dibangun dengan kompromi, tapi dengan jihad dan kesatuan politik umat Islam. Lalu, bagaimana mungkin hari ini kita mengira bahwa solusi bisa lahir dari duduk di meja diplomasi dengan entitas yang telah terbukti berkali-kali melanggar semua kesepakatan dan hukum internasional?

Menyuarakan harapan agar genosida di Gaza dihentikan tentu benar. Meminta agar Palestina bisa menikmati kemerdekaan sejati adalah keinginan yang mulia. Namun, jika cara yang diambil adalah dengan memberi ruang pengakuan kepada penjajah, maka itu bukan solusi, melainkan pengkhianatan. Tidak ada satu pun bukti sejarah yang menunjukkan bahwa zionis akan berhenti menjajah hanya karena pendekatan diplomatik. Justru setiap langkah normalisasi selalu dimanfaatkan Israel untuk memperkuat kedudukannya dan melemahkan posisi perjuangan bersenjata yang sah.

Oleh karena itu, satu-satunya solusi sejati untuk membebaskan Palestina dari penjajahan adalah dengan membangkitkan kembali kekuatan politik global umat Islam: khilafah. Hanya dengan institusi ini umat Islam bisa menyatukan potensi, memobilisasi kekuatan, dan mengirim bala tentara untuk membebaskan Al-Quds sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para khalifah dan panglima Islam terdahulu. Jalan menuju tegaknya khilafah bukanlah utopia, tetapi tuntunan syariah yang telah dicontohkan Rasulullah saw. melalui dakwah dan perjuangan politik selama di Makkah. Inilah jalan yang harus ditempuh secara serius, sungguh-sungguh, dan konsisten oleh umat Islam hari ini.

Umat Islam Indonesia harus menolak dengan tegas segala bentuk upaya normalisasi dengan Israel, termasuk dalam bentuk pernyataan terbuka dari para pemimpin. Kita tidak boleh membiarkan posisi strategis Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dijadikan legitimasi bagi keberadaan zionis yang telah mengotori Tanah Suci dengan darah dan kehancuran. Jika benar kita peduli pada rakyat Gaza, maka tidak cukup hanya dengan mengutuk atau mengirim bantuan kemanusiaan. Kita harus bergerak ke arah perubahan politik yang mendasar, yakni menegakkan khilafah yang akan memimpin jihad pembebasan Palestina.

Saatnya umat Islam bersatu dalam kesadaran ideologis, menolak solusi palsu dua negara, dan menempuh jalan perjuangan Rasulullah. Jangan biarkan darah para syuhada Gaza dikhinati oleh kata-kata diplomatik yang lembut namun mematikan. Jangan biarkan penjajah diberi panggung legalitas melalui pengakuan diplomatik. Sebaliknya, kobarkan terus semangat jihad dan perjuangan hingga bumi Palestina benar-benar merdeka di bawah panji laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah. Wallahu a’lam bishshowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here