Opini

Wisata Halal Jadi Prioritas, SDA Dilepas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Ammarazza

wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia berhasil meraih Peringkat Pertama Global Muslim Travel Index atau GMTI 2023. Indonesia dipilih lembaga pemeringkat internasional itu sebagai Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) menyebut penghargaan tersebut menjadi bukti upaya Kemenparekraf bersama seluruh stakeholders dalam mendorong pengembangan wisata halal di Indonesia. Hasilnya pun sangat membanggakan. Pasalnya, Ia menargetkan Indonesia bisa mendapatkan peringkat satu pada tahun 2025. Namun, ternyata 2023 ini Indonesia berhasil mendapatkan. (Liputan 6.com)
Wisata halal digadang-gadang menjadi sumber pemasukan negara yang menjanjikan, di samping pajak sebagai sumber utamanya. Kemenparekraf mencatat, pendapatan devisa dari sektor pariwisata Indonesia mencapai US$4,26 miliar pada 2022. Nilai tersebut telah melonjak hingga 769,39% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$0,49 miliar. Lebih lanjut, potensi penerimaan devisa dari sektor pariwisata halal tahun ini mencapai sekitar 5,5 miliar dolar-10 miliar dolar amerika atau setara Rp 77 triliun-Rp 140 triliun. (Rakyat Merdeka.id)
Sekilas sumber pendapatan dari sektor wisata ini sangat besar. Tetapi, bila dicermati ada sumber pendapatan lain yang jauh lebih besar. Indonesia kaya akan sumber daya alam. Pendapatan dari laut, hutan, hasil tambang akan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja negara. Sayangnya, paradigma kapitalisme memaksa sumber daya alam yang melimpah justru diserahkan kepada swasta, asing maupun aseng. Sehingga rakyat terjerat dalam kemiskinan secara struktural dan sistematis. Akhirnya, negara mencari sumber pendapatan dari sektor non strategis, seperti wisata.
Fakta berbicara, SDA negeri ini telah di kuasai asing. Salah satunya adalah PT Freeport Indonesia yang akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp 282,32 triliun (kurs Rp 15.179) hingga tahun 2041 nanti. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di Institut Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (4/10) (kumparanbisnis, 06/10/2022).

Pada kesempatan tersebut Freeport menjanjikan keuntungan yang makin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi. Dikatakan bahwa sebagian investasi tersebut untuk investasi sosial. Padahal sejatinya sebesar apapun investasi yang diberikan Freeport, Indonesia tetap rugi besar, karena harta miliknya dikuasai asing. Indonesia tidak mempunyai banyak kesempatan mengelola SDA sebab dengan berbagai alasan. Pengelolaan SDA oleh asing, hanya akan menguatkan penjajahan ekonomi, dan jelas membuat rakyat makin menderita.

Perusahaan tambang emas-tembaga raksasa Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di Indonesia, PT Freeport-McMoran Inc., mencatatkan pendapatan sepanjang tahun 2022 sebesar US$ 22,78 miliar atau setara Rp 341,70 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$) (CNBC Indonesia, 7/2/2023).

Angka tersebut hanya dalam kurun waktu tahun 2022, padahal PT Freeport sudah beroperasi sejak April 1967. Sudah berapa trilyun kekayaan negara kita yang masuk ke negara Paman Sam tersebut. Belum terhitung potensi dan hasil sumber daya alam yang lain.

Wisata dalam pandangan islam

Islam memandang bahwa sektor wisata bukan merupakan sumber pendapatan negara. Wisata dipandang sebagai cara (uslub) untuk berdakwah dan di’ayah (propaganda). Manusia secara umum, akan kagum ketika menyaksikan keindahan alam semesta. Hal tersebut akan membangkitkan naluri beragama untuk semakin mengagumi hasil ciptaan Allah. Sehingga akan semakin mengokohkan keimanan bagi yang sudah muslim. Bagi non muslim, wisata merupakan sarana dan proses dakwah menuju keimanan yang benar.

Wisata sebagai sarana di’ayah (propaganda) adalah obyek wisata peninggalan sejarah peradaban Islam, akan menghadirkan keyakinan bagi yang masih meragukan keagungan dan kemuliaan peradaban Islam. Misalnya dengan menyaksikan jejak sejarah peninggalan peradaban Islam, seperti Masjid Aya Sophia, Taj Mahal, Masjid Demak dan sebagainya, akan menyadari keagungan islam bagi yang belum yakin akan keagungannya.

Dalam sistem Islam, tidak ada dikotomi wisata halal maupun non halal, selama tidak bertentangan dengan aturan sang pencipta. Dan yang harus dipahami, meski sektor wisata bisa menjadi sumber devisa negara, tetapi tidak akan dijadikan sebagai sumber pendapatan dalam sistem Islam.

Lantas dari manakah sumber pendapatan dalam islam? Syariat Islam telah menentukan sumber pendapatan negara ada tiga pos. Pertama pos kepemilikan negara seperti fa’i, kharaj, usyur, ghanimah, jizyah, ghulul dan dharibah. Kedua pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan harta milik umum, seperti sumber daya alam, hasil hutan, hasil laut dan sebagainya. Ketiga adalah pos zakat, berasal dari pengelolaan harta zakat, infak, sadaqah dan wakaf.

Islam mempunyai sumber pendapatan yang banyak, kokoh dan potensial. Salah satu contohnya adalah perkiraan penerimaan APBN sektor kepemilikan umum dari hasil tambang minyak, gas, batubara, dll sebesar 1.176,3 juta dinar, setara dengan Rp. 4.885 T. (Sumber: Amhar, 2010). Sedangkan potensi zakat sebesar Rp. 233,44 T. (sumber : outlook zakat 2020 puskas BAZNAS (2019).

Apabila kita bandingkan antara penerimaan yang bersumber dari pajak dan dari hasil pengelolaan SDA sangat jauh berbeda. Dalam APBN 2023 penerimaan Rp 2.463 Triliun, sumber terbesar dari pajak 1.718 Triliun. Belanja negara Rp 3.061 Triliun. Terdapat defisit Rp. 598 Triliun. Sedangkan APBN Syariah untuk Indonesia penerimaan Rp 5.118 Triliun, sumber terbesar dari SDA 5.118 Triliun. Belanja negara sebesar Rp 3.061 Triliun, memiliki surplus Rp. 2.057 T. (Sumber: Amhar, 2010)

Sangat di sayangkan apabila kebijakan negeri ini, hanya mengejar pendapatan dari sektor pajak dan pariwisata, akan tetapi membiarkan SDA yang melimpah di kuasai asing. SDA merupakan faktor penting bagi kehidupan umat manusia yang saat ini dikuasai negara-negara kapitalis penjajah baik secara langsung atau melalui korporasi-korporasi mereka. Di bawah kapitalisme, penguasa hanya berperan sebagai regulator bagi para cukong; sementara rakyat hanya memperoleh ampas dan getahnya. Dalam Islam, penguasa me-riayah (mengurusi) masyarakat, rakyat berdaulat atas kekayaan alam milik mereka. Masihkah berharap pada sistem kapitalisme? Saatnya untuk kembali pada sistem islam yang telah terbukti selama 13 abad mensejahterakan rakyat.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 8

Comment here