Opini

Zaman Kita Berbeda

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Irsad Syamsul Ainun (Muslimah Pegiat Literasi Papua)

wacana-edukasi.co.– Setiap orang tua ingin selalu membersamai anak-anak hingga tua. Tak peduli sesakit apa mereka mengarahkan. Ini juga berlaku turun-temurun. Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang ingin melepaskan buah hatinya begitu saja. Mau nikah aja harus ditau sama siapa. Tujuannya biar tidak salah pilih.

Tapi ada pengecualian. Keberuntungan tidak selalu berpihak kepada orang tua atau pun anak-anaknya. Ada fase dimana orang tua meninggalkan anak sebelum dewasa. Atau sebaliknya. Jika diposisi ini siapa yang harus disalahkan?

Tak ada pihak yang harus disalahkan. Semua telah menjadi takdir-Nya. Kita hanyalah pemain dalam episode kehidupan. Yang jadi Sutradara tentu Allah Swt. Sebagai manusia yang penuh keterbatasan harusnya memahami itu. Hidup memang seperti itu, ditinggalkan atau meninggalkan semua punya konsekuensi. Jika kita mampu bersabar maka ada kebaikan dan ganjaran pahala yang berlipat disana.

Persoalan ditinggal orang tua memang hal yang paling sulit rasanya. Beruntung kepada mereka yang ditinggalkan dengan sesuatu yang berlebih, sehingga masalah penafkahan tak perlu dirisaukan. Tapi bagaimana dengan yang tidak?

Jangan tanya, semua harus dilalui mulai dari memenuhi kebutuhan perut, sampai kepersoalan ilmu harus dipikirkan. Belum lagi gonjang-ganjing yang datang. Mulai dari orang terdekat sampai yang terjauh sekalipun seakan ikut menyeret kita untuk bangkit atau tenggelam.

Pilihan itu sulitnya minta ampun. Mau baik dan salah pun juga masuk daftar yang harus didiskusikan. Baik model mana yang akan dipilih. Apakah cukup baik dimata manusia, atau kepada Sang Khalik saja. Yang jelas saat kamu baik kepada manusia saja, bersiaplah untuk terluka. Terluka ketika tak ada yang melihat kau pun akan mudah membaur dengan maksiat.

Sebaliknya saat kau berusaha baik untuk Allah, maka kau pun akan dihantarkan kepada manusia-manusia yang baik. Begitu pula kasih sayang, Allah akan hadirkan semua itu. Bukan berarti tanpa kesedihan. Karena jelas kita belum dikatakan beriman sebelum diuji. Firman Allah Swt:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut :2)

Kembali pada persoalan ditinggalkan oleh orang tua. Berat dan sulitnya paling terasa. Karena tak ada bahu dan hati yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah kita. Belum lagi kerinduan soal nasehat. Jika kita salah, ayah maupun ibu akan selalu mengingatkan. Tak peduli berapa banyak luka yang kita torehkan untuk mereka. Yang paling penting mereka tak pernah bosan menasehati. Tujuannya selain agar kita jauh lebih baik dari mereka, mereka pun tak ingin kita tersesat.

Posisi yang sulit ditemukan adalah ketika salah satu saudara yang harus terjun dan menempatkan diri pada posisi menggantikan kedua orang tua. Terlepas dari status belum menikah atau pun sudah. Semua punya porsi.

Zaman kita memang berbeda. Bisa saja saat zamannya mungkin dididik ala militer, dan itu masih dikatakan sebagai nasihat. Sekarang zaman telah berganti, zamannya digituin tak masalah. Zamannya adik-adik, saat dia keras maka si adik akan mencari perhatian di luar. Menganggap bahwa itu salah. Jadi mereka tak pikir panjang. Seolah itu memang salah, padahal tujuannya baik.

Disini ada sebab. Bisa saja saudaranya menggunakan cara lama. Cara mendidik ayah ibunya. Perhatikanlah bunyi kalimat ini, “Didiklah anakmu sesuai zamannya” (Umar bin Khatab). Mendidik anak sesuai zaman. Ya sesuai zaman, bukan sesuka kamu apalagi sama zaman.

Jika kemarin kita menilai cara A baik untuk kita, belum tentu untuk anak zaman now. Anak zaman now harus dididik dan dibersamai dengan aturan zaman now juga. Bukan menyalahkan, apalagi memojokkan. Bersiteru dengan posisi ini rasanya campur aduk.

Tak hanya cukup bekal materi, kita juga harus memiliki ilmu yang pas dan tepat untuk membersamai. Sehingga kita tak kalang kabut. Apalagi berlepas diri untuk menasehati. Membersamai mereka yang ditinggalkan oleh kedua orang tua.

Siap dengan konsekuensi, namun juga tak patah arang. Ilmunya jangan sampai asal-asal. Sebab saat kau tak memiliki ilmu, maka berakhirlah semuanya. Sebab materi tidak akan menjamin kebaikan untuk anak-anak.

Iya, kalau masih anak-anak cukup dibelikan ice cream ketika merengek, tapi tidak dengan pada saat mereka beranjak dewasa. Semua baik ilmu, memposisikan kapan harus tega atau pun mengajak untuk memahamkan bahwa itu baik. Atau justru salah.

Ayah, ibu … Ternyata menjadi bagian seperti kalian itu tak gampang. Suportnya juga harus didapatkan. Maka doakan kami agar bisa mendidik generasi kami sesuai zamannya. Bukan menyamakan zaman.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 18

Comment here