Surat Pembaca

RUU Penyiaran Dikebut, Menunjukkan Wajah Asli Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)

wacana-edukasi.com, OPINI– Puluhan jurnalis di Semarang ramai-ramai menggembok Kantor DPRD Jawa Tengah pada Kamis (30/5/2024) pukul 16.00 WIB. Aksi simbolis itu dilakukan sebagai bentuk protes penolakan keras RUU Penyiaran yang proses pembahasannya dilakukan secara diam-diam oleh DPR RI tanpa melibatkan jurnalis dan elemen masyarakat lainnya,(regional.kompas.com).

Sebelumnya, Dewan Pers bersama seluruh organisasi pers nasional menegaskan menolak draft revisi Undang-Undang Penyiaran. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, menyatakan RUU Penyiaran ini menjadi salah satu alasan pers Indonesia tidak merdeka, tidak independen dan tidak melahirkan karya jurnalistik berkualitas. (news.detik.com)

Dari draft yang beredar di masyarakat, semangat pembungkaman pers tertangkap jelas pada Pasal 56 Ayat 2, yang memuat larangan-larangan standar isi siaran. Terutama pada poin C, yang menjelaskan larangan itu mencakup ‘penayangan eksklusif jurnalistik investigasi’. Ruang kritik dari pers pun terancam mati oleh aturan tersebut. Dalam ekosistem jurnalistik, jurnalisme investigasi ialah salah satu nyawa yang tak boleh hilang atau dihilangkan. Tanpa jurnalisme investigasi, ruang informasi publik hanya akan diisi oleh laporan-laporan fakta yang ada di permukaan. Tidak ada penggalian fakta tersembunyi atau fakta yang disembunyikan, yang ditutup-tutupi dan yang paling berbahaya tidak ada ruang untuk membongkar ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang sampai hari ini masih dialami sebagian masyarakat. Ini artinya, bukan hanya pers yang dibungkam, melainkan juga suara masyarakat sipil. (media Indonesia.com)

Kebebasan pers dalam sistem Demokrasi memang makin dipertanyakan. Di negara Demokrasi yang notabenenya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, nyatanya media pers juga berusaha dibungkam melalui regulasi yang dibuat pemerintah. Adanya pembahasan RUU Penyiaran ini, menunjukkan bahwa Demokrasi memang bermuka dua. Pemerintah dalam sistem Demokrasi menggunakan slogan kebebasan berpendapat untuk menjual ide Demokrasi agar dapat diterima oleh masyarakat. Namun, kenyataannya pemerintah akan menumpas segala media kelompok maupun individu yang berusaha untuk mengkritik kepentingan pihak tertentu. Tentu yang dimaksud adalah pihak yang memiliki wewenang yakni penguasa dan kroninya yaitu korporasi.

Tak jarang kita temukan adanya realisasi kebijakan zalim terhadap rakyat di suatu wilayah. Namun, tidak diblow up oleh media. Melalui RUU Penyiaran yang sedang di kebut ini, diduga kuat bertujuan untuk melindungi pemerintah dari kebijakannya sendiri, dengan melarang terbit media yang dapat membahayakan kekuasaannya. Hal ini sangat wajar terjadi dalam negara Demokrasi.

Sistem pemerintahan Demokrasi yang meletakkan pembuatan dan pengambilan aturan berada di tangan manusia yang terbatas dan penuh kepentingan, membuat banyak kebijakan saling bertolak belakang dan menimbulkan masalah. Pemerintah dalam sistem Demokrasi, hanya akan menuruti apa yang diinginkan oleh korporasi yang merupakan supporting system mereka dalam meraih kursi kekuasaan. Maka ketika telah berkuasa, pemerintah akan menunjukkan balas budinya pada korporasi dengan mengeluarkan kebijakan yang akan memperlancar bisnisnya dan menghilangkan segala hambatan bisnisnya, termasuk media pers yang vokal. Hal ini sudah sangat cukup untuk menunjukkan wajah asli Demokrasi itu sendiri. Slogan freedom of speech digunakan sebagai pemanis seolah-olah sistem Demokrasi benar-benar berpihak pada rakyat.

Tentu hal seperti ini tidak akan terjadi, jika lembaga media pers diatur dalam sistem Islam yaitu Khilafah. Khilafah sebagai institusi praktis yang menjalankan syariat Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam tata kelola negara, menjadikan keberadaan media pers pun tidak lepas dari syariat Islam yang mengaturnya. Dalam Khilafah, keberadaan media pers merupakan salah satu lembaga yang penting dalam negara. Hal ini berkaitan dengan fungsi strategisnya yaitu sebagai pelayan ideologi Islam, baik di dalam maupun di luar negeri.

Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh. Media akan mengedukasi publik tentang pelaksanaan kebijakan dan hukum Islam di dalam negara. Sedangkan di luar negeri, media massa berfungsi untuk menyebarkan Islam sebagai risalah yang rahmatan lil ‘alamin, baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. Maka setiap jurnalis dari media pers Khilafah mereka harus memahami fungsi ini. Mereka akan diberi ruang dalam memproduksi dan menyiarkan informasi, baik berita ataupun lainnya, sesuai dengan batasan syariat Islam. Terkait penyebaran informasi yang mereka produksi, Khilafah memiliki Departemen Lembaga Penerangan (I’lamiyah), yang bertugas memantau penyebaran informasi-informasi media yang dikonsumsi oleh warga Khilafah. Lembaga ini bertanggung jawab secara langsung kepada Khalifah.

Di sinilah peran negara terkait keberadaan media pers yaitu mengatur konten penyebaran informasi yang bisa dikonsumsi oleh warganya, sebab terdapat informasi yang tidak boleh disebarkan tanpa perintah Khalifah, seperti informasi tentang kemiliteran atau keamanan negara. Sedangkan jenis-jenis informasi lainnya, tidak memiliki hubungan secara langsung dengan negara dan bukan pula informasi yang menuntut pendapat Khalifah secara langsung, seperti informasi keseharian, program-program atau acara-acara politik, pemikiran dan sains serta informasi tentang peristiwa-peristiwa dunia, tetap akan mendapat arahan dan kontrol dari negara, sebab semua informasi tersebut mempunyai kaitan erat dengan ideologi dan sikap negara terhadap hubungan internasional.

Negara tidak akan memanfaatkan media untuk menutupi kezalimannya, seandainya hal tersebut terjadi. Islam sudah memiliki seperangkat pilar dan aturan yang akan mencegah terjadinya kezaliman penguasa, mengungkap dan mengadili jika terjadi. Sungguh hanya Khilafah yang mampu meletakkan media dan dunia jurnalistik sebagai pengontrol dan alat edukasi bagi masyarakat.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here