Oleh: Devi Anna Sari (Muslimah Peduli Umat)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Di tengah banyaknya problematika rakyat saat ini, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai lembaga Intelijen keuangan negara mengeluarkan kebijakan yang menambah kericuhan dinegeri ini. Kebijakan tersebut adalah pemblokiran rekening pasif (dormant) yang katanya untuk mencegah kejahatan keuangan. Seperti transaksi judi online. PPATK juga berpendapat hal ini bisa menjadi lahan praktek pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya yang bisa merugikan masyarakat.
Ada lebih dari 140ribu rekening tidak aktif selama lebih 10 tahun yang telah ditemukan PPATK. Dengan nilai total Rp. 428.613.372.321. Dalam menanggapi hal tersebut, Rio Priambodo sebagai sekretaris eksekutif YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah memicu sentimen publik yang khawatir mengenai keamanan keuangan mereka.
Dengan ini YLKI pun menyampaikan 5 sikap nya yaitu pertama, YLKI meminta PPATK memberi informasi yang lengkap kepada konsumen. Kedua, PPATK harus selektif memblokir rekening. Ketiga, ada waktu pemberitahuan kepada konsumen terkait pemblokiran. Keempat, tidak mempersulit konsumen untuk membuka blokir rekening. Kelima, menyediakan pusat informasi yang memudahkan konsumen untuk mencari informasi. (Republika.co.id, 31/07/2025).
Walaupun saat ini kebijakan pemblokiran telah dicabut, tetapi keadaan itu membuktikan bahwa kebijakan tersebut bermasalah sejak awal. Sebagian orang beranggapan bahwa ini sebagai bentuk permainan pemerintah, karena dengan sengaja mengendapkan dana di rekening berupa tabungan dan dana darurat.
Padahal rekening yang bersifat pribadi dimaksudkan untuk keperluan masa tua, pendidikan anak, atau bahkan sekedar simpanan. Awalnya masyarakat menganggap aman, namun rasa kepercayaan menjadi hilang. Tiba-tiba rekening dibekukan tanpa pemberitahuan. Sungguh rakyat kini tak dapat perlindungan, justru banyak penghianatan yang didapatkan.
Seharusnya pemblokiran rekening memenuhi syarat pembekuan dan memenuhi ketentuan hukum, seperti melakukan transaksi keuangan mencurigakan atau tindak pidana, bukan memukul rata pemblokiran. Selain itu, PPATK juga lebih memfokuskan kebijakan pemblokiran rekening yang tampak nyata hukum pidananya, semisal rekening para koruptor yang jelas-jelas telah merugikan negara dan rakyat.
Dengan demikian, kebijakan tersebut menandakan dengan jelas sistem kapitalisme sekuler telah melegalkan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi. Terutama pemblokiran rekening tanpa adanya bukti hukum yang sah. Kebijakan ini juga menunjukkan bagaimana peran negara dalam sistem Kapitalisme yang berwenang sesuka hati. Parahnya lagi, bertindak mengintervensi aset individu atas nama perlindungan atau keamanan finansial. Meskipun tanpa dasar hukum yang jelas.
Padahal hak kepemilikan harta pribadi adalah hak dasar yang tidak boleh diganggu gugat, termasuk pemerintah. Kecuali terbukti melanggar hukum yang sah dan jelas. Nampaklah watak asli Kapitalisme, negara berperan sebagai institusi untuk melayani kepentingan Oligarki, bukan melindungi rakyat. Tidak peduli nantinya akan mengorbankan hak-hak rakyat banyak.
Pada dasarnya sistem kapitalisne sekuler menjadikan negara sebagai alat penekan rakyat, memeras dan merampas hak rakyat. Negara kapitalis bukanlah pengayom dan penjaga hak milik individu, melainkan predator yang selalu mencari celah untuk bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya dari rakyat. Maka adanya kebijakan pemblokiran rekening pasif ini menjadi contoh konkret bagaimana negara kapitalis menarik dana dari rakyatnya.
Hal ini jelas bertentangan dengan Islam tentang hak kepemilikan. Islam memiliki aturan tentang prinsip al-bara’ah al – asliyah atau praduga tak bersalah. Dalam artian, setiap individu terbebas dari tanggung jawab hukum hingga ada bukti sah dan jelas yang menetapkan kesalahannya. Jika terdapat kasus pemblokiran harta tanpa prosedur hukum yang adil, maka telah melanggar prinsip tersebut.
IsIam tidak akan memberikan sanksi, seperti pembekuan atau perampasan harta, sebelum ada bukti pelanggaran melalui proses syar’i. Lebih dari itu IsIam membagi kepemilikan harta menjadi 3 jenis yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Sehingga rekening bank milik individu menjadi bagian kepemilikan individu yang hak pengelolaannya ada ditangan pemiliknya. Negara tidak berwenang untuk merampas, membekukan, atau mengintervensi harta secara paksa. Kecuali jika didasarkan pada ketentuan syariat yang jelas dan melalui proses hukum IsIam yang adil. Negara dalam sistem IsIam yakni Khilafah berkewajiban menjaga dan melindungi kepemilikan rakyatnya.
Negara Khilafah adalah ra’in yang menjaga dan mendistribusikan kekayaan secara adil. Dalam Islam kekuasaan adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan keadilan. Bukan untuk merampas harta rakyat dengan berbagai dalih. Penguasa dalam IsIam terikat pada hukum syariat dan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah atas setiap kebijakannya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sungguh, Negara Khilafah akan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Baik dalam politik, ekonomi, sosial maupun pidana. Dengan penerapan Islam secara kaffah batas antara haq dan batil menjadi jelas. Hukum Allah adalah rujukannya, bukan hukum buatan manusia.
Dalam penerapan Islam yang adil dan transparan, Khilafah mewujudkan ketentraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Wallahu a’lam bisshowab
Views: 0
Comment here