Opini

Terimpit Ekonomi, Ibu Tega Jual Anak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ilma Mahali Asuyuti

wacana-edukasi.com, OPINI-– Akibat terimpit ekonomi, seorang ibu tega menjual anaknya, bahkan dengan harga yang murah. Selain itu, kesenjangan ekonomi bisa membuat hilangnya naluri keibuan, kondisi ini adalah buah penerapan sekularisme dan sistem ekonomi kapitalisme.

Mengutip detiknews.com, seorang ibu berinisial T (35) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perdagangan bayi di Tambora, Jakarta Barat. T tega menjual bayinya sendiri dengan alasan terimpit ekonomi.

Kondisi tersebut kemudian membuat T mengambil jalur pintas dengan menjual bayinya kepada EM. T kemudian mendapatkan uang Rp 4 juta dari EM ini.

“Sehingga di tengah kesulitan ekonomi, datang Saudari EM untuk menawarkan mengambil bayi tersebut dengan sejumlah uang dan juga untuk membiayai biaya persalinan yang bersangkutan di rumah sakit. Maka Saudari T ini menerima tawaran dari Saudari EM untuk membawa bayinya dan memberikan sejumlah uang sebesar Rp 4 juta,” katanya.

“Dengan harapan ketika nanti Saudari T bekerja dan sudah mempunyai penghasilan, rencananya dia akan menebus bayinya itu dengan membayar kembali sejumlah uang itu. Itulah alasan kenapa dia sampai rela menyerahkan bayinya kepada Saudari EM,” tuturnya.

Polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus perdagangan bayi ini. Salah satunya adalah T yang merupakan ibu kandung dari bayi tersebut.

“Tiga orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita jerat dengan Pasal 76 F juncto Pasal 83 UU No 35 Tahun 2014 tentang TPPO,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes M Syahduddi dalam jumpa pers, Jumat (23/2/24).

Syahduddi mengatakan tiga tersangka itu adalah wanita berinisial T (35), wanita berinisial EM (30), dan AN. T adalah ibu kandung bayi tersebut.
(Detiknews.com, Jumat, 23/02/2024).

Karena kesenjangan ekonomi, rakyat menjadi sulit memenuhi kebutuhan hidupnya, sebab semua kebutuhan yang diperlukan harus dibeli dengan harga yang mahal. Ini terjadi karena Sumber Daya Alam (SDA) dibebaskan dikelola oleh individu (para pemilik modal) khususnya, sehingga SDA menjadi jalan untuk meraih keuntungan.

Seperti pada kasus ini, seorang ibu tega menjual anaknya dengan alasan terimpit ekonomi. Alasan ini pula yang menjadi penyebab sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Dengan begini, berarti seorang ibu tersebut tidak mampu secara ekonomi untuk membiayai kebutuhan hidup anaknya.

Pertimbangannya adalah mulai dari makanan ibu yang harus sehat agar ASI untuk anaknya sehat, belum lagi kebutuhan popok yang tidak bisa sedikit, juga kebutuhan makanan dan pakaian untuk anaknya yang juga membutuhkan biaya untuk memenuhi semua itu.

Tidak dapat dipungkiri bahwa mahalnya biaya hidup adalah akibat dari sistem Kapitalisme yang diterapkan saat ini. Karena pada dasarnya, kapitalis selalu mengedepankan materi dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Salah satunya adalah pengelolaan SDA yang diserahkan kepada individu (para pemilik modal).

Sistem Kapitalisme membebaskan individu bermodal mengelola SDA, seperti tambang, emas, batu bara, minyak, gas dan lain-lain. Alhasil, SDA yang seharusnya dikelola oleh Negara, yang hasilnya harusnya diberikan kepada rakyat, malah didapatkan oleh para pemilik modal yanh keuntungannya hanya untuk segelintir orang.

