wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Dilansir Cnnindonesia.com (23/06/2024) Polisi mengklaim tersangka dalam kasus pencabulan siswi sekolah dasar (SD) berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilakukan 26 orang rata-rata anak di bawah umur alias masih berstatus pelajar. Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk masih belum mau mengungkapkan identitas para tersangka karena mayoritas anak di bawah umur. Innalilahi, betapa buram potret generasi masa depan.
Sebenarnya, kekerasan seksual terhadap anak sudah amat sering kita dengar akhir-akhir ini, baik yang terjadi di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Pelakunya beragam dari orang dewasa, orangtua juga guru, atau bahkan teman sebaya. Anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual bisa saja adalah korban di masa lalu, gagalnya sekolah mencetak generasi terbaik, juga kesibukan orang tua yang akhirnya melupakan hak anak untuk diasuh dan dididik dengan agama. Secara khususnya, ini adalah kelalaian negara. Negara sekuler demokrasi telah gagal melindungi anak dari pornografi dan konten-konten kekerasan seksual sehingga memicu anak meniru dan melakukan hal yang sama.
Semua ini terjadi akibat negara sekuler telah menjauhkan agama dari kehidupan. Sistem pendidikan dan pergaulan diatur berdasarkan asas pemisahan agama dari kehidupan sehingga melahirkan kurikulum yang cacat. Porsi belajar agama dalam sistem ini cendrung formalitas belaka. Tidak ada pembelajaran Islam sebagai perilaku dan penetu benar atau salah,m. Islam hanya dianggap sebagai ibadah ritual belaka. Boleh dikerjakan, boleh tidak.
Dari sistem pendidikan sekuler inilah lahir generasi yang bobrok dan mengalami krisis jati diri. Generasi tidak mengenal siapa dirinya dan apa tujuan Allah menciptakannya di dunia. Syariat tidak lagi menjadi ukuran benar salah. Sebaliknya, kesenangan jasadiyah justru dijadikan sebagai tujuan utama. Dengan sesuka hati melakukan kejahatan apapun terhadap orang lain termasuk kejahatan seksual. Dari asas sekuler ini lahir pula masyarakat sekuler yang tidak peduli dengan permasalahan orang lain, dan abai terhadap aktivitas saling menasehati sesama. Setiap individu sibuk dengan urusan masing-masing mengabaikan tugas mereka sebagai benteng kedua pelindung generasi setelah negara.
Berbeda dengan Islam yang pernah memimpin dunia selama 1300 tahun lebih lamanya telah berhasil melahirkan generasi yang unggul dan bersyaksiyah Islam, berkarakter mulia, dan adab yang baik. Semua ini tidak lepas dari negara yang taat kepada Allah dan tunduk kepada syariat-Nya. Islam mempunyai sistem perlindungan anak dengan tegaknya tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat yang amar makruf nahi mungkar, dan penerapan aturan oleh negara.
Ketakwaan individu berasal dari keluarga. Anak akan kenyang mendapatkan pendidikan Islam dalam dirinya dari seorang. Sebab ibu adalah madrasah ula bagi anak-anak. Sebab itu, ibu akan dengan sepenuh jiwa dan raganya dalam menjaga dan mendidik anak-anak sesuai syariat Allah. Sebab, seorang dalam Islam statusnya ibu bukanlah pencari nafkah, sehingga dia bisa fokus mendidik anak-anak. Berikut, kontrol masyarakat, Allah yang memerintahkan kepada umat Islam agar menegakkan amar makruf nahi mungkar, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 104)
Ketakwaan individu, dan berikutnya kontrol masyarakat akan menjadi bias jika tidak didukung oleh sistem sanksi yang diberikan oleh negara. Negara memiliki peran penuh dalam menjaga generasi termasuk masyrakat didalamnya. Dalam konteks ini, hanya negara yang berdiri atas asas syariat Islam Kaffah yang mampu mewujudkannya. Hal ini, tidak bisa diwakilkan kepada negara yang masih berasaskan sekuler demokrasi seperti yang terjadi hari ini.
Eva Ariska Mansur
Anggota Ngaji Diksi Aceh
Views: 12
Comment here