Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Wacana-edukasi.com — Tugas negara untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya, dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi pandemi. Ada banyak sumber daya alam yang bisa dimaksimalkan oleh negara untuk memenuhi hajat hidup orang banyak.
Masih tak cukupkah karunia Allah untuk negeri ini? Atau jangan-jangan negara tak mampu mengelola sumber daya alam melimpah itu hingga yang ditempuh jalan pintas. Apakah tak ada solusi lain yang bisa dipilih oleh negara selain berhutang pada negara lain?
Dilansir dari Liputan6.com, – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpartisipasi dalam acara Kementerian Keuangan Mengajar atau Kemenkeu Mengajar. Dalam acara ini, Sri Mulyani mengajar kepada siswa dan siswi anak sekolah yang berpartisipasi secara virtual. Gelaran ini dilakukan secara serempak di hari yang sama oleh lebih dari 1.250 Relawan dan 84 sekolah di Tanah Air (30 November 2020).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan mengenai kondisi utang yang terjadi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Dia mengatakan, pendapatan negara tahun ini tidak sebanding dengan belanja dikeluarkan pemerintah. Sehingga untuk menutup selisih tersebut pemerintah terpaksa menarik utang. Di dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020 sendiri pendapatan negara ditetapkan hanya sebesar RP1.699,1 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp2.738,4 triliun. Dengan demikian, masih ada selisih atau defisit sebesar Rp1.039,2 triliun.
“Kalau pendapatnya cuma Rp 1.699 triliun tapi belanjanya lebih banyak ibu dapat dari mana? dari utang,” kata dia dalam acara Kemenkeu Mengajar, Senin (30/11).
Melihat apa yang disampaikan Menteri Keuangan di atas, rasanya sebuah keanehan. Sepertinya tidak malu menceritakan masalah hutang kepada anak-anak. Bahkan ingin menunjukkan betapa lemahnya negeri ini, dengan kebutuhan sebegitu banyaknya sementara anggaran pemasukan negara tidak mencukupi kebutuhan umat. Sri Mulyani ingin menunjukkan sekaligus meminta pemakluman kepada anak-anak bahwa negeri ini bermasalah, maka harus berhutang untuk bisa memenuhi kebutuhan rakyat.
Menteri Keuangan menyadari kalau utang itu tidak bagus, namun negara sangat memerlukan dana untuk kebutuhan yang mendesak yaitu memenuhi banyak kebutuhan umat dalam kondisi pandemi.
Menurut Sri Mulyani, alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi mencapai ratusan triliun. Di mana anggaran kesehatan mencapai Rp 97,90 triliun, perlindungan sosial Rp 233 triliun, dan sektoral K/L dan pemda Rp65,97 triliun. Selain itu ada juga bantuan UMKM sebesar Rp 115 triliun, pembiayaan korporasi Rp 61,22 triliun dan insentif usaha sebesar Rp 120,6 triliun. (Merdeka.com, 30/11).
Hutang Solusi Jalan Pintas
Adanya sumber daya alam di negeri ini adalah karunia Allah yang seharusnya dikelola oleh negara. Hasilnya dipergunakan untuk kemaslahatan umat. Banyaknya kebutuhan umat yang harus ditanggung negara, apalagi dalam kondisi pandemi seharusnya bukan sesuatu yang merepotkan.
Banyaknya kebutuhan akan menjadi masalah karena negara tidak memiliki cadangan dana. Negara hanya mengandalkan pajak dan hutang untuk memenuhi kebutuhan umat. Sumber daya alam karunia Allah tidak dikelola dengan baik. Bahkan diserahkan kepada swasta, apalagi swasta asing untuk pengelolaannya. Apa yang dirasakan umat? Umat tak bisa apa-apa, karena tak memiliki kekuasaan. Umat hanya bisa menyesal, prihatin, melihat harta kekayaan alam di negerinya dibawa ke negara asing.
Inilah ciri khas negara penganut kapitalis demokrasi, hanya mengandalkan jalan pintas. Tak mau repot mengelola hasil sumber daya alam, padahal tidak kekuarangan orang pintar di negeri ini. Namun lebih mudah mengandalkan sumber dana dari pajak, bea cukai. Jika mengalami kekurangan maka tawaran empuk dari negara asing berupa hutang dengan iming-iming bunga ringan, itulah yang diambil. Hutang itu dianggap bantuan dana segar yang siap dipergunakan, tak perlu mengupayakan proses panjang pengelolaan sumber daya alam.
Itulah sebabnya, bukannya hutang berkurang namun akan terus bertambah. Apalagi adanya ujian pandemi yang menimpa seluruh dunia hingga terjadilah defisit bahkan resesi ekonomi. Tak terkecuali resesi itu juga menimpa negeri ini. Maka tidak heran jika hutang kian menumpuk, bahkan terjadilah bunga berbunga lagi.
Itukah yang dipamerkan kepada anak-anak sekolah, agar mereka paham masalah negerinya? Apakah maksudnya memberitahu atau mewariskan hutang kepada generasi selanjutnya. Tidak heran, jika banyaknya hutang negara akan menjadi beban anak cucu kita. Kapankah hutang itu berhenti jika sistem yang dipergunakan sama? Siapapun pemimpinnya, jika sistem yang diterapkan sama maka kebutuhan negara diatasi dengan pajak dan hutang.
Tidakkah berfikir jika hutang terus bertambah, untuk mencari metode lain yang lebih baik?
Bagaimana Islam Mengatasi Masalah Ekonomi?
Islam memiliki aturan dari Allah Sang Pencipta, jadi sangat mengetahui apa yang terbaik untuk umat. Pemerintah Islam ketika terjadi pandemi, maka akan sigap bergerak dengan mengisolasi wilayah yang terkena wabah saja. Jadi wilayah lain yang aman tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya. Jadi tak akan mengalami defisit atau resesi ekonomi.
Kalaupun pernah terjadi resesi ekonomi misalnya terjadi bencana alam yang urgent untuk diatasi. Maka negara memiliki dana cadangan di baitul mal. Ketika dana baitul mal habis maka negara baru menerapkan pajak dari pengusaha besar. Itupun hanya berlaku saat darurat saja. Saat masalah sudah terkendali, maka negara tidak lagi menarik pajak.
Pemerintah juga akan mengelola aset negara untuk disewakan, juga memaksimalkan sumber kekayaan alam. Hasilnya akan dikembalikan untuk kepentingan seluruh umat.
Kemudian negara akan mengambil dana zakat, baik zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat peternakan (kambing, domba, sapi, unta). Dana itu dipergunakan untuk kepentingan umat, terutama yang didahulukan adalah gaji dokter, tenaga kesehatan, guru, dimana ada dana atau tidak ada dana di baitul mal, maka negara akan mengupayakan semaksimal mungkin kesejahteraan mereka.
Bagi pemerintahan Islam, hutang adalah jalan terakhir yang ditempuh jika semua wasilah sudah dimaksimalkan. Dan hutang itu pun dalam jumlah yang sangat terbatas, sekedar mencukupi kebutuhan darurat umat.
Itulah langkah-langkah yang akan diambil pemerintah Islam ketika menghadapi masalah ekonomi. Dalam kondisi apapun, pemerintah akan mengupayakan semaksimal mungkin demi meriayah umat. Kesejahteraan umatlah yang akan diutamakan. Jika ada solusi lain maka hutang tidak akan menjadi pilihan.
Wallahu a’lam bish shawwab
Views: 19
Comment here