Inilah penyebab mahalnya biaya hidup, karena SDA itu sendiri dipakai untuk meraih keuntungan. Padahal seharusnya SDA dikelola oleh Negara, yang di mana hasilnya diberikan kepada rakyat dengan harga murah, sehingga tidak mempersulit rakyat, bahkan gratis. Karena memenuhi kebutuhan rakyat adalah tanggung jawab Negara.

Selain itu, sulitnya seorang suami mendapat pekerjaan juga merupakan salah satu faktor rendahnya ekonomi di kalangan masyarakat umum, bahkan mengakibatkan kemiskinan yang berkepanjangan. Karena pada kenyataannya, untuk bisa bekerja ternyata mempunyai syarat yang tinggi jika ingin mendapat gaji yang tinggi, salah satunya adalah berpendidikan tinggi. Jika berpendidikan tinggi, maka pekerjaan dan gajinya pun dijanjikan akan tinggi, meskipun kenyataannya tidak semua orang yang berpendidikan tinggi mendapatkan pekerjaan yang bergaji tinggi pula.

Sebaliknya jika pendidikannya tidak tinggi, pekerjaan dan gajinya pun tidak tinggi, sedangkan kebutuhan hidup mahal bahkan tak jarang harganya selalu naik. Itulah yang membuat masyarakat sulit, gaji yang minim tidak bisa memenuhi kebutuhan, ingin gaji tinggi pun harus berpendidikan tinggi terlebih dahulu agar mendapat pekerjaan dan gaji yang layak. Sedangkan pendidikan dalam sistem Kapitalisme juga memerlukan biaya.

Itulah sulitnya hidup dalam sistem Kapitalisme yang serba materi, para kapitalis menggunakan berbagai cara untuk bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal seminim mungkin. Rakyat pun menjadi korban ketidakpedulian penguasa yang sejatinya hanya mengeruk keuntungan dari rakyatnya, bukan malah menjalankan kewajibannya sebagai pengurus seluruh rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, Negara tidak akan membiarkan SDA dikelola oleh individu, karena SDA merupakan milik umum. Negara akan mengelola SDA sendiri, dan hasilnya diberikan kepada rakyat, karena Negara, khususnya pemimpin dalam sistem Islam sadar bahwa apa yang dipimpinnya adalah amanah yang harus dijaga. Juga ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang ia pimpin.

Islam menjadikan Negara wajib mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Islam juga memiliki sistem pendidikan yang mencetak individu yang beriman dan bertakwa, dengan menanamkan aqidah bahwa Allah menjamin segala urusan hambanya, termasuk rezekinya. Selain itu, Islam juga mengajarkan agar sabar dalam menghadapi ujian, menjauhi kejahatan dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.

Seperti saat kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, saat itu hampir tidak ada rakyat yang miskin karena kebijakan yang ia terapkan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga dikenal sebagai Umar kedua karena banyak kesamaan dalam kebijakan dan karakternya dengan Khalifah Umar bin Khattab yang terkenal.

Sejarawan seperti Ibnu Khaldun dan Imam Dhahabi mencatat pencapaian sosial Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Khaldun dalam karyanya Muqaddimah menggambarkan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi penyelamat umatnya dari kesengsaraan. Dia juga membagikan kekayaan Negara secara adil kepada orang-orang yang membutuhkan, termasuk fakir miskin, janda-janda, dan yatim piatu.

Kebijakan inilah yang mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik bagi banyak orang. Seperti itulah seharusnya seorang pemimpin, bertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin dan mampu mewujudkan kesejahteraan.

Itulah perbedaan sistem Kapitalisme yang serba materi, dengan sistem Islam yang mengedepankan hak dan kebutuhan rakyat. Sudah saatnya kita meninggalkan Kapitalisme yang menyengsarakan dan menerapkan Islam yang mensejahterakan. Maka, untuk menerapkan sistem Islam, perlu memahami agama Islam itu sendiri, yaitu dengan mengkaji Islam secara menyeluruh.

Wallahu’alam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 4

Comment here