Opini

Sebatas Impian, Mengharap Pendidikan Berkualitas di Negeri Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Meitya Rahma, S. Pd.

wacana-edukasi.com– Pendidikan merupakan sebuah aset negara. Kualitas pendidikan menentukan kualitas generasi negri ini. Sudah seharusnya dunia pendidikan menjadi perhatian tersendiri oleh Pemerintah. Karena sebenarnya negaralah yang menyelenggarakan memfasilitasi pendidikan. Di Wacana baru dalam dunia pendidikan ini sungguh membuat kita heran. Untuk peningkatan mutu generasi, apendidikan kita nantinya akan dikenai pajak. Sebelumnya jasa pendidikan termasuk yang dikecualikan dalam objek Jasa Kena Pajak (JKP). Namun pemerintah berencana mengenakan Pajak Pemungutan Nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar 7% dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Pada bulan Juni lalu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian Keuangan menyampaikan adanya perluasan PPN sembako dan pendidikan untuk merespons pandemi Covid-19, dan beberapa alasan lainnya (KONTAN.CO.ID,05/09/2021). Mengingat sistem pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan banyak negara lainnya maka akan ada rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa Pendidikan. Menanggapi hal ini Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Said Abdullah meminta agar pemerintah mengecualikan pengenaan PPN atas sekolah-sekolah yang menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). “Mayoritas sekolah Internasional tak masuk dalam koridor Undang-Undang (UU) terkait Sisdiknas. Ini akan dibahas lewat Panja (Panitia Kerja) RUU KUP Komisi XI DPR RI. dan kementerian Keuangan (Kemenkeu) ( kontan.co.id,05/09/2021)

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan, pemerintah dengan legislatif sangat berhati-hati dalam pembahasan wacana PPN atas jasa pendidikan. Sejauh ini, pemerintah sudah mendengarkan saran dari berbagai stakeholders. Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi PDIP Said Abdullah membeberkan sejauh ini, pembahasan dengan pemerintah, bahwa PPN akan dikenakan kepada sekolah yang tidak menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) atau tidak berorientasi nirlaba. Misalnya, sekolah internasional yang umumnya menelan biaya ratusan juta per tahun. Sehingga, asas ability to pay dalam perpajakan Indonesia bisa dirasakan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta internasional (kompas. com,8/9/21).

Dari beberapa kabar media masa diatas dapat diambil kesimpulan bahwa alasan kuat yang dipegang oleh pemerintah adalah bahwa obyek yang akan dikenakan PPN ialah sekolah yang tidak terikat Sisdiknas, seperti misalnya sekolah Internasional dan sekolah swasta. Memanglah benar, sekolah-sekolah swasta apalagi yang memiliki label “international” berbiaya cukup mahal. Lalu apakah dengan PPN atas sekolah-sekolah swasta seperti ini apakah pemasukan negara bertambah? Begitu sedikitkah hasil pajak yang dipungut dari rakyat sehingga sekolah dikenai pajak. Sebenarnya jika kita berfikir, sudah terlalu banyak negara ini meminta pajak dari rakyat. Dari pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan sampai pada gaji gurupun tak luput dari pajak. Pemerintah mengatakan Pengenaan PPN pada sekolah ini dilakukan setelah Pandemi Covid-19. Padahal saat ini dan entah sampai kapan perekonomian masyarakat bisa kembali bangkit. Karena banyak yang terkena imbas dari pandemi.

Meskipun dikatakan bahwa PPN pada jasa pendidikan ini baru akan dipungut setelah pandemi, ini tetap saja menunjukkan bahwa pemerintah lepas tangan atas tanggung jawabnya dalam pendidikan di negri ini. Akhirnya pendidikan tidak lagi menjadi tanggungjawab negara. Memberikan fasilitas pendidikan,akses ilmu yang mudah, memberikan dukungan untuk research, pemerataan pendidikan di semua wilayah. Hingga semua warga masyarakat tanpa kecuali menikmati pendidikan yang sama kualitasnya. Pendidikan gratis untuk masyarakat dengan fasilitas yang baik. Ini yang memang seharusnya yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat.

Sebatas impian sajalah berharap pendidikan yang seperti ini. Mengharap pendidikan berkualitas di negri kapitalis saat ini adalah sesuatu yang mustahil. Namun pendidikan berkualitas ini pernah terjadi nyata bukan impian. Kisah dan kehebatannya tertulis dalam sejarah bagaimana bagusnya sistim pendidikan pada masa Kekhilafahan Islamiyah. Terutama pada masa dinasti Ummayah, saat pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pengembangan pendidikan dilaksanakan diseluruh wilayah Dinasti Umayyah. Saat pemerintahannya, Umar bin Abdul Azis mendirikan sekolah-sekolah, memberi kesempatan bagi para ulama untuk membuka majelis ilmu baik di masjid-masjid maupun di sekolah-sekolah, memellihara khazanah keilmuan Islam. Kebijakan dalam pendidikan khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menjadi role model dalam dunia pendidikan dunia pada masanya. Sistem Pendidikan Islam saat itu memberikan fasilitas yang terbaik. Keberhasilan sistem pendidikan belum pernah dijumpai sampai hari ini sejak runtuhnya Kekhilafahan Islamiyah pada tahun 1924 M lalu.

Desentralisai pendidikan merupakan salah satu kebijakan Khalifah Umar yang berhasil menciptakan kualitas pendidikan. Desentralisasi berfokus pada pengembangan pendidikan tidak hanya di ibukota negara ataupun kota-kota besar saja, namun diseluruh wilayah dinasti Umayyah. Salah satu contoh adalah dengan dirikannya madrasah diseluruh wilayah untuk mencetak para ilmuan, ‘ulama, dan da’i. Kepemimpinan yang dicerminkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini membuktikan bahwa hanya Sistem Pendidikan Islam berhasil dalam mencetak generasi gemilang. Kebijakannya selalu menjadikan kenyamanan rakyat sebagai faktor utama. Bukan membebani rakyatnya sebagaimana yang dilakukan dalam sistem pendidikan kapitalisme hari ini. Maka tak ada solusi yang pantas selain dari diterapkannya Sistem Pendidikan Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Loading

Visits: 10

Comment